🎓Bab 1🎓

19 13 38
                                    

Takdir begitu kejam untuk aku yang ditinggal tanpa berpamitan.
~Asley


Suara ayam berkokok lebih dulu membangunkan seorang gadis yang terlelap dalam tidurnya, mendahului dering alarm yang sebelumnya rutin membangunkannya. Ia menyenderkan tubuhnya pada senderan kasurnya, suara burung yang saling bersahutan terdengar dengan jelas menandakan bahwa hari sudah mulai pagi. Jika mata itu dapat melihat, dari balik balkon kamarnya pasti sudah terlihat dengan jelas, sang fajar yang datang menyapa harinya. 

Gelap, itulah yang dapat dilihatnya saat ini. Tangannya meraba nakas yang berada di samping ranjangnya saat dia mendengar suara dering alarm dari ponselnya, tangan itu bergerak dengan lincahnya dan mematikan alarm tersebut hingga tidak ada lagi suara yang terdengar. 

Ainsley Cristina Casandra, ia beranjak dari tempat tidurnya dan meraba area sudut nakasnya dan di sana dia mendapatkan tongkatnya. Asley berjalan dengan bantuan tongkat tersebut untuk membawanya ke arah pintu balkon, saat tongkat tersebut berhasil menyentuh pintu balkon, Asley pun menghentikan langkahnya dan membuka pintu tersebut.

Udara segar di pagi hari ini sangat bagus untuk dihirup banyak-banyak. Asley menarik napasnya panjang, kemudian menghembuskannya perlahan, ada satu hal yang membuat Asley menyesal pada saat ini, karena dia yang kini sudah tidak bisa melihat indahnya langit di pagi hari. Itulah kenapa banyak sekali hal-hal kecil yang harus disyukuri sampai saat ini, Asley masih bisa menghirup udara tetapi dia tidak bisa melihat indahnya dunia. 

"Ma, kalo aja waktu itu aku nggak graduation."

Pintu kamarnya diketuk, tak lama setelah itu suara pintu yang terbuka terdengar dari dalam. Asley, pun kembali masuk ke dalam kamarnya.

"Non, hari ini mau pergi ke sekolah, kan? Saya datang untuk membantu persiapan," ucapnya dengan sopan.

Asley terdiam. "Bi, aku harus pergi sekolah, ya?" tanya Asley dengan ekspresi wajah yang sedikit sedih. Sejujurnya dia belum begitu bisa untuk kembali menjalani hari-harinya seperti satu tahun yang lalu, sebelum kejadian itu menimpanya.

"Iya, Non. Bukannya ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Non Asley sendiri?" Iya, hari ini memang sangat ditunggu oleh Asley tetapi bukan dalam keadaan dirinya yang masih seperti ini, tidak bisa melihat.

"Aku takut jika tidak ada yang mau berteman denganku di sekolah nanti, aku takut banyak orang yang menghinaku," ucap Asley membuat sang Bibi, tak dapat berkata-kata lagi.

"Asley, sayang? Kamu mau pergi ke sekolah, ya hari ini? Biar Tante aja, ya yang bantu kamu." Seseorang tiba-tiba saja datang memasuki kamar Asley, mendengar suara tersebut yang menghampirinya, Asley, pun memasang wajah datarnya dan tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh wanita tersebut.

"Kamu jangan khawatir, ya, anak Tante juga sekolah di sana, kok. Kamu tidak perlu khawatir, nanti Tante akan suruh dia buat bantu jagain kamu di sekolah," ucapnya lagi. Asley masih enggan untuk menanggapi, ntah mengapa, Asley tidak begitu suka dengan wanita ini, wanita yang akan menggantikan posisi Mamanya, Asley tidak rela, tapi dia harus tetap setuju demi kebahagiaan Papanya.

Mendengar soal anaknya yang juga satu umuran dengannya, Asley sedikit penasaran akan hal itu."Kenapa Tante baru bilang kalo ada anak yang satu umuran juga denganku?" tanya Asley.

"Bukannya nggak bilang, hanya menunggu waktu yang tepat saja. Ini karena sebentar lagi kita akan menjadi keluarga dan kamu juga harus tahu siapa saudara tiri kamu nantinya, semoga kalian bisa berteman dengan baik, ya," jelas Puspita.

Asley tersenyum kecut mendengar kata keluarga yang keluar dari mulut Puspita. Tidak ada keluarga baru yang bisa menggantikan keluarga Asley yang dulu, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Mamanya sebagai pilar dari keluarga ini.

Bad GraduationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang