11. Si pantang menyerah

6K 107 9
                                    

Sean melangkah bersama Meira menuju tempat pemarkiran. Mereka berencana pulang bersama karena sebelumnya Sean sudah berjanji pada Meira. Jika lamarannya diterima sebagai guru, maka Sean akan mentraktir sahabat yang pernah singgah di hatinya itu makan di tempat biasanya.

Semua pasang mata yang melihat merasa iri dengan kedekatan Meira dengan Sean dan mengira mereka merupakan sepasang kekasih. Akan tetapi, ada beberapa orang yang melihat mereka dengan tersenyum, merasa setuju dengan keduanya yang terlihat sangat cocok. Padahal mereka tidak lebih dari sekadar sahabat.

“Lo pasti ngerasa gak nyaman banget ya pas Vio ngajak lo pacaran di ruang guru yang masih rameh tadi?” tanya Meira saat langkah mereka sudah berhenti di area parkir.

“Gue sebagai Tantenya Vio, maaf ya, Sean,” ucap Meira.

“Vio itu emang kelewat polos, nggak ngerti su—”

“Nggak masalah, Mei,” ucap Sean memotong penjelasan Meira.

Meira tersenyum. Wanita dewasa itu merasa lega kalau Sean tidak mempermasalahkan keponakannya yang terlalu berani seperti tadi. Namun tanda dia duga, Sean justru merasa senang dengan pengakuan Viona walaupun pria itu sudah tahu dengan perasaan gadis itu sejak hari pertama ia mengajar di rumah sebagai guru lesnya. Di mana pada saat itu Sean diminta memegang dadanya untuk merasakan betapa kencangnya detak jantung gadis itu saat berada di dekatnya.

“Tapi....” Ucapan Sean yang sengaja dijeda membuat Meira menatapnya bingung.

“Tumben banget lo manggil gue tanpa plesetin nama?”

“Soalnya gue lagi serius minta maaf sama lo. Masa iya minta maaf tapi manggilnya se-tan aja?”

“Dan... Biar lo nggak batal traktir gue,” imbuh Meira. Sontak, Sean tergelak.

Kemudian mereka melenggang dari sekolah dengan motor macho milik Sean, menuju kafe yang sudah menjadi tempat favorit mereka.

Meira merasa senang karena Sean tetap mau berteman dengannya walaupun ia pernah menolak ajakan pria itu untuk berpacaran. Ia harap hubungannya akan terus seperti ini, tetap menjadi teman yang menyenangkan sampai mereka tua.

Selesai mengisi perut, Sean mengantar Meira ke apartemennya. Kemudian pria itu langsung pulang, beristirahat sebentar di rumah sebelum pergi ke kediaman keluarga Edward untuk mengajar Viona.

***

Thank you, Set4n. Lo baik banget deh udah traktir gue makan dan antar gue pulang.

Meira mengirimkan kalimat tersebut ke nomor ponsel Sean melalui aplikasi hijau berlogo telepon.

Tiba-tiba saja ia kepikiran dengan keponakannya, Viona. Gadis itu memang manja dan gampang menangis hanya karena hal-hal sepele, akan tetapi ia takut dengan gadis itu yang kemungkinan mengadu pada Kakaknya, Edward. Ia hanya menghela napas panjang dan berharap gadis itu tidak benar-benar mengadu pada Edward.

Seperti kebiasaannya beberapa hari terakhir ini, Meira menenangkan pikirannya dengan mendengar suara benturan dua benda bulat yang keras. Wanita itu mengambil lato-lato dari dalam tas, kemudian memainkannya sambil melangkah menuju unit apartemennya.

Setelah memasuki unit apartemen, tubuh Meira langsung membeku saat melihat Kakaknya, Edward sedang duduk dengan kaki menyilang dan kedua tangan melipat di depan perut. Ditambah ekspresi wajahnya yang tidak bersahabat, membuatnya terlihat angkuh dan menyeramkan.

Pletak!

“Awhh....” Rintihan lolos di mulut wanita itu saat lato-lato yang dimainkannya malah mengenai punggung tangan. Pasti rasanya sangat sakit.

Pak Guru, Mau Gak Jadi Pacarku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang