HARI pun kini berganti bulan, rasanya seperti sama saja, namun tetap ada yang berbeda. Maksudnya adalah segala aktivitas atau rutinitas Mikasa sama sekali tak ada perubahan, ia tetap sibuk dengan bistronya dan segala hal di kondominium sebagian besar pun diurus oleh asisten rumah tangga, serta yang sering ia ajak bercengkerama di sana hanyalah butler karena sudah mengenalnya sejak lama. Sesuatu yang berbeda hanyalah kasurnya kini tak hanya ia sendiri yang menempati dan sesekali meja makan akan dihuni berdua meskipun tak ada satu pun yang berbicara.
Eren sebenarnya jarang pulang ke kondominium dan Mikasa pun tak pernah menanyakan hal tersebut kepadanya. Bukan karena takut, tetapi lebih kepada untuk menjaga kenyamanan diri masing-masing saja. Mikasa tidak ingin mereka berdua berakhir ribut diiringi makian dan segala hal yang tak diinginkan. Apalagi Mikasa juga sudah mengetahui bahwa Eren masih berhubungan dengan kekasihnya.
Bagi Mikasa, sudah cukup bila harus mendengar gerutuan dari Eren yang masih terus saja bersikap menyalahkannya atas segala keadaan. Eren memang tak main tangan, namun kata-kata yang ia lontarkan cukup membuat hatinya terasa seperti ditendang.
"Bilangin ke pembantu lo, jangan sembarangan sentuh barang-barang gue! Gue gak suka!"
...
"Lo ngerti bahasa manusia gak, sih? Jangan kayak kambing congek atau keledai bisa, 'kan?"
...
"Gue gak mau makan, buat apa sih nunggu gue segala?! Itu perut juga perut lo sendiri, urus hidup masing-masing aja!"
Begitulah kurang lebihnya yang Eren ucapkan sejak awal pernikahan, bahkan Mikasa terkadang harus membuang malu di hadapan para asisten rumah tangga yang mendengar pertengkaran mereka. Jikalau ditanya oleh butler, Mikasa pun akan selalu menjawab: tidak apa-apa, Eren memang begitu kalau berbicara, lantas tersenyum setelahnya.
Menyambut liburan musim panas di bulan Agustus, dapur sangatlah sibuk, bahkan Sasha pun harus turun tangan ke dapur padahal ia biasanya hanya akan membantu pengecekan menu sebelum diantarkan ke pelanggan. Namun, suasana siang itu menjadi semakin chaos tatkala sebuah panggilan telepon masuk diterima oleh kasir yang bertugas. Itu adalah panggilan dari seseorang yang melakukan komplain terkait informasi yang beredar di grup komunitas food blogger. Sasha akhirnya bergerak meninggalkan dapur untuk mengecek hal tersebut, dan ternyata informasi itu berisi berbagai macam fitnah atau rumor terkait penggunaan bahan makanan yang tidak berkualitas serta cara memasaknya pun tak sesuai dengan standar.
Hati Sasha mencelos seketika. Ini benar-benar gila menurutnya. Fitnah yang sangat kejam sekali. Tak lama kemudian, beragam panggilan pembatalan booked meja untuk christmas eve pun berdatangan, padahal sebelumnya orang-orang sangat antusias sekali saat informasinya dipublikasi di website milik bistro. Entah apa yang harus ia sampaikan kepada Mikasa setelah ini, dengan terpaksa, akhirnya Sasha menutup bistro setelah jam makan siang usai.
Saat semua pekerja dapur sedang menikmati makan siang mereka dan akan membersihkan dapur setelahnya, Sasha pun mengajak Mikasa untuk makan secara terpisah di ruang kantor. Secara perlahan Sasha menjelaskan keadaan kepada sang pemilik bistro, dan Mikasa yang baru saja menyuapkan sesendok makanan lantas bertingkah seperti akan mengeluarkan kembali apa yang telah ia telan.
Dengan sigap Sasha pun menyodorkan sebuah kantong kertas yang entah sejak kapan tersedia di atas meja, atau katakanlah Sasha sudah terlampau mengetahui segala tingkah ataupun kebiasaan Mikasa selama ini, sehingga ia menjadi sangat siaga.
"Lebih baik kau pulang saja dan istirahat. Biar aku yang cari tahu dan menyelesaikan semuanya."
"Tapi, Sha ...."
![](https://img.wattpad.com/cover/336802791-288-k686774.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
How can I love the heartbreak, you're the one I love | Eremika (Attack on Titan)
Fanfic[Completed] Akibat keputusan mutlak para kepala keluarga, membuat keduanya harus menjalani pernikahan secara kontrak. Awalnya memberontak, namun seiring berjalannya waktu segalanya menjadi tak sesuai kendali otak.