1.3

506 42 3
                                    








Waktu itu saat aku duduk dikelas 10 tepat setelah MPLS selesai alias masih menjadi murid baru di sekolah itu. Aku melihatnya, dia duduk dibaris kedua sebelah kiri. Dia tidak duduk didekat jendela karena pikirku itu akan merepotkan ketika hendak keluar dari sana.

Dia pendiam, ketika mengobrol pun dia hanya mengucapkan sepatah dua kata untuk menjawab pertanyaan yang diajukan temannya untuknya. Meskipun pendiam dan hanya berbicara seperlunya. Aku bisa melihat betapa senangnya dia mengobrol. Aku rasa dia menjaga ucapan dan perkataannya agar tak melukai orang lain.

Saat aku melihatnya sendirian terkadang aku merasa kasihan padanya. Bahkan saat waktu istirahat pun dia jarang sekali jajan dan berakhir dengan sendirian di kelas. Kupikir dia benar-benar kesepian. Dia pendiam, jarang mengobrol, teman pun sepertinya hanya kenal nama saja, aku perihatin padanya. Sampai..

Saat ada tugas untuk menjawab soal dipapan tulis dia selalu maju duluan. Ku pikir dia pendiam karena pemalu. Namun setelah melihat dia maju ke depan tanpa ragu dan menjawab soal dengan benar aku rasa akulah yang memperihatinkan.

Tapi bukan berarti aku payah dalam pelajaran. Aku bagus dalam akademik jika dibandingkan dengan anak laki-laki lainnya dikelas. Aku juga lumayan dalam bidang olahraga. Hanya saja meskipun kamu menemukan jawaban dari soal yang telah ditulis dipapan tulis bukan berarti kamu percaya diri untuk maju dan menjawabnya langsung didepan anak-anak kelas kan?

Selain pendiam dia juga sangat tertutup. Bukan hanya sekedar pakaiannya namun karakternya juga.

Anak yang jarang bicara dan menutup diri dari orang lain tentang dirinya sendiri itu tanpa sadar membuat seorang laki-laki menyukainya. Dan laki-laki itu yang tak lain dan tak bukan adalah aku.

Benar-benar menyebalkan. Ini bukan salahnya namun jika dia ingin mempertanggung jawabkan perasaanku ini. Maka aku dengan senang hati menerimanya.












You are in my eyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang