Area Pemakaman
Ariyana's POVAku menaburkan bunga putih di makam nenekku. Ya, aku selalu datang kesini. Sewaktu dia hidup aku selalu menceritahkan kisahku kepadanya. Dia juga membantuku dalam memulihkan ingatanku yang hilang.
Benar, dia bukan nenekku. Aku bertemu dengannya tepat setelah mataku berhasil di operasi. Dia satu ruangan denganku. Dia terkena kanker paru-paru stadium akhir. Nenek ini sangat ceria orangnya. Tidak pernah marah dan suka mendengar keluh kesah orang-orang.
Ah, aku rindu saran dan suara tawanya. Sekarang di tempat ini meskipun dia sudah tidak bisa mendengar, aku tetap mencurahkan keluh kesahku kepadanya. Berharap Allah bisa menyampaikan ceritaku kepada orang telah aku anggap nenek ini.
"Kau tahu, dia benar-benar datang."
"Seperti yang kau katakan waktu itu, ia datang dengan penuh kejutan."
"Ah, aku tidak boleh menangis disini. Aku harus menghapus air mataku, bukan? Aku tidak pantas cemburu padanya bukan?"
"Kau selalu bilang, jika aku jatuh cinta, maka cintailah dia yang sudah mengikat janji setia. Dia yang telah halal untukku. Dia yang bertanggung jawab menjagaku, hingga mata ini tak lagi melihat dunia yang begitu kejam."
"Aku... Hiks.." Gerimis mulai turun seiring dengan tangisanku dan kemudian membahasi area pemakaman. Seseorang datang dan memayungiku. Karena malu aku menutupi wajahku dengan tangan.
"Pergilah!" Aku mengira dia adalah Rain. "Aku sudah bilang, biarkan aku sendiri." Hening, tidak ada jawaban. Aku tidak berani menjauhkan tangan dari wajahku. Tapi, aku mendengar bunyi rintikan hujan di atas payung. Berarti orang itu masih disini.
"Aku tidak ingin menambah bebanmu, aku tidak ingin berhutang budi padamu. Payungi dirimu sendiri, nanti kau sakit." Orang itu tertawa mendengar ocehanku.
"Kau tahu akan sakit jika tidak memakai payung. Lalu kenapa kau tidak membawanya?" Aku terkejut mendengar suaranya, dia bukan Rain.
"Kak Archell!" ujarku dengan nada terkejut.
Ya, nama orang itu adalah Archell. Pemuda tampan yang mempunyai tinggi 1,74 cm, berbadan tegap, dengan warna kulit kuning langsat sama sepertiku.
"Kau berbicara seolah-olah aku pasienmu. Apa aku terlihat seperti seseorang yang gampang sakit?"
Aku tersenyum menggeleng, aku kemudian berbicara tanpa menatapnya, "Haha... Tentu saja tidak, dengan fisik seperti itu para penyakit malah banyak yang pergi."
"Wah, kau meledekku?" Aku tertawa mendengar ocehannya.
Tidak terasa sudah 10 menit berlalu. Awan gelap berlalu dan berangsur menjadi cerah.
Aku menatap sekilas kak Archell yang melirik jam tangannya. "Pergilah, banyak pasien yang menunggumu."
Ia mengangguk. "Lalu kau?" tanyanya.
"Aku ingin lebih lama disini." balasku.
"Baik,-" Aku memotong ucapannya, karena tahu apa yang akan dia katakan.
"Jaga kesehatanmu, aku tahu."
Dia tertawa, "Dan,-"
"Jangan menangis lagi, aku berjanji. Sekarang pergilah, nyawa seseorang tidak boleh dipermainkan bukan?" dia membalas jawabanku dengan anggukan.
"Kalau begitu, assalamu'alaykum.
"Wa'alaykumussalam." balasku.
Lima menit setelah kak Archell pergi, seseorang berjalan mendekatiku.
"Hei, Ariyana!" teriaknya.
"Kau tampak sangat bahagia sekarang. Kau membuat Rain menjauhiku, lalu sekarang kau malah berduaan dengan orang lain."

YOU ARE READING
Leave me Rain
Fiksi UmumSeorang gadis kecil dijauhi oleh teman-temannya hanya karena ia memakai hijab dengan tujuan agar ia dapat menjalankan syariat Islam dengan benar. Ia sudah tahu bahwa hijab dapat menjauhkannya dari godaan dunia. Saat itulah ujian demi ujian mulai men...