Andra menceritakan secara rinci perihal perjanjian utang-piutang yang menyangkut pautkan Alana di dalamnya. Cewek kelahiran Febuari itu harus bersedia di persunting menjadi menantu Madam Arimbi, bila seluruh bunga yang telah beranak pinak menjadi miliyaran tersebut tidak segera dilunasi dalam kurun waktu tiga bulan mendatang.
Andrew yang hanya tahu tentang pinjaman yang dilakukan mantan istrinya, mengambil jalan pintas dengan bergabung bersama para bandar narkoba demi mendapatkan uang secara instan. Namun, selaku seorang ayah, Andrew tidak mengetahui jika tidak dapat melunasi maka anaknya yang akan menanggung risikonya.
Tepatnya tiga tahun lalu, perusahaan yang bergerak dibilang properti itu mengalami kerugian besar, semua dikarenakan empat staf bagian keuangan mengambil separuh uang khas. Membuat Andrew dan Yana berperang hebat saling menyalahkan. Tak habis akal, Yana menyarankan untuk meminjam modal ke renternir, gampangnya Andrew menyetujui berharap semua akan kembali normal. Namun siapa sangka keduanya malah makin jatuh sejatuh-jatuhnya. Klien banyak yang membatalkan orderan, tak tanggung-tanggung ada yang meminta dikembalikan DP-nya. Mau tak mau gali lubang tutup lubang terus diluncurkan hingga bunga-bunga hutang makin merajalela berkembang biaknya.
Alana memejamkan mata, meresapi degupan jantung yang kian menyentak tanpa jeda. Dalam hati menguatkan diri, meski kenyataan pahit tak dapat dipunggukiri. Takdirnya sempurna menyedihkan.
"Dua bulan lalu, apa kamu menandatangani sesuatu dengan Mamamu?" Andra menatap Alana.
Gadis berdress itu menerawang kenangan beberapa waktu lalu, kemudian mengangguk. "Mama cakap, tanda tangan tu sebagai bentuk bile saye setuju perihal perceraian mereke," pungkas Alana, ingatannya masih menangkap jelas kejadian naas sebelum rumahnya di sita sekumpulan permen berbadan besar.
"Astaghfirullah." Andra mengusap kasar wajahnya.
Kila kian pecah tangisnya. Sementara Lubna siap sedia dibelakang keponakannya, takut-takut cewek itu runtuh kekuatannya.
"Lubna!" Hanel memanggil, yang merasa namanya disebut segera menoleh. "Tolong awak bawe mereke due masuk ke bilik. Basuh muka dan ajak makan."
Gegas, Lubna mematuhi perintah.
"Bunganye je, berapa duit?" tanya Hanel setelah tiga wanita itu telah berlalu masuk salah satu kamar tamu di lantai satu.
Andra menghempaskan bebannya di sofa berhadapan dengan pria berkemeja coklat tua. "Yang saya dengar miliyaran," jawabnya.
"Lumayan tu."
Andra mengangguk. "Tapi yang saya pusingkan bukan tentang hutangnya, lebih ke perasaan Alana."
"Kau betul lah. Dah ade solusi?"
Diembuskan napas Andra perlahan. "Kita tunggu kabar dari Baim dan bawahannya yang lain. Setelah itu baru pikirkan langkah apa yang nantinya akan kita pilih."
"Okelah."
--
Sayup-sayup Alana mendengarkan percakapan Kila dan Lubna yang membahas jalan pintas untuk keluarganya. Alana memilih diam, berpura-pura masih terlelap tenang. Namun pendengaran ditajamkan agar tak satu pun obrolan mereka terlewatkan.
Beberapa menit berlalu, kedua wanita paruh baya yang sedari tadi mencela Yana habis-habisan menyimpulkan sesuatu yang membuat kedua bola mata Alana membulat kaget.
"Menikah?" Kila mengulang saran dadakan dari temannya itu.
"Ya, menikahkan Alana dengan Levine! Ide bagus, kan?" simpul Lubna tersenyum penuh percaya diri.
Alana tak dapat lagi berlagak bagai putri tidur lagi, segera ia beranjak. "Taknak!" tukasnya membantah, mata lentiknya kembali berkaca-kaca.
Bukan karena takut pada sebuah pernikahan, tapi lebih ke siapa si calon pengantin pria yang akan mempersuntingnya. Yang benar saja, cowok yang membuat masa kecilnya menjelma suram itu masa iya akan menjadi masa depannya. Alih-alih membaik justru kian memperkeruh keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA
Подростковая литератураAlana, korban broken home sekaligus selebgram berdarah Melayu, terpaksa bertunangan dengan Levine, sepupu sekaligus musuh masa kecilnya. Keduanya tidak bisa menolak ide konyol Lubna-ibunya Levine, hanya cara itu yang dapat membebaskan Alana dari jer...