Part 5: Damians

311 69 59
                                    

Hai! MAKASI UDAH MAU NUNGGU!!! ❤️ SELAMAT MEMBACA PART PANJANG INI YA 🫶🏻

***

"Mengapa kamu pantas untukku tunggu?" tanya Arga bersama segenap kerlingan intensif bertaut pada Nala.

"Karena aku wanita tersisa yang mau sama kamu," sahut gadis itu, kemudian berpura-pura membaca lima lembar kertas di tangannya.

Arga mencoba mengontrol emosi mengingat kesabarannya tipis, nyatanya gadis berbalut piyama yang terduduk meringkuk di sofa seberang ialah gadis yang sulit untuk ia kendalikan. "Nala, saya ingin kamu serius."

Penekanan dari Arga mengusik Nala. Sejak dua hari  lalu otaknya kusut menghafal semua jawaban dari banyak pertanyaan yang mungkin akan terlempar untuknya besok. Ya, besok Arganta akan mempertemukan Nala dengan keluarga. Namun, Nala tidak tahu semua kertas yang ada di tangannya lebih rumit untuk ia ingat dibanding mata pelajaran.

Lembar kertas di tangannya telah dilipat, napas berat ia keluarkan beriring protes dari bibirnya. "Ini penipuan. Apalagi di sini tertulis kalau aku gak mau dinikahin sama kamu."

"Jadi, kamu mau?"

Kali ini agaknya Arga mengusung Nala terkesiap sendiri, lelaki itu melipat kedua tangannya di dada tanpa menyudahi tilikan selidik. Nala refleks menegakkan tubuh karena panik.

"Gak! Bukan gitu." Suaranya menggema di ruang perpustakaan. "Secara logika, wanita mana yang gak mau nikah sama lelaki mapan kayak kamu. Skenario yang kamu buat sedikit gak masuk akal."

"Tidak bagi keluargaku," tukas Arga mampu membuat Nala bungkam, kesempatan itu ia ambil untuk bangkit dan menyudahi latihan mengingat sudah pukul sepuluh malam. "Tidurlah, saya yakin besok adalah hari yang melelahkan."

"Ya, hari ini juga melelahkan sekaligus menyebalkan." Nala menyandarkan punggungnya linghai, tapi tidak matanya yang menancap ke arah Arga. Baru saja seminggu tinggal di sini, ia sudah frustrasi. Bayangkan saja, ia menghabiskan waktu seharian penuh memasrahkan diri melakukan perawatan wajah, rambut, dan seluruh tubuh. Mulai dari waxing, full body massage, scrub, spa, manicure pedicure, facial, creambath dan lain sebagainya. Meski pelayanan di rumah, tetap saja Nala syok, untungnya ia tidak tahu berapa biaya yang Arga keluarkan.

"Setidaknya kulitmu tidak dekil lagi." Arga berlalu begitu saja seusai merapalkan bisikannya.

"Apa?" Nala tersinggung dan ia tahu Arga sengaja mengatakan itu dengan jelas. Akan tetapi, Arga ada benarnya, Nala merasa lebih rileks dan cantik. Wangi dari sabun pun masih melekat hingga spontan ia mencium kulitnya sendiri lalu sumringah. Ternyata tidak sia-sia.

Sudut bibir Arga naik, tingkah Nala sedikit konyol dalam pandangannya. Bahkan kini gadis itu sibuk menyentuh rambut yang mungkin memiliki tekstur berbeda dari sebelumnya. Arga berdeham lumayan keras, terlihat Nala terkejut mengetahui lelaki itu masih di sana.

"Baca dan hafal dengan baik, Nala. Jika ada satu kesalahan, perjanjian kita bisa batal." Arga memperingatkan, syukurnya gadis itu mengangguk singkat. "Besok ... bila Ayah tak bicara, jangan bertanya."

Nala menggigit bibir sewaktu Arga keluar dari ruangan. Ia mengejamkan mata seraya berdoa agar besok bisa berjalan dengan lancar. Setidaknya tidak mengecewakannya.

***

Arganta memeriksa jarum jam di pergelangan tangan, berdiri tegak di pintu utama dengan balutan jas dan celana hitam paripurna. Lima belas menit ia luangkan menunggu kehadiran Nala, rupanya wanita butuh ekstra waktu untuk merias.

SEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang