4. Jarak

13 1 0
                                        

Ariyana menatap seorang laki-laki yang berjarak lima meter darinya.

Ariyana menatap seorang laki-laki yang berjarak lima meter darinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Laki-laki itu tersenyum dan mulai memperkenalkan dirinya.
"Aku-," seseorang memotong kalimatnya.

"Dia calon suamiku." jelas seorang perempuan yang sejak tadi berada di belakang laki-laki itu dengan senyum manisnya.

"Dua bulan lagi kami akan menikah." jelasnya dan seketika nafas Ariyana rasanya sesak.

"Aku harap kau tidak keberatan dan tidak mengganggu calonku lagi."

Ariyana mengernyitkan dahinya, "Maaf, sepertinya aku tidak mengenalnya. Kau mungkin salah orang." tegas Ariyana kemudian ia pergi meninggalkan dua pasangan itu.

Ariyana berusaha menahan rasa sakit di kepala yang semakin menyerang. Ia mempercepat langkahnya. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti.

Akh!! Hatinya mulai memberontak. Ia berusaha menolak untuk mengingat laki-laki itu. Sementara laki-laki itu memperhatikan Ariyana yang sedang menahan rasa sakit.

Ia hendak menghampiri Ariyana. Namun, perempuan yang kini telah berada di sampingnya itu berusaha menahan tangannya.

Ariyana berjongkok, lalu berusaha berdiri. Ia tidak ingin mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya, ia hanya ingin bergegas meninggalkan dua orang itu.

Disisi lain laki-laki itu berusaha melepaskan tangan perempuan tadi. Tapi, perempuan itu tiba-tiba memeluknya.

"Tolong, lepaskan aku!" tegas laki-laki itu. Kemudian perempuan itu melepaskan tangan laki-laki yang hendak mengejar Ariyana.

"Rain, ku mohon jangan pergi!" teriak perempuan itu dengan sengaja agar terdengar oleh Ariyana yang jaraknya belum jauh dari posisi mereka berdua berdiri.

Ya, Ariyana cukup terkejut mendengar nama itu. Ia ingin memastikan kalau laki-laki itu benar-benar Rain. Ketika hendak menoleh ke belakang, seseorang menghampirinya.

"Ariyana! Aku menunggumu sejak tadi. Sudah dua jam lebih kau diluar."

"Ma-maafkan aku, ayo ke dalam." ujar Ariyana dengan senyum palsunya.

***
Rain's POV

Aku menatap tajam perempuan ini, "Mengapa kau lakukan itu?"

"Aku hanya menolongmu."

"Kau menolongku? Apa itu disebut menolong sementara kau menyentuhku seperti itu. Kau telah membuatku terjerumus dan memperburuk kondisinya!" Tegasku.

Sengaja aku menekankan nada bicaraku agar perempuan ini cepat sadar bahwa apa yang dilakukannya itu salah.

"Tapi, kau telah berjanji padaku, Rain. Jika dia tidak cemburu dan telah lupa padamu, maka aku punya hak untuk menjadi pendamping hidupmu."

"Tapi, bukan dengan cara seperti ini, Airin! Dengar kita belum halal."

"Tapi, Rain.." Ia mengangkat tangannya hendak menyentuhku.

"Sekali lagi kau menyentuhku seperti itu, maka jangan harap ada kesempatan lagi untukmu. Aku permisi." Aku melangkah pergi meninggalkannya.

Meskipun pelan, aku mendengar gumaman yang ia lontarkan sebelum aku menjauh darinya.

"Aku tidak akan menyerahkanmu kepada siapapun, Rain. Karena kau hanya milikku dan bukan milik siapapun. Aku yang lebih berhak atas dirimu daripada dirinya."

Ingin aku berbalik dan menceramahinya, tapi aku sadar, situasi saat ini sedang tidak baik dan tidak memungkinkan untuk itu. Aku mempercepat langkah kaki ku untuk menjauh darinya.

***
Pintu Kamar Ariyana
Rain's POV

Aku mendekati pintu kamar tempat Ariyana dirawat kemudian mengetuknya. Tak berselang lama nampaklah seorang suster yang membukakan pintu.

Suster itu menatapku dengan tajam. "Maaf jam kunjung sudah habis. Silahkan anda datang lagi besok, Tuan." tegasnya.

Aku menghela nafas, "Baiklah, tapi aku ingin meminta satu hal."

"Jika hal itu tidak bersangkutan dengan nona Ariyana, silahkan disampaikan."

"Kenapa kau begitu kejam kepadaku, Suster?" tanyaku yang dibalas dengan tatapan sinis dari orang yang ku panggil suster itu.

"Oke, Aku mengakui kesalahanku. Aku ingin meminta maaf kepada Ariyana secara langsung. Hanya satu menit saja, hmm?"

"Bukankah tadi aku memberimu kesempatan untuk berbicara dengannya? Kau juga sudah berjanji tidak akan menemuinya lagi jika kondisinya memburuk."

"Kau telah memperparah keadannya, Rain. Dia bahkan tidak ingin sama sekali berbicara denganku. Kau tahu, sangat sulit membuatnya untuk bersikap terbuka lagi. Sekarang pergilah! Permisi." pungkasnya sambil menutup pintu kamar Ariyana.

Aku hanya bisa memegang jidatku yang berdenyut karena frustasi.

***

Leave me RainWhere stories live. Discover now