chapter 7

327 73 12
                                    

“Lo minum seberapa banyak deh astaga,” keluh Sela sesaat setelah Sarah pergi dengan taksi. Gadis itu menahan lengan Erlan yang bergerak menyentuh perutnya sendiri.

“Panas, Sel..” Erlan menggenggam tangan kiri Sela, sementara itu Sela bersikap tak acuh karena sedang sibuk membuka ponsel Erlan untuk menelepon roommate sang kawan.

Erlan menarik tangan Sela hingga membuat gadis itu pun terduduk di sofa dan Erlan langsung menjatuhkan kepalanya pada pundak si gadis, mencari tempat yang nyaman untuk terlelap.

“Jangan tidur dulu,” gerutu Sela sembari menggerakkan pundaknya supaya Erlan kembali duduk tergap.

Yo, Er,”

Setelah dering kesekian, akhirnya panggilan itu tersambung.

“Halo, ini Rion temen sekamarnya Erlan ya?”

Iya, ini nomor Erlan kan?”

“Iya bener, ini gue Sela temennya Erlan. Ngomong-ngomong lo lagi di asrama gak?”

Iya lagi nonton, kenapa?”

Sorry kalo ganggu waktunya. Boleh minta tolong gak buat ke lobi asrama sekarang? Erlan mabok tapi gue gabisa anter dia naik ke atas,” ujar Sela sembari melirik kearah Erlan yang sudah tenang di pundaknya. Sepertinya lelaki itu sudah mulai tertidur.

Mabuk? Ohh oke, bentar.”

Thank you.”

Setelah panggilan itu terputus, Sela menepuk-nepuk pipi Erlan. “Woy woyy woy, bangun jangan tidur dulu,” pinta Sela.

Hal tersebut akhirnya berhasil membangunkan Erlan. Dengan mata yang masih terpejam, pemuda itu menegakkan badannya dan memegang tangan Sela yang tengah menepuk pipinya. Tapi, Sela bisa dengan mudah melepas tangannya itu.

Sela berdiri dari sofa ketika tak lama setelah itu suara denting lift terdengar.

“Lo Rion kan? Sorry ya ngerepotin malem-malem,” ujar Sela kembali meminta maaf setelah melihat kedatangan seorang laki-laki dari arah lift.

Mereka belum pernah bertemu sebelumnya, namun Erlan sempat bercerita tentang roommatenya itu. Beruntung Sela ingat namanya, kalau gak, entah nasib Erlan malam ini bakal kaya gimana.

Gadis itu pun melepaskan tangannya yang tiba-tiba diraih oleh Erlan.

Etdah. Minum banyak dia?” tanya Rion menggelengkan kepalanya dengan pandangan ke arah Erlan yang sedang mengerang.

“Kayanya gitu, gue juga baru ketemu di lobi. Gue minta tolong ya buat anter dia sampe kamarnya, terus ini hapenya,” ujar Sela sembari memberikan ponsel Erlan pada Rion.

“Izin ya, tadi gue dah simpen nomor lo. Besok pagi kalau Erlan gak bisa gue hubungin, gue bakal telepon lo ya,” tambahnya kemudian. "Ini anaknya dibaringin aja di kasur, nanti dah bakal kaya orang pingsan. Hapenya diletakin di meja samping kasurnya aja.”

Rion hanya mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan detail gadis itu dan kemudian mengalungkan tangan Erlan pada pundaknya. Saat ini Rion juga sudah sangat mengantuk, sehingga ia tidak banyak bicara ataupun bersikap unik seperti biasanya.

“Oke, gue naik ya,” ujar Rion sembari berjalan memapah Erlan. Sela juga sempat membantunya hingga lift bergerak membawa dua lelaki tersebut naik.

Pagi-pagi sekitar jam 5 pagi, Sela sudah terbangun dari tidurnya. Tentu saja ia tidak langsung bangun dan baru sadar karena Mia yang membangunkannya.

"Oh astaga jam berapa ini?" Sela tersentak, ia pikir ia terlambat bangun namun ternyata ini masih pukul 5 lewat 10 menit. Ia bisa menghela napas lega. "Lo dah bangun, Mi?"

Between ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang