Part 3: Near

415 87 61
                                    

"Tunangan?" Nala mengulangnya lagi. Tiada terlintas sekali pun kata itu di pikirannya. Terlebih lagi, pengungkapan itu berasal dari lisan Arganta Damian. Ia memastikan tidak ada yang salah dengan beradu tatap, tetapi lelaki itu tidak bercanda.

"Ya."

Nala terhuyung akan pikiran yang kelabu, ia menurunkan kepala dengan mata berkeliaran tak menentu.

"Tujuh," ucap Arga, Nala mengamati kalimat itu menjadi sempurna. "Batas waktu paling cepat hingga tujuh bulan."

"Kenapa?" tanya Nala.

"Anda cukup muda untuk mengalihkan pernikahan sebagai jalan yang masih belum matang untukmu."

"Ini hal yang besar."

"Namun, bisa saja setara dengan tiga prihal yang anda sebutkan," tekan Arga seolah-olah itulah puncak inti, faktanya dia benar.

"Mengapa harus jadi tunangan? Saya tidak mengerti," celetuk Nala menuntut jawaban pasti.

"Tidak perlu mengerti dan fokuslah pada buah yang akan anda dapatkan." Arga berubah dingin atas nada bicaranya.

Nala tak terima, ia langsung mencecar, "Tidak bisa, saya tetap harus tahu alasannya. Anda Tuan Arganta Damian dan saya Nala mantan pelayan, apa tujuan anda melakukan hubungan yang terkait dengan orang biasa seperti saya? Tidakkah saya bodoh bila menyetujui perkara mengerikan ini tanpa tahu keterangannya?"

Arga mematung atas setiap penuturan Nala, ternyata gadis itu tidaklah mudah, ia salah mengira dan itu sedikit menumbuhkan beban. Namun, Arga mempersingkat agar Nala tak lagi bersoal.

"Saya benci pernikahan—"

Kalimat itu kontan menghantarkan keheningan pekat, terjalin sebuah pandangan penuh misterius. Nala tergemap, lidahnya tak bisa bergerak saking tiada menduga bongkahan kata itu benar dikatakan oleh Arganta Damian. Akan tetapi, setiap ilusi di benak kandas tatkala pintu dibuka oleh seseorang.

Arganta lekas berdiri ketika melihat Maula Meghana masuk ke dalam, sesungguhnya ia panik, terlebih kala Maula mendapati Nala duduk dengan tampang lugu. Sial, Arga terkena getah bahkan sebelum semuanya dimulai.

Nala bangun dengan lutut lemas, entah mengapa dadanya terpompa begitu Maula memandanginya sejenak, wanita itu terpaku melihat keberadaannya. Nala tidak menduga bahwa Maula adalah wanita berumur lima puluh tujuh tahun yang terlihat menawan, ia pastikan amatlah cantik dan berwibawa dengan pakaian yang indah.

"Nala?"

Sedetik kemudian Nala merinding, matanya masih memantau Maula mendekat lalu meraih dagunya lembut. Dia tersenyum hangat menciptakan kilat mata berkaca-kaca pada sang empu. Nala tak tahu bagaimana bisa ia terlalu emosional terhadap orang yang baru saja ia temui, tetapi dengan cara Maula mengetahui namanya, Nala merasa amat istimewa.

"Arga, apa di hadapan Mama adalah wanita yang kamu maksud?" Maula mengelus punggung tangan Nala, tentu Arga mati kutu akan itu. "Ya, Tuhan ... Arga beberapa kali membicarakanmu, ternyata kamu terlihat berkali lipat lebih cantik daripada yang Arga ceritakan."

Nala sembunyi-sembunyi melirik Arga yang melempar amatannya ke arah lain.  Nampak kebahagiaan berada di pupil sang ibu, Arga bisa merasakannya. Nala memang pengaruh yang besar.

Maula memeluk Nala sebentar, kemudian menyeka anak rambut gadis itu yang tersusun berantakan, Nala sangatlah menggemaskan dengan dua untaian rambut. "Kami tahu tentangmu, Nala. Namun, Mama tidak dapat menduga bahwa kamulah gadis yang akan Arga perkenalkan pada Mama."

Makin kalut, Arga gerah mendengar itu. Nala menganggap itu adalah bagian dari rencana yang memang sudah lelaki itu buat, tetapi sedikit butuh penjelasan.

SEVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang