Bagian 3. Kesepian

1.1K 92 1
                                    

Araz berlari menaiki tangga dengan tergopoh-gopoh. Setibanya di atas, dia menggedor-gedor pintu kamar Sava.

"Bu Sava, Bu!" panggil Araz.

"Ada apa?" sahut Sava dari dalam kamar.

"Buka pintunya, ini penting. Buruan!" Araz kehilangan kesabarannya.

"Ibu ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, Araz. Kalau kamu mau bicara besok saja. Tidak apa-apa, kan?"

"Ini penting, Bu! Kalau Bu Sava gak mau dapat masalah, buka pintunya sekarang juga."

"Masalah apa?"

"Mama Arafah sama Papa Aiman ada di depan pintu apartemen."

Secepat kilat pintu kamar Sava terbuka lebar. Dia keluar dengan mata melebar. Dia terkejut mengetahui orangtuanya bertamu malam ini.

"Kenapa tidak bilang dari tadi?!"

Araz menatap Sava yang tak mengenakan hijab. Rambut hitamnya tergerai indah. Panjangnya hampir sepinggang. Araz terdiam sesaat menatap pemandangan yang sangat langka itu. Dia... terpana?

"Araz! Cepat bawa barang-barang kamu ke kamar Ibu!" perintah Sava. Dia berjalan melewati Araz dan masuk ke dalam kamar Araz. Dia mengambil barang-barang suaminya itu seperti jaket, buku, tas sekolah, kunci motor, bantal, dan guling untuk dibawa ke kamarnya.

Araz masih mematung di tempatnya. Dia masih pangling. Sava mendadak kesal karena Araz begitu lamban.

"Araz, buruan!"

Araz sadar kembali. Dia masuk ke dalam kamarnya dan membantu Sava mengemasi barang-barangnya. Sepertinya Sava belum sadar bahwa ia tidak mengenakan hijab di depan Araz.

"Araz, buka lemari kamu. Bawa semua pakaian kamu ke kamar Ibu. Setelah itu, masukkan dalam lemari. Sekalian handuk kamu yang di dalam kamar mandi juga bawa ke kamar Ibu," pinta Sava yang mulai kerepotan membawa barang-barang Araz di tangannya.

Araz menurut dengan patuh. Dia membawa semua barang-barangnya ke kamar Sava. Dia ikut membantu Sava membereskan barang-barang itu dan menatanya dengan rapi.

"Alhamdulillah.." Sava mengelus dadanya lega. Dia menatap kamarnya yang sudah rapi. "Ayo, kita turun. Mama dan Papa pasti sudah menunggu kita."

Sava bersiap hendak keluar kamar. Araz mencegahnya dan berkata, "Ibu lupa sesuatu?"

Sava menatap Araz dengan heran. "Lupa apa?"

"Gak ada."

Araz keluar dari kamar. Kepergian Araz diikuti oleh Sava dari belakang. Mereka membuka pintu dan menyambut kedatangan Mama Arafah dan Papa Aiman.

"Assalamualaikum.." ucap Mama Arafah dan Papa Aiman.

"Waalaikumsalam.." jawab Araz dan Sava.

"Kenapa kalian lama sekali membuka pintunya?" tanya Mama Arafah.

"Oh itu, tadi Sava lagi ada kerjaan, Ma." Sava menjawab seadanya.

Araz mempersilahkan Mama Arafah dan Papa Aiman masuk.

"Papa dan Mama tidak mengganggu waktu kalian, kan?" tanya Mama Arafah.

Sava menggeleng. Dia mempersilahkan orangtuanya duduk di ruang tamu.

"Bagaimana keadaan kamu, Raz?" tanya Papa Aiman.

"Baik, Pa." Araz nampak canggung bicara dengan Papa Aiman.

"Syukurlah.."

Mama Arafah menatap Sava dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Seutas senyum terbit dari wajahnya. Sava yang ditatap seperti itu nampak heran. Tidak biasanya ia ditatap seperti itu sebelumnya.

Ms. Sava My Schatzi [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang