Dua

7 1 0
                                    

Tinggg.. Tinggg.. Tinggggg..!!

Bel istirahat pertama berbunyi dengan lantang, seakan-akan para penghuni SMA Bintang Tiga wajib menyisihkan perhatiannya sejenak mendengar bel tersebut berbunyi. Zahra berjalan menuju keluar kelas jari lentiknya menggenggam ponsel, melirik ke kanan dan ke kiri lorong kelas berusaha mencari orang yang sedang ia cari. Azmi mengikuti langkah Zahra dari belakang sementara tangannya tengah sibuk membetulkan dasi yang sempat melorot karena hawa panas kelas menyerang.

Zahra maju melangkah menjauhi ambang pintu yang selalu setia tak berpindah. Menunggu langkah Azmi yang selalu lamban jika sedang membetulkan dasinya itu. Badannya berbalik mencari sumber suara yang memanggil ia dari kejauhan.

"Zahra.. Raa.. Tunggu" Zahra menoleh, ia melihat dua orang laki-laki berjalan setengah lari menghampirinya.

Tak langsung menyaut pada sumber suara, pandangan Zahra teralihkan dengan kegiatan dilapangan sekolahnya. Dari lantai tiga tentunya semua siswa maupun siswi dapat melihat kegiatan apa saja disana. Ternyata club basket Bintang Tiga tengah sibuk berlatih untuk pertandingan yang diadakan minggu depan. Gigihnya masing-masing anggota basket membuat siswi yang ada disekitar mereka berteriak lebay dan histeris.

"Hooooo Kak Bryan semangat!!"

"Ganteng banget sumpah. Tuhan perbanyaklah ciptaanmu yang seperti ini"

"Kalian pasti bisa!!! Semangatt!!"

"Bryan sayangku. Semangat latihannya ya!"

"Bryan ganteng banget astagaaaaaaa.."

"Bryan kece banget woy!!!"

'Gue ngerasa debu disini. gumam salah seorang dari anggota basket

Bryan memang terkenal dengan prestasi dalam olahraga basket. Selain memiliki prestasi, ia dipercaya menjadi kapten di club basket sekolahnya. Sifat ramah yang selalu terlihat, wajahnya mendominasi keturunan negri jiran membuat ia banyak digemari oleh seluruh penjuru siswi SMA Bintang Tiga, hanya saja mereka sedikit kecewa ketika Bryan memiliki pacar yang sampai sekarang masih dirahasiakan namanya.

Sudah merasa bosan berdiri, tangan kanan menopang sebelah pipi. Zahra mengecek bagaimana simpul dasi Azmi telah terpasang. Protes! Itulah yang ada dipikirannya saat ini.

"Mi masa masang dasi doang lama banget. Laper nih" gerutu Zahra dan sesaat kemudian dua laki-laki yang berlari tadi sudah tiba disebelahnya.

Melihat seseorang yang datang, Azmi merentangkan tangan dengan lebar. Bermaksud untuk menyambut dua orang yang baru datang itu. "Weh bro"

Mungkin Azmi menganggap kelakuannya biasa saja. Tapi menurut mereka itu adalah hal yang tidak biasa.

"Bisa gak loo diem aja sehari" protes salah satu dari mereka.

Azmi mengerutkan dahinya. "Ahh elu gitu aja sensi"

Zahra tertawa tipis, melihat ponselnya untuk memeriksa jam berapa sekarang. 10.05 belum terlambat untuk memesan baso tahu kesukaannya di kantin. Makanan paling favorit untuk anak SMA serta harganya terjangkau. Masalah rasa tidak perlu diragukan lagi.

Mereka berjalan bersama melewati lorong-lorong, beberapa siswa ataupun siswi yang sedang bercengkrama ringan. Mereka yang sedang bertanya tentang materi, bercanda dengan gelak tawa, bahkan ada yang sedang apel bersama pacarnya. Ekhem

Jarak kantin hanya beberapa meter lagi, sebelum masuk kesana Zahra mengecek uang yang ia bawa. Takut-takut ia lupa membawa uang lebih karena separuh uangnya disimpan didalam tas yang berada dikelas. Okey segini cukup, batinnya.

Zahra mengelilingkan pandangannya mencari meja yang kosong untuk ia tempati dan para sahabatnya itu. Ternyata ada meja yang baru saja ditinggalkan oleh penghuninya, hanya saja lumayan jauh dari roda para pedagang. Terletak paling ujung dari yang lain. Karena tak ada pilihan lain, dan kantin tampak padat oleh lautan manusia. Mereka duduk disana sembari memesan makanan untuk dimakan tentunya.

"Aku mau baso tahu, harus ada kentangnya" Zahra memberitahu Azmi pesanannya. Azmi mencatat.

Firman memegang dagunya berusaha berpikir makanan apa yang akan dia pesan. "Gue pingin jus aja, jus jambu"

"Lo apa?" tanya Azmi, pada seorang laki-laki yang sama halnya bingung ingin memesan apa.

"Gue apa ya. Samain aja kayak Firman"

"Apa-apa musti sama kek Firman, ngefans lu Bar?" Azmi masih fokus menulis pesanan tapi ucapannya tertuju pada seseorang yang mengucapkan pesanannya barusan.

Ia memicingkan matanya, entah tanda suka atau tidak. Sulit ditebak. "Masalah lu dimana Mi?"

Tak dihiraukan oleh Azmi. Ia pergi meninggalkan mejanya menuju ke kasir kantin menyerahkan kertas yang baru saja ia tulis isinya. Kemudian kembali pada posisi awal ia datang.

"Mang eaa kan? Kek kembar luu. Apa-apa musti sama. Jangan-jangan lu suka sama cewe yang disuka Firman lagi" tebak Azmi tidak sengaja

Firman yang merasa dirinya yang dibicarakan menggebrak meja dengan ringan. Karena ia tak mau menjadi pusat perhatian nantinya. Mereka terdiam, jika Firman sampai marah mungkin satu kantin ini hancur karenanya. Seperti kejadian tahun lalu, ketika ia mempertahankan harga dirinya didepan penghuni kantin. Pada saat itu, satu geng Kakak kelasnya mengganggu Zahra yang sedang makan bersamanya. Ia tak terima, dengan mudahnya ia layangkan pukulan tepat dihidung Kakak kelasnya itu, darah yang tak berhenti mengalir membuatnya harus dilarikan ke UKS.

Firman menghela nafas mengingat kejadian itu. Menatap layar ponsel sejenak kemudian menyimpan benda pipih itu diatas meja. Tak ada topik yang terdengar, sampai makanan tiba.

"Eh katanya bakal ada pertandingan basket ya? Aku denger dari anak kelas tadi" kata Zahra tapi pandangannya tertuju pada baso tahu yang dilapisi dengan bumbu kacang yang melimpah.

"Hmm, tapi gue ga ikutan Ra" Firman meneguk jus jambunya perlahan.

Zahra mendongak, tumben?

Mereka melanjutkan aktivitasnya masing-masing, ada yang makan, minum, dan mengecek pekerjaan dari kejauhan. Firman termasuk orang yang cukup sibuk, meski sedang istirahat, ia tetap mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia diwarisi sebuah perusahaan milik mendiang ayahnya. Sementara ibunya memiliki sebuah toko kue yang berada ditengah kota Bandung. Tokonya cukup ramai dikunjungi oleh para pengunjung, karena cita rasa yang sangat enak nan lembut dimulut. Para pengunjung tak sekali dua kali untuk kembali lagi.

Satu per satu penghuni kantin meninggalkan tempat duduknya setelah membayar makanan yang mereka beli. Pedagang menerima dengan senang hati, karena merasa puas setelah melihat ekspresi suka dari para siswa/i yang telah menikmati makanan buatannya itu.

Merasa kenyang dengan santapannya, Zahra membayar ke kasir yang sedang dijaga seseorang. Mang Sardi.

"Mang tadi aku beli baso tahu, lewat Azmi. Jadi berapa?" tanya Zahra sambil mempersiapkan beberapa lembar uang yang akan dia berikan.

Mang Sardi menoleh, "Ahh neng, jadi 10k aja"

Zahra mengeluarkan uang 10.000 pas, berterimakasih sebelum ia pergi menyusul teman karibnya. Mensejajarkan langkahnya dengan yang lain, ia melihat Akbar yang setengah fokus dengan ponselnya. Ia penasaran dengan hal itu, biasanya Akbar tidak sesibuk itu jika ada urusan.

"Bar ngapain? Kita ke museum yu, ada museum yang belum aku kunjungin" saran Zahra yang berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Akbar.

Akbar tak menyaut langsung, kemudian menoleh ke arah Zahra yang sedang berharap padanya. "Dimana?"

Sepertinya senang karena ada yang mendengarkannya, sementara dibelakang Firman memperhatikan dengan seksama obrolan yang sedang dibicarakan dua orang didepannya.

"Gak jauh dari kota. Sekitaran sana banyak tukang makanan juga" kata Zahra menjelaskan sedikit keadaan disana.

Akbar mengangguk kecil tanda setuju jika ia akan menemani sahabat perempuannya itu untuk berkunjung ke sebuah museum.

Kelas mereka berbeda, jikalau Azmi dan Zahra ada di kelas 12 IPS 1 sedangkan Firman dan Akbar, mereka berbeda jurusan dengan sahabatnya yang lain. Yakni dikelas 12 IPA 2. Gedungnya pun cukup jauh karena terhalang oleh mushola dan perpustakaan sekolah.

"Tar balik bareng ye, gue bawa mobil" Firman melambaikan tangan kearah Zahra seorang. Zahra membalas lambaian itu dengan lembut

"Oh okey" Azmi masuk ke kelas dengan santai dan berteriak tidak jelas. "WOYYY!!!" memang gila anak satu ini.

🌼

Bersemi BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang