1. Khrisna Adhyaksa

1.7K 259 86
                                    

Laskar

Berbeda dengan Pilpres, Pileg dan Pilgub, pemilihan walikota atau bupati diadakan di tahun yang berbeda. Jarak perbedaannya hampir dua tahunan, mungkin tepatnya sekitar 17 bulan karena pemilihan walikota dan bupati akan diadakan pada pertengahan tahun 2025 nanti.

Sepanjang tahun 2022 hingga 2023, Laskar Research & Consulting kebanjiran klien dari berbagai ranah kontestasi. Baik itu kandidat calon kepala daerah, hingga kandidat calon anggota legislatif dan jajaran eksekutif. Masih sangat asing, bukan? Masih belum banyak orang awam yang mengetahui bahwa di dalam dunia perpolitikan, ada sebuah ladang usaha yang menguntungkan.

Perusahaan konsultan politik namanya.

Tugasnya? Biar gue jelaskan seiring berjalannya cerita.

"Kita mendapat tawaran dari dua kandidat, Pak."

"Di pemilihan walikota Bandung?"

Staf tersebut mengangguk, "Betul, Pak. Berikut proposalnya. Untuk kontestasinya sendiri, sepertinya Kota Bandung akan punya tiga sampai empat pasangan calon."

Gue menerima dua proposal yang dirinya berikan, "Oke, nanti saya kabari kandidat mana yang akan kita ambil, ya."

Jujur, gue sangat pemilih. Dibilang idealis, ya enggak juga sih. Mengandalkan idealisme di industri ini nggak akan bisa membuat perusahaan maju. Tepatnya, gue nggak mau memihak kandidat yang potensi kemenangannya terlalu rendah– terutama ketika ada kesempatan yang memungkinkan gue untuk bisa memilih klien seperti saat ini. Alasannya? Realistis aja, 'kalah' artinya si konsultan telah gagal.

Khrisna Adhyaksa, sebuah nama yang sangat akrab di telinga. Proposalnya menarik, dia punya visi misi yang tegas. Dia sudah punya modal yang kuat lewat namanya. Siapa sih yang nggak tau sama marga keluarga Adhyaksa? Kalau gak salah ingat, perusahaan ayahnya menempati peringkat duapuluh lima besar sebagai perusahaan terbesar di Indonesia versi Bursa Efek Indonesia.

Jika membantunya memenangkan pemilihan, lumayan nih, nambahin portofolio supaya Laskar Research & Consulting semakin diperhitungkan. Minimal, perusahaan konsultan gue harus naik di posisi lima besar nasional.

"Yakin, Pak?" Saat mendiskusikan keputusan yang gue pilih, salah satu staf bertanya. "PR kita akan terlalu besar jika memilih Pak Khrisna karena beliau belum memiliki jejak di perpolitikan. Selain itu, basicnya lebih lama sebagai dokter daripada pengusaha. Beliau seorang medioker¹ yang belum punya basis²."

Seperti sebuah kebiasaan, gue akan memegang benda kecil apa pun yang ada di dekat gue seperti pulpen, botol, hingga tangkai bunga pajangan. "Bisa diatur, kabari beliau kalau kita akan membantunya. Kabari juga kandidat lain, bilang maaf karena kita sudah bekerja lebih dulu dengan kandidat pesaing."

"Kita bentuk tim, ya." Pemilihan walikota tinggal sepuluh bulan lagi, kita harus segera bergerak. "Saya sendiri yang akan menjadi konsultan untuk Khrisna Adhyaksa." Ada kekagetan di wajah mereka karena biasanya gue tidak turun langsung untuk mendampingi calon walikota– biasanya, gue hanya menangani calon tertentu di kontestasi tingkat nasional, bukan daerah.

"Oh iya, Pak, Pak Khrisna juga meminta konsultan komunikasi politik."

"Lalu?" Maksud gue, letak masalahnya di mana? Konsultan komunikasi politik di perusahaan ini ada banyak.

Dia terlihat ragu untuk berbicara, "Sebelas konsultan kita sudah punya jadwal. Kalau tidak dari agensi lain, mungkin Pak Khrisna harus menunggu dua sampai tiga bulan lagi sampai Bu Becca habis kontrak dengan Menteri Ekonomi."

Ah, iya, gue lupa.

"Sekalian kabari kalau begitu, tapi tetap tawarkan Bu Becca, ya. Semisal Pak Khrisna mau ambil dari perusahaan lain pun ya gak masalah juga sih."

LASKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang