Selesai dari restoran, Erlan dan Sarah melanjutkan perjalanan mereka pergi ke pusat kota untuk berjalan-jalan sembari menunggu food festival buka.
Perjalanan mereka hari ini yang awalnya hanya ingin mengembalikan jaket saja, berakhir menjadi ngedate tanpa direncanakan. Mereka menghabiskan waktu mereka disana, bahkan juga makan malam bersama.
Di dekat pohon dengan lampu lampion yang cantik, Erlan dan Sarah menikmati makanan yang mereka beli. Dimulai dari sate-satean, sampai ke goreng-gorengan, semuanya sudah habis dengan kondisi perut Erlan dan Sarah yang sudah sama-sama kenyang.
"Pas minggu pertama gue kesini tuh ramai banget, ternyata minggu ini juga masih ramai," celetuk Sarah bercerita. Gadis itu sepertinya sudah mulai nyaman dengan Erlan, sehingga dia jadi banyak bicara dibandingkan dengan saat pertemuan pertama mereka.
Erlan juga tidak tahu ternyata hubungan mereka akan berkembang secepat ini. Sarah walaupun terlihat dingin dan cuek di luar, kesan santainya itu membuat Erlan menjadi tidak perlu berpikir banyak sebelum bertindak. Selama setengah hari ini, dia menjadi dirinya sendiri.
"Tempatnya nyaman, makanannya enak, dan murah juga, gak heran kalo rame," ujar Erlan.
"Sebelum ini lo udah pernah kesini?"
Erlan menggelengkan kepalanya. "Kalo festival yang tahun ini baru sekali ini, yang tahun lalu gue datang."
"Yang tahun lalu malah gue yang gak sempet dateng."
"Kalau bukan karena Sela, gue juga kayanya gak bakal kesini," kekeh Erlan. Dia mengumpulkan wadah kosong makanan mereka dalam satu tempat untuk memudahkan dalam membuang sampah.
Sarah tak menanggapi ketika Erlan menyebut nama Sela. Walaupun dia sudah mengetahui bahwa dia bukan siapa-siapa bagi Erlan, sudah mengetahui siapa Sela di hidup Erlan, bahkan juga baru mengenal Erlan beberapa minggu yang lalu, namun rasanya tetap canggung. Entah atas dasar apa, Sarah juga tidak tahu.
"Udah jam segini, mau balik gak?" tanya Erlan memecah keheningan diantara keduanya.
Netra Sarah menangkap satu bungkus makanan yang masih ada isinya, yaitu sosis sapi bakar. "Iya balik. Itu punya lo bukan? Gak lo habisin dulu?" tanya Sarah merujuk pada sosis bakar berukuran jumbo tersebut.
"Iya, ini buat Sela. Anaknya nugas malam ini, biasanya butuh camilan," jawab Erlan dengan santainya. Lelaki itu berdiri dari tempatnya dan menghadap ke arah Sarah untuk menunggu gadis itu berdiri. "Yuk."
Sarah hanya tersenyum tipis. Mungkin ia harus mulai membiasakan dirinya untuk mendengar nama perempuan lain, Sela, dalam perbincangan dan pertemuan mereka jika ia memutuskan untuk dekat dengan Erlan.
✨
Ayam panggang dengan saos sambal pedas dan nasi putih menjadi menu makanan Sela dan Mike pada malam hari ini.
Sela tertegun selama beberapa saat usai melihat menu tersebut, hingga akhirnya suara Mike menyadarkan dirinya.
"Kenapa Sel?"
Mike memang perhatian dengan hal-hal kecil seperti ini, termasuk jika raut wajah Sela yang tiba-tiba berubah atau sebatas penampilan Sela yang berbeda. Tentu saja sangat berbeda dengan Erlan yang tidak mudah menyampaikan perasaan atau hal yang dia sadari, walaupun Erlan juga termasuk orang yang sangat perhatian pada Sela.
"Oh anu…"
Sela merasa serba salah saat ini. Jika boleh jujur, Sela tidak bisa makan ayam. Bukan karena alergi atau bosan, tapi karena trauma yang ia dapatkan di masa lalu tepatnya ketika masih SD. Saking trauma dan merasa takut, bahkan dulu Sela sampai tidak bisa makan ayam sama sekali. Ia pasti akan langsung menangis atau tak nafsu makan, namun sekarang kondisinya sudah tidak separah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Between Them
Fiksi PenggemarKetika Sela dihadapkan dengan situasi yang sulit, pihak manakah yang harus ia pilih? 🌠 college life, semi baku. giselle x jeno x mark (original fiction) start: 2023/01/01 end: - #1 Aeri 2023/01/13 Vote and comments are much appreciated! ♡