3. Kesempatan dari Leara

761 153 72
                                    

Leara

Udah gila si Laskar.

Tidak seperti Pak Khrisna, gue yang sebelumnya sudah pernah bekerja sama dengan lelaki itu mungkin tidak akan kaget lagi dengan karakternya yang ini. Setenang apa pun Pak Khrisna tadi, gue tetap dapat melihat perasaan terintimidasi lewat sepasang mata gelapnya. Memperkenalkan diri memang penting, tapi nggak seburu-buru itu juga kali mengingat Pak Khrisna masih sangat baru menceburkan diri di air kotor yang disebut politik ini.

"Loh? Balikan?"

Gue pernah ketemu sama banyak banget petinggi partai, baik itu ketua umum, sekjen, atau pemegang jabatan penting lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue pernah ketemu sama banyak banget petinggi partai, baik itu ketua umum, sekjen, atau pemegang jabatan penting lainnya. Tapi cuma Pak Parka, cuma Parka Candhika Yeoliawan lah yang punya sifat humoris, santai, dan nggak kaku sama sekali. Ketemu sama dia tuh lebih kayak ketemu bapak-bapak biasa di warkop aja.

"Enggak ah, Pak, Leara janda." Makin bajingan aja gue liat-liat, sepatu Laskar pernah bolong karena diinjek ujung heels gak ya?

"Iya gitu, Ra? Kamu jadi simpenan anggota DPR yang mana?"

"Astagfirullah, Pak Parka," sampe nyebut nama Tuhan loh gue. "Saya menolak dijadiin simpenan oleh pejabat mana pun kecuali Pak Dirga." Jokes lama sih, abis gimana ya? Lo harus ketemu langsung dulu sama Pak Dirga supaya bisa relate sama candaa gue barusan.

Pak Parka hampir tersedak oleh es jeruknya sendiri, "Waduh, berabe. Bininya Harimau Sumatera terakhir yang menguasai rimba se-Indonesia itu, Ra, jangan senggol-senggol deh." Anavia Edelweisa memang gak ada lawan, percaya sama gue. Dulu gue lumayan akrab sama Bu Navia ketika dia masih menjadi asisten ajudan Pak Dirga. Agak gak nyangka juga sih, kok mereka bisa nikah? Maksud gue, kapan cinloknya coba?

"Sama AKP Mahesa aja deh, Pak, sekarang jadi Kasubdit di Polda Metro Jaya kan ya? Mau deh saya jadi Ibu Bhayangkari." Demi Tuhan, gue bercanda doang. Tapi kalo Pak Parka mau bantu, gue sih InsyaAllah menerima.

"Laskar aja kali, jelas nih juntrungannya." Jangan kira ucapan itu keluar dari bibir Pak Parka. Kalian salah, si narsis sendiri lah yang ngomong begitu.

Gue mencibir, "Nanti diselingkuhin sama siapa lagi? Tante-tante Dewan?"

Tawa Pak Parka meledak, "HAHAHA! Lo beneran kepergok jalan sama Karin, Las? Masih minat ke dia gak? Sekarang jadi Bendahara Umum di partai gue tuh." Baru kali ini gue ngeliat Laskar gelisah. Mampus lo, rasain tuh ulti dari Pak Parka! "Mana si Khrisna?" Si? Si Khrisna katanya? Mereka udah deket apa gimana?

"Ke rumah sakit dulu katanya, Pak, ada yang harus diurus. Paling telat 30 menit," jawab Laskar yang muka sama kupingnya agak merah. Pasti malu lah dia.

"Oh, makan dulu deh kita. Satu restoran udah saya sewa soalnya tadi saya ajak makan satu kantor DPD. Kalian juga makan ya, sarapan siang," suruhnya. Gue yang belum makan karena dijemput pagi-pagi sama Laskar jelas bersemangat. Si social butterfly itu gak bisa diem banget selama makan. Ngobrol sama si A lah, si B lah. Mentang-mentang relasinya luas, makan pun sampe pindah-pindah meja karena semua orang dia kenal.

LASKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang