Janji

17 2 0
                                        

"Rey..."

"Apa?"

"Kok diem?"

"Nggak kenapa-napa, cuma lagi mikir cari kata tepat buat membalas perkataan Candra Bestari"

Candra terdiam. Membalas perkataanku hanya dengan seulas senyuman. Sebelum akhirnya sebuah kata merekah dari lisannya.

"Kalau kamu nggak ngebalas perkataanku juga nggak papa. Aku kan bukan lagi nembak yang butuh ja-"

"Ndra Stop!"

Aku menunduk, membungkam mulut Candra dengan kedua telapak tanganku.

"Atmosfer cinta-cintaan nggak cocok untuk hubungan kita Ndra"

Maaf atas tindakanku yang kurang sopan Ndra. Aku sebenarnya sangat-sangat suka sama kamu. Jantungku selalu berdebar hanya dengan memikirkanmu. Apalagi katamu barusan membuat jantungku serasa meledak saking bahagianya. Tapi, aku udah terlanjur janji sama Mama, kalau aku akan mengendalikan hatiku selama masih sekolah. Meski jika kau membenciku setelah tindakanku ini, aku telah berjanji untuk tidak akan mengecewakan Mama. Demi Mamaku yang tangisnya harus kujaga. Demi itu, aku akan menerima segala kekecewaanmu Ndra.

Tak berapa lama, kurasakan tangan Candra memyentuh telapak tanganku sesaat, lalu menyisihkannya agar ia dapat berbicara. Aku masih tertunduk, aku bilang siap menerima umpatannya tapi aku takut.

"Rey..."

Akhirnya dia memanggil namaku dengan lembut.

"Kok jadi kayak mau nangis?"

Kini telapak tangannya telah mendarat di dahiku. Mengangkat kepalaku pelan-pelan hingga kami bertatapan kembali.

"Apa bercandaku kelewatan? Maaf ya, aku sebenarnya cuma mau niru lelucon Rahagi padamu. Supaya seorang Reyhan tidak kesepian tanpa Rahagi"

Hatiku berdesir saat memaknai perkataan yang berjuta arti. Aku lega Candra hanya bercanda. Aku sedih karena artinya dia menyukaiku bukan dalam makna romantis tapi humoris. Namun aku terenyuh dengan usahanya menyisihkan kesepian yang bahkan tak kurasakan. Lalu aku berharap Candra benar-benar menyukaiku kembali.

"Apa aku terlihat sesedih itu tanpa Kak Rahagi? Padahal aku tak merasakan apapun"

"Ya, tapi kan kalian sering bersama. Pasti rasa sepi itu ada"

"Masak sih? Eh, tapi kalau di pikir-pikir tadi kamu udah mirip sama Kak Rahagi kok. Sejak kami masih kecil dulu dia selalu bilang 'Rey... Sampai kapanpun aku akan suka padamu. Rey, aku akan selalu ada untukmu. Rey... Aku akan menjagamu seumur hidupku, tunggu aku sampai dewasa ya, nanti aku nikahin Mamamu dan jadi papamu' pokoknya Kak Rahagi kecil naksir berat sama Mama. Oh ya kadang dia juga bilang gini Re-"

"Rey!"

Candra memotong kisahku tiba-tiba.

"Tunggu aku dewasa, lalu akan mengutarakan cinta dengan benar. Bukan yang seperti Rahagi. Tapi dari perasaanku sendiri"

Waktu terasa membeku. Bumi serasa berhenti berotasi sementara udara seolah gagal menembus paru-paru. Kami terperangkap dalam tatap. Matanya membuatku rindu meskipun ia berada di hadapanku.

Drrrt... Drrrt

["Halo Ma?"]

["Mama udah di depan sekolah kamu Nak. Tadi Kakak ngabarin Mama kalau kamu pulang sendiri"]

["Hah? Kak Rahagi nelpon Mama?"]

["Iya, katanya dia udah move on dari Mama dapat pacar baru"]

["Astaga... Emangnya Mama mantannya Kak Rahagi, sampek harus dikabari segala"]

["Kayak nggak hapal kelakuan absurd Kak Rahagi aja. Ya udah, Mama tunggu di depan ya sayang. Nanti kita sekalian makan di luar karena Ayah ke luar kota"]

["Oke, Mama"]

Mama menutup teleponnya. Candra masih memandangiku yang membuatku bingung bagaimana seharusnya aku menyikapinya.

"Udah dijemput Mamamu?"

Aku mengangguk. Mulutku terasa beku untuk menjawab Candra. Jangankan untuk berkata-kata. Menatapnya saja sudah sangat malu.

"Ayo, ku antar sampai depan"

Candra berdiri. Mengulurkan tangannya yang mengundang hatiku untuk meraihnya dengan genggaman kebahagiaan. Aku mengulurkan tanganku dengan ragu. Namun Candra sangat sigap hingga mengubah gerakan tangannya. Ia menyambar hoodie yang kukenakan dan memutup kepala beserta wajahku dengan segera.

"Jangan pasang wajah kayak gitu. Cewek jadi-jadian kayak kamu jadi keliatan imut tahu kalau lagi malu-malu"

Lalh kekeh merdu ku dengar dari menyusul tutur Candra.

"Sialan kamu Can! Bodo amat, aku udah ditunggu Mama"

Aku mengumpat lalu pergi berjalan cepat mendahului langkah pelan Candra yang mengekor padaku. Aku menengoknya sesaat sebelum pada akhirnya sampai di gerbang masuk ke mobil Mama. Ia melepas langkahku dengan senyum manisnya. Senyum paling sahaja yang pernah kuterima. Aku membalas senyum itu sebentar dan melangkah kembali dan masuk mobil.

"Tadi siapa Rey?"

"Temen sekelas Reyhan Ma"

"Namanya?"

"Candra Bestari"

Mendengar nama Candra, raut mata nampak berkerut sesaat. Menimbulkan kekhawatiran di benakku. Takut kalau Mama kepikiran dan mengira aku sedang menjalin hubungan yang lebih dari pertemanan dengannya.

"Ma... Reyhan nggak pacaran kok. Percaya Ya... Reyhan kan tomboi Ma, kebanyakan temennya cowok, Candra cuma temen Reyhan."

Mama tersenyum. Ia menangkap kekhawatiranku dan mengusap pipiku pelan.

"Nggak... Mama sama sekali nggak berpikiran kalau Candra pacar Reyhan. Dan Mama percaya banget sama sama kamu, sebab Mama percaya kalau selama ini Mama udah ngedidik Reyhan dengan baik"

"Makasih ya Ma. Pokoknya Rey janji akan ngilangi trauma Mama. Rey janji nggak akan ngulangi kesalahan Mama dulu"

*****







Humour Of LibraryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang