1. Insiden di jalan

11 3 0
                                    

Pulang cepat, atau kegiatan belajar mengajar dicukupkan sampai jam sekian adalah berita yang ditunggu-tunggu kebanyakan siswa, sama halnya dengan siswa dari SMA Pancasila. Begitu ketua kelas menyampaikan bahwa mereka dipulangkan lebih awal karena adanya rapat dewan guru lalu disusul dengan bel pulang yang berbunyi nyaring, histeria memecah. Bak suporter bola yang berteriak heboh ketika tim kebanggaannya berhasil mencetak gol. Mereka menyambut berita itu dengan suka cita.

Apalagi jika mata pelajaran untuk jam terakhir adalah matematika. Teriakan kesenangan lebih keras terdengar. Bagaimana tidak? Mereka baru saja terbebas dari mata pelajaran yang membuat kepala pusing tujuh keliling, belum lagi jika guru yang mengajar yang jadul plus killer banget. Kedua mata rasanya ingin terpejam karena guru yang menjelaskan materinya super membosankan, tetapi harus kuat menahan kedua kelopak mata agar tetap terbuka karena takut terkena lemparan penghapus papan tulis. Maka begitu ketua kelas mengumumkan pulang cepat, anggota kelasnya bak burung yang baru keluar dari sangkar. Bahagia bukan main menyambut kebebasan. Tubuh lemah, letih, lesu langsung menjadi segar kembali, seperti baru disiram air satu ember.

Mereka langsung merencanakan ingin pergi kemana setelah ini. Para kaum taken alias sudah punya pacar langsung sigap menghubungi pacarnya, mengajak nonton bioskop atau sekedar jalan-jalan keliling kota. Yang lainnya memilih untuk pergi bersama teman. Sisanya memilih untuk pulang, menghabiskan waktu dengan rebahan sepanjang hari.

Opsi terakhir menjadi rencana Sekala hari ini. Tak sabar rasanya ingin meluruskan punggungnya di kasur empuk miliknya, menebus waktu tidurnya semalam yang terpotong karena segelas kopi yang diminumnya kemarin, membuatnya terserang insomnia mendadak. Meskipun laki-laki, tapi Sekala tidak bisa minum kopi. Kopi dan Sekala adalah musuh bebuyutan, karena hanya dengan segelas kopi, bisa membuat pemuda itu terjaga semalaman.

Tapi kemarin Riga menyeretnya dan kedua temannya yang lain untuk mengunjungi cafe baru milik sepupunya yang tidak jauh dari sekolah dan dengan sok tahunya memesankan americano untuk mereka berempat. Sekala jelas misuh-misuh, mengomel sepanjang hari sampai membuat teman-temannya mendadak sakit telinga. Karena harga segelas kopi tersebut cukup menguras kantongnya sebagai pelajar, membuat Sekala memilih tetap menghabiskannya ketimbang memesan minuman lain. Bisa-bisa, ia jatuh miskin di awal bulan, mengingat Ibunya yang memberi uang saku setiap sebulan sekali, dan tidak akan memberikan tambahan. Ibunya mendidik Sekala untuk mengatur keuangannya dengan cara seperti itu. Jadi cukup atau tidak cukup tergantung Sekala mengaturnya.

Alhasil, hanya karena segelas kopi, Sekala terjaga semalaman. Ia baru bisa memejamkan mata jam tiga pagi, dan harus terbangun kembali jam lima subuh dengan terpaksa karena usapan tangan basah ibunya. Daripada harus mengguyur Sekala dengan segayung air dan berakibat ia sendiri yang kerepotan untuk mengeringkan kasur anaknya, Widi—ibu Sekala— memilih untuk membasahi tangannya dengan air dan mengusapkannya pada wajah Sekala. Hal itu ampuh membuat kedua mata Sekala terbuka sempurna. Dan setelahnya, Sekala akan diseret ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menunaikan sholat subuh.

Tapi sepertinya, rencana Sekala untuk melanjutkan tidurnya dirumah harus tertunda karena kehebohan Dimas yang menunjuk-nunjuk room chat Riga dengan Mamanya diponsel milik pemuda itu.

"Anjir Riga nggak bilang-bilang." Pekik Dimas dengan heboh, tidak hanya mengundang atensi kedua temannya yang lain, tetapi juga sebagian orang yang ada diparkiran, sama seperti mereka. Riga hanya bisa menghela nafas pasrah, gemas juga ingin memukul kepala temannya itu. Padahal tadi, Dimas izin meminjam ponselnya untuk membuka aplikasi Instagram, memata-matai mantannya yang masih disayang tapi terhalang gengsi. Tapi entah kenapa Dimas malah nyasar membuka aplikasi WhatsApp dan dengan tidak sopannya membuka room chatnya dengan sang Mama.

"Apaan anjir?" Sekala bertanya dengan gemas.

"Nih nih dengerin," Dimas memberi instruksi, membuat Sekala dan Linggar membuka telinganya lebar-lebar. Dimas menarik nafas, bersiap membacakan chat dari Mama Riga. "Kak, PS5 nya sudah sampai ya, mama taro di kamar kakak." Ucap Dimas dengan suara yang dilembut-lembutkan, cosplay menjadi Mama Riga.

MISI SEKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang