chapter 8

294 60 3
                                        

Kelas desain digital pada hari ini telah berakhir. Sela menarik tangannya ke atas untuk menghilangkan rasa pegal dan juga kantuk yang ia rasa. Gadis itu juga menepuk-nepuk sisi kanan lehernya, agak terasa pegal karena semalam salah posisi tidur.

Mike yang duduk di sebelah kanan Sela tak sengaja menoleh dan melihat kegiatan si gadis, namun dia buru-buru mengalihkan pandang untuk mengemasi laptopnya.

"Kantin Sel?" tanya Mike tanpa menoleh ke arah gadis itu.

Sudah beberapa kali mereka mengikuti kelas dan setiap kali kelas ini selesai, mereka pasti pergi ke kantin untuk makan siang bersama. Tidak hanya berdua saja, tapi ada Rina juga. Terkadang teman jurusan Mike atau teman satu kelas mereka juga ikut.

Sela menoleh kearah Mike, saat itu pula Mike juga menoleh kearah Sela. "Iya, lo?"

Mike mengangguk.

"Rin, lo kantin juga gak?" tanya Sela kemudian. Gadis itu menoleh kearah Rina yang sudah memegangi perutnya.

"Gue lagi nyeri haid, mau istirahat di health center aja. Tadi gue sarapannya juga telat, jadi belom nafsu makan lagi," jelas Rina.

"Mau gue anter ke health center gak?" tawar Sela.

"Gak usah. Lo berdua langsung kantin aja, gue masih bisa sendiri."

"Mau titip sesuatu dari kantin?"

Rina menggeleng. "Gak nafsu.."

Sela tidak bisa memberikan saran apapun, sebab kondisi haid juga sering berbeda bagi setiap perempuan dan setiap bulannya. Si pemilik tubuh sudah pasti paling mengerti untuk mengatasi masalah seperti ini.

"Oke, kalo ada apa-apa dan butuh apa-apa telepon gue aja ya," ujar Sela.

Rina menganggukkan kepalanya.

Akhirnya setelah berpisah dengan Rina di persimpangan gedung, Sela dan Mike melanjutkan perjalanan mereka ke arah kantin. Disana mereka langsung memesan makan siang seperti biasanya, lalu duduk di meja yang kosong.

Ini adalah pertama kalinya bagi mereka untuk makan berdua. Sela terlihat santai karena merasa telah akrab dengan Mike, namun sebaliknya, Mike sedikit merasa grogi. Lelaki itu memang tak banyak memiliki teman perempuan. Bahkan ini adalah kali pertamanya ia makan berdua dengan seorang perempuan setelah sekian lama. Berbeda dengan Sela yang sudah sering makan berdua bersama laki-laki, si Erlan maksudnya.

"Tugas individu yang minggu lalu udah lo kumpulin belum?" tanya Sela memecah keheningan diantara keduanya. Walaupun Mike merasa grogi, tapi lelaki itu tidak merasa terusik atau tidak nyaman.

"Udah, lo belum?"

Sela menggelengkan kepalanya. "Masih ada satu part yang gue masih gak puas gitu sama bentuknya, udah cari tutorial dari youtube juga masih gak paham," ujar Sela jujur.

Tepat ketika ia berhenti bicara, makanan mereka pun datang. Keduanya sama-sama langsung menyantap makan siang, mengingat setelah ini Sela masih harus mengikuti kelas yang lain.

"Mau gue bantu gak? Lewat call mungkin? Apa bisa ngerjain bareng di study room asrama," tawar Mike.

Sela mengangkat sebelah tangannya untuk menutupi mulut. Masih ada makanan dalam mulut, tapi sudah gak sabar untuk merespon pertanyaan Mike. "Serius lo mau bantu?"

"Gue lihat dulu, kalo gue bisa- gue bantu."

Sela langsung menganggukkan kepalanya. "Setuju, gue mau gue mau! Kapan lo senggang?" tanya Sela antusias.

"Kamis malam gimana? Sekitar jam 7 gue kosong. Deadline tugasnya masih jumat kan?"

"Iya jumat. Lebih maleman lagi mau gak? Jam 8 gitu, biar gue bisa makan malam dulu. Kalo di study room kan gak bisa sambil makan."

"Kalo mau sambil makan malam juga gapapa Sel, ganti tempatnya aja di longue."

"Lo gapapa tuh?"

"Sure. Yang ngerjain tugas kan juga lo, harusnya gue yang tanya," kekeh Mike.

"Bener juga. Yaudah, kamis malam ya jam 7 di longue. Makan malamnya biar gue aja yang siapin, hitung-hitung ucapan terima kasih. Lo bisa makan apa aja kan?"

"Gue aja yang siapin makanan. Lo ribet harus bawa-bawa laptop segala." Mike menyandarkan punggung pada sandaran kursi, menyeruput es jeruknya. Lelaki itu sudah selesai makan.

"Gapapa padahal, but thanks," kekeh Sela. Gadis itu menyuapkan nasi terakhir ke dalam mulutnya. Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum sesi kuliah selanjutnya di mulai, ia masih bisa sedikit bersantai.

"Soalnya gue mau minta hal lain sebagai ucapan terima kasih," ujar Mike kemudian.

Sela mengangkat alisnya, menunjukkan bahwa ia penasaran dengan permintaan Mike tersebut. Sementara itu, si lanang malah tersenyum sok-sokan menjadi sosok yang misterius.

"Apa tuh?" tanya Sela karena sudah penasaran banget.

Mike sedikit mencondongkan tubuhnya dan tersenyum. "Jadi, gue ada tugas buat bikin film akhir semester ini buat nilai uas. Dari sekarang udah boleh mulai prosesnya. Sampai sekarang, tim gue udah selesai bikin skenario dan dialognya tinggal nyari pemeran. Lo mau gak jadi salah satu aktornya?"

Mendengar tawaran Mike itu membuat Sela langsung tertawa saat mendengarnya. Bukannya hendak mengejek Mike atau merespon buruk atas tawarannya, tapi, "Gue? Mike, gue gak bisa akting suer deh," ujar Sela disela-sela tawanya.

Mike menggeleng kecil. "Menurut gue, lo cocok jadi pemeran utama ceweknya."

"Pemeran utama? Lo lagi bercanda ya Mike?" kekeh Sela. Benar-benar saat ini ia masih tidak percaya dengan tawaran akting dari Mike. Ya bagaimana lagi, berakting adalah salah satu hal yang tidak pernah Sela bayangkan sebelumnya walaupun dia termasuk bagian orang yang menikmati karya tersebut.

"Serius gue, Sel." Mike tersenyum, masih mencoba untuk meyakinkan Sela dan membujuk gadis itu menyetujui tawarannya.

"Memang tema ceritanya tentang apa?"

"Short movie college life, daily life yang konfliknya gak berat, kalau setuju ntar gue kirimin dialog dan sinopsisnya."

Sela mengerutkan dahi. "Curang banget sinopsisnya di kasihin pas udah setuju, bahkan ya setau gue produksi film besar pun kalau mau bikin film tuh pas nyari aktor udah dikasih tau sinopsisnya duluan," kekeh Sela sedikit menjelaskan dengan pengetahuan perfilmannya yang sangat dasar itu.

Mike tertawa. "Ini kan film pendek dan bukan produksi besar, mau ya?" Masih saja tidak menyerah untuk membujuk gadis itu.

"Kenapa lo ajak gue?" Sesi makan siang pada hari ini malah beralih seperti sesi wawancara untuk casting. Bedanya yang mewawancarai bukan dari pihak tim produksi, tapi dari pihak aktor potensial.

"Karena gue merasa sifat karakter female leadnya cocok banget sama lo. Bahkan gue rasa, lo gak harus akting sampai segitunya karena memang cocok sama lo. Hanya perlu jadi Sela yang kaya gini," jelas Mike dengan wajah meyakinkan.

Sela masih merasa bimbang. Bukan karena tidak ingin membantu kawannya itu, tapi masalahnya adalah ia juga tidak yakin dengan kemampuan aktingnya. Bagaimana jika ia malah merusak proyek tugas uas tim Mike? Taruhannya adalah nilai akhir. Jika hasilnya buruk, selain merasa terbebani ia juga merasa harus bertanggung jawab atas itu semua.

"Waktu syutingnya gimana? Gue juga takut gak kekejar karena perbedaan jadwal. Apalagi kita beda jurusan."

"Bisa diatur, waktunya juga masih agak panjang. Lo gak perlu khawatirin dan pikirin soal itu, yang penting lo setuju dulu dan baca sinopsisnya nanti. Urusan lain-lainnya biar gue yang atur," jelas Mike santai.

Sela melipat tangannya diatas meja, lalu memiringkan kepalanya sedikit. Mencoba untuk berpikir dan menimbang-nimbang.

"Gue pikir-pikir dulu ya?"

Tak ingin terkesan memaksa dan malah terkesan tidak baik atau tidak sopan, akhirnya Mike pun mengalah. "Oke. Tapi jangan lama-lama, udah harus segera mulai baca naskah karena butuh waktu juga buat nyiapin syuting dan editing akhir," ujar Mark dengan senyuman tipis.

"Kasih gue waktu sampai hari kamis."


🤍


Feedback komentar dan vote jangan lupa yaa. ♡

Between ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang