Part II

258 25 0
                                    

KEESOKAN harinya, Mikasa pergi ke bistro pagi-pagi sekali, bahkan ia melewatkan sarapan. Mikasa berusaha menenangkan pikiran dengan memasak di dapur tercintanya; tanpa gangguan, tanpa tekanan.

Sebagai sahabat, Sasha sudah hafal betul tabiat Mikasa tatkala mendapati pintu depan bistro telah dibuka sesampainya ia di sana. Langsung saja Sasha menyimpan barang bawaannya ke dalam ruang ganti, serta berganti pakaian untuk turun ke dapur.

"Kau kenapa lagi?" tanya Sasha tanpa basa-basi sama sekali.

Mikasa yang sedang melakukan plating tak menoleh sedikit pun ke arah lawan bicaranya seraya berkata, "Kenapa apanya?"

Dengan kedua tangan yang bertumpu di meja, Sasha pun berujar, "Kalau pagi-pagi kau sudah di dapur kayak begini, pasti habis mengalami sesuatu."

"Sok tahu!" sanggah Mikasa.

Sasha merotasi bola matanya, malas mendengar jawaban Mikasa yang demikian. "Tapi aku yakin, pasti ada masalah. Iya, 'kan?" desaknya.

Selesai melakukan plating, Mikasa menyodorkan sebuah piring ke hadapan Sasha dan kemudian berjalan menuju meja tempat ia biasa menikmati makanannya di bistro. Tak perlu waktu lama bagi Sasha untuk segera menyusul wanita yang lebih tinggi darinya tersebut.

Pada awalnya, mereka berdua terdiam dan fokus menikmati makanan dengan lahap. Tetapi, tanpa tedeng aling-aling Mikasa berucap, "Aku disuruh nikah sama pewaris dari Jaeger Corp."

Dan, sebagai pihak yang mendengarkan, Sasha membelalakkan matanya tak percaya. "WHAT? NIKAH?"

Mikasa mengangguk sambil menuangkan air ke dalam gelas, kemudian meneguk isinya.

"Tiba-tiba sekali, sialan! Dalam rangka apa? I mean ... you know , you didn't like such a commitment."

"I didn't like such a commitment with someone I don't love. Itu yang benar," koreksi Mikasa. "Dan ini pernikahan bisnis."

"The F—"

Ucapan Sasha terpotong saat Mikasa tiba-tiba menyodorkan segelas air padanya. Sasha sedikit bingung saat melihat raut wajah sahabatnya sembari mengatupkan bibir dan juga menerima gelasnya. Ekspresi Mikasa tak benar-benar bisa ia baca, meski ia tahu bahwa di kepala Mikasa pasti banyak sekali hal yang sedang dipikirkan. Selama Sasha bersahabat dengan Mikasa, wanita cantik berambut hitam ini memang tak pernah terlibat kisah asmara dengan siapa pun. Mikasa hanya fokus pada resep, resep, dan resep. Sesekali melakukan perjalanan untuk menghadiri food festival yang diselenggarakan oleh para Chef ternama yang merupakan guru mereka selama menempuh pendidikan di Marley, serta menghadiri berbagai undangan memasak untuk acara variety show dan sebagainya.

Ketika Sasha merasa galau dan mulai menangis tersedu-sedu karena mengalami kegagalan dalam hubungan asmara, Mikasa justru hanya tersenyum, diam, dan mendengarkan segala keluh kesah serta sumpah serapah sang sahabat. Seakan Mikasa menutup rapat hati dan pikirannya dari sebuah rasa yang bernama cinta. Dari yang Sasha sering dengar, hidup Mikasa memang terasa hampa sebenarnya, apalagi setelah sang ibu tiada, hanya Levi-lah yang masih berusaha membagi waktu juga kasih sayang untuknya di saat ayahnya hanya peduli pada urusannya sendiri. Jadi, mendapati sang sahabat harus menikah secara mendadak, membuat emosi Sasha nyaris meledak.

Selama ini, Mikasa sadar bahwa memiliki rasa bernama cinta konsekuensinya sangatlah besar. Bahkan ia tak yakin dapat merasakan hal tersebut di dalam hidupnya sejak ia menentang perintah ayahnya untuk mengurus cabang perusahaan, dan akhirnya tibalah masa di mana dendam pria tertua di rumahnya dibalaskan kepadanya; pernikahan pura-pura. Sumpah, Mikasa tak habis pikir dengan ide konyol ini, tetapi apa yang bisa ia perbuat lagi selain menuruti hal yang telah ditetapkan? Jikalau bisa, ingin sekali Mikasa memutus hubungan keluarga dengan ayahnya sedari lama. Tetapi, di lain sisi rasanya tidak mungkin juga karena Levi sudah berkorban terlalu banyak demi kebebasannya. Mikasa tidak ingin sang kakak yang begitu menyayanginya tersakiti lebih jauh lagi.

"Mohon doanya aja, Sha."

"Are you kidding me?"

Mikasa tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ini bukan candaan. Kau tahu sendiri 'kan ayahku gimana? Jadi, ya sudah."

"Tapi Sa, yang kutahu kau tak semudah itu jatuh cinta dengan orang lain. Kau sendiri juga yang bilang kala—"

Lagi-lagi ucapan Sasha terpotong karena Mikasa menyela, "Aku sudah pasrah dengan hidupku ke depannya yang entah bakal gimana, Sha. Tapi, asalkan aku bisa tetap mempertahankan tempat ini, dapur ini, aku gak masalah. Meskipun aku tetap tak yakin bisa merasakan cinta. Tapi, kau juga yang selalu bilang kalau cinta ada karena terbiasa, 'kan? Dan kalau dipikir-pikir lagi, ini cuma nikah kontrak. Sekadar menghargai pasangan as human I think is not a big problem."

"Oke. Oke. Tapi semisal kau suka sama dia not as human but as your husband and sadly he's not feel the same way, what will you do, Sa? What will you do?"

Mikasa menaikkan kedua bahunya sebagai jawaban "tak tahu" karena memang ia tidak berpikiran jauh ke arah sana.

♡♡

PERTEMUAN antara keluarga Ackerman dan keluarga Jaeger akhirnya terlaksana di sebuah hotel ternama. Tuan Jaeger yang memesan ruangan secara tertutup, serta di sanalah mereka semua bercengkerama untuk menentukan persiapan pernikahan dari Eren dan Mikasa.

Baik Levi dan Hange hanya beramah-tamah sebisa mereka untuk menghargai calon mertua adiknya, begitu pula Sang Pemeran Utama—Mikasa Ackerman. Senyum dan tutur kata paling sopan ia haturkan, namun hanya mendapatkan respons yang kurang menyenangkan dari Eren—pasangan yang dijodohkan.

Tak banyak kata yang Eren maupun Mikasa ucapkan, mereka tak lebih dari sekadar aktor yang bermain peran dalam skenario buatan sang orang tua. Keputusan mutlak mengenai pernikahan pun akan terlaksana dalam dua minggu ke depan.

Raut wajah Eren sangat menampakkan ketidaksukaan pada rencana yang ada. Berbanding terbalik dengan Mikasa yang tampak tenang dan seakan tak ambil pusing.

"Ia tak pandai berpura-pura untuk menutupi ketidaksukaannya," batin Mikasa.

"Bisa-bisanya dia tenang di saat begini! " batin Eren.

Setelah segala sesuatunya dibicarakan, kedua keluarga pun pulang ke kediaman masing-masing. Sepanjang perjalanan pulang, banyak sekali yang Eren pikirkan. Kepalanya berdenyut dan terasa sangat penuh. Pernikahan memanglah salah satu kegiatan yang telah ia rencanakan dalam hidupnya, namun bukan pernikahan seperti inilah yang ia harapkan. Eren telah memiliki rencana jangka panjang yang seharusnya ia jalani bersama pacar tercintanya. Dimulai dari bertunangan terlebih dahulu pastinya dan dilanjutkan dengan menikah. Menghabiskan waktu bersama untuk waktu yang lama, selama yang mereka bisa, itu adalah impiannya.

Eren benar-benar masih merasa murka dengan ayahnya, ditambah pertemuan di hotel tadi dengan sosok yang katanya akan dinikahkan dengannya itu terlihat seperti menerima saja kesepakatan ini. Lebih tampak seperti orang yang terlampau enjoy malah. Sungguh sial, pikir Eren. Apakah menurut wanita itu harga diri Eren hanya sebatas uang yang digelontorkan demi kestabilan perusahaan? Sudah gila. Ayahnyalah yang gila, tetapi Eren tak menyangka akan segila ini.

Akhirnya, Eren memutuskan untuk pergi menemui kekasihnya dan bermalam di sana, barangkali pikirannya bisa sedikit teralihkan dari pernikahan bisnis itu. []

How can I love the heartbreak, you're the one I love | Eremika (Attack on Titan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang