Kita; Dua Kata Yang Dipisahkan Tanda Baca

14 2 0
                                    

pada secarik kertas lusuh, kurangkai paragraf yang mendiami amigdala. frasa yang membuncah-ruah namun termaktub abadi dalam kepala. isinya sederhana, pilar janji yang engkau lukis di antara rongga dada — merengkuh singgasana hampa.

kalimatmu masih kurekam indah. tatanan diksi sederhana yang mampu meluruhkan kecamuk badai — meruntuhkan dinding pertahanan.

'tak usah kita risaukan masa depan. jalan-jalan ini berkubang dan berlubang. namun, selama tangan kita masih saling menggenggam, maka tekadku kan abadi tuk hadirkanmu senang'

lantas, setelahnya, waktu berlalu dengan cepat. banyak hal pun kian runyam. kutagih satu persatu sumpah yang engkau langitkan di hadapan raguku. kau jawab dengan beragam alibi yang kian memudarkan yakinku.

kehendakmu; sejak dulu selalu menjadi tanda tanya besar yang tak kunjung mampu kutuai jawabnya. asumsiku kian liar — dipenuhi spekulasi dan praduga. reka terkejam semesta berputar ulang terus-menerus tak berjeda pada lobus frontal. imaji pengkhianatan yang dihidupi lantunan bualan dari mulut manismu.

gejolak tuduhan pun menyeruak. tak lagi berakhiran tanda tanya, kini tiap rinci dialog tengah malam kita pun dibubuhi tanda seru. diskusi dengan kepala dingin terdengar basi — denting jam berdetak perlahan bagai jeda dari tiap racau yang terlontar. ego dan amarah mendominasi nalar dan cinta yang dirakit sepanjang perjalanan bersama merengkuh asa. konflik yang sama terjadi berulang, dan kita terjebak dalam lingkaran setan.

nyaman, suka, serta mimpi-mimpi yang terajut penuh makna kini membias. eksistensi kita memudar di mata jagad raya. lalu mati dan hilang di tengah kelam galaksi yang menelan seluruh janjimu. serapahku terdengar percuma — engkau tak lagi ada.

dan kita, telah usai.

//

— Aip Orlandio

RUANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang