Chapter 2

9 2 2
                                    

❃.✮:▹Selamat Membaca◃:✮.❃


Hanya mengandalkan insting memaksa tubuh ku berguling kedepan. Menghindari cakaran yang siap mengoyak daging.

Satu satunya yang ku pikirkan hanya lari. Larilah secepat mungkin jika kau ingin hidup. Tapi tubuhku terlalu kaku bahkan hanya untuk berdiri. Makhluk itu seperti marah karena gagal menyerangku. Selama ini aku sudah bersusah payah bertahan hidup. Aku tidak ingin mati disini. Aku tidak boleh mati disini.

Aku mulai berdiri perlahan bersiap-siap untuk lari. Tapi makhluk itu sudah sangat dekat. Untuk mengalihkan perhatiannya aku melempar potongan tangan di dekatku. Entah milik siapa itu aku tidak peduli. Makhluk itu memakan potongan tangan itu dan aku pun berlari sekuat tenaga dari tempat itu. Masuk ke dalam hutan yang lebih dalam berharap makhluk itu tidak mengikuti ku.

Tapi ternyata aku salah. Dia malah ikut berlari mengejarku. Jangan menoleh ke belakang aku hanya harus berlari. Larilah demi hidupmu! Entah tenaga dari mana aku bisa berlari secepat ini. Namun makhluk itu sudah semakin dekat. Kakiku mulai terasa sakit karena berlarian tanpa menggunakan alas kaki. Tapi rasa takutku lebih besar dibanding rasa sakit ini.

Sepertinya aku sedang sial, atau memang hidupku selalu sial. Di tengah situasi hidup dan mati ini aku malah tersandung. Hingga terguling-guling beberapa meter.

Aku mulai pasrah dengan hidupku. Makhluk itu semakin dekat. Aku hanya bisa menggeser mundur tubuhku perlahan. Hingga tubuhku tidak bisa mundur lagi karena terhalang pohon.

Dekat, semakin dekat. Bahkan jarakku dan makhluk itu kurang dari satu meter. Kepalanya berhadapan dengan wajahku yang hanya berjarak beberapa centimeter. Bisa kulihat mata semerah darah yang menyala. Mulut dan gigi yang dipenuhi darah menggeram ke arahku.

Gerrr

Tubuhku bergetar hebat. Makhluk itu seperti bersiap akan menggigit kepalaku, tapi hanya ini satu-satunya kesempatan.

Jlebb

Aku menusukkan belati ke salah satu mata makhluk itu dan mencabutnya lagi.

Grahhh

Makhluk itu mundur dan berteriak kesakitan. Melihat kesempatan itu aku berdiri bersiap untuk melarikan diri. Belum sempat aku melarikan diri, makhluk itu marah dan menyerangku dengan brutal. Berusaha menghindari cakaran dengan mengandalkan keberuntungan. Namun tetap saja lenganku terkena cakarnya yang tajam itu.

Menahan rasa sakit sekaligus ketakutan menghadapi kematian. Aku bersembunyi di balik batu besar. Darah terus keluar dari luka di lenganku. Jika seperti ini aku akan mati kehabisan darah. Aku merobek sebagian baju ku dan melilitkan nya ke lenganku.

Meskipun gelap tapi penciuman makhluk itu tajam. Dia berhasil menemukan ku dengan cepat. Aku menghindari cakaran nya dengan berguling ke samping dan batu itu hancur dalam sekejap. Bahkan batu sebesar itu pun hancur, sepertinya dia benar-benar marah.

Tidak ada tempat untuk lari sekarang. Bahkan jika aku lari makhluk itu bisa dengan cepat menangkap ku. Meskipun tubuhnya besar tapi serangannya bukan main-main.

Apakah aku akan pasrah menghadapi kematian?

Tentu aku tidak sudi jadi makan malam makhluk ini.

Mengacungkan belati yang ku dapat tadi dengan tangan bergetar, mungkin tidak akan berpengaruh apa-apa. Tapi hanya ini satu-satunya senjata yang ku punya. Seandainya aku memiliki sedikit kekuatan over power itu, aku tidak akan berakhir seperti ini. Aku menertawakan kebodohan ku yang berharap akan ada pahlawan yang menyelamatkan ku.

Seakan mengejek dia berjalan pelan ke arahku. Gerakannya tidak sebrutal tadi. Sepertinya dia tahu aku sudah tidak bisa kabur lagi. Aku hanya bisa berjalan mundur sambil tetap mengacungkan belati kearah makhluk itu. Tubuhku akan mencapai batasnya. Seandainya aku punya senjata yang lebih kuat.

AKU TIDAK BOLEH MATI DISINI!

Tiba-tiba rasa hangat mengalir di tubuhku, berkumpul di satu tempat menuju belati yang kupegang. Muncul sinar yang menyilaukan dan belati ku berubah menjadi pedang yang dilapisi es.

Apakah ini... Sihir?

Tanpa memberiku kesempatan mencerna yang terjadi. Makhluk itu mulai menyerang. Bukannya menghindar aku malah maju menghadapinya. Seperti tindakan bunuh diri memang.

Aku berhasil menghalau serangan dan melancarkan serangan balik hingga melukai salah satu kakinya. Makhluk itu berteriak kesakitan dan semakin marah. Niat membunuhnya bahkan lebih besar dari sebelumnya. Sepertinya dia sudah menganggapku sebagai musuh bukan sebagai mangsa.

Ringan. Seperti memegang belati biasa. Karena aku sudah mendapat senjata sekeren ini aku tidak akan ragu lagi. Berbekal ilmu pedang dan bela diri yang kudapat di kehidupan sebelumnya. Aku melancarkan serangan balik. Aku tidak akan kalah. Meskipun tubuhku kecil dan energiku sudah terkuras banyak.

Aku sedikit kewalahan karena serangannya lebih tajam dan mematikan dari sebelumnya. Kulitnya juga sangat tebal. Gawat kalau seperti ini aku yang akan tumbang duluan. Pertarungan berlangsung beberapa menit. Aku bahkan takjub bisa bertahan selama ini. Mungkinkah ini yang disebut semangat bertahan hidup.

Aku tidak bisa membuang waktu lebih lama lagi. Memanfaatkan penglihatannya yang terbatas karena aku sudah melukai salah satu matanya. Aku menyerang dari titik buta. Menggunakan batang pohon sebagai pijakan aku melompat hingga berhasil menaiki punggungnya. Sepertinya dia sadar aku berada di punggungnya. Dia menggoncangkan tubuhnya dan berusaha meraih ku tapi tidak berhasil.

Ini satu-satunya kesempatan. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku berusaha menjaga keseimbangan ku kemudian menusukkan pedang es ku ke lehernya.

Jlebb

Terlalu dangkal.

Aku menusukkan nya lebih dalam dan makhluk itu berteriak kesakitan. Masih dengan pedang yang bertengger di lehernya aku mendorong nya turun ke bawah hingga membuat luka besar yang menganga. Lalu makhluk itu pun berhenti bergerak dengan darah yang terus mengalir keluar dari luka yang ku buat.

Apakah dia sudah mati?

Aku menarik pedangku yang sudah tertutup oleh darah. Bahkan tubuhku juga dipenuhi darah. Oke ini sedikit menjijikkan.

Aku berhasil. Aku mengalahkannya. Rasa lega sekaligus senang karena bisa lolos dari kematian. Jika bukan karena pedang ini aku mungkin sudah mati tadi.

Tapi bagaimana aku bisa membuat pedang es?
Apakah aku memang bisa melakukan sihir? Es ini bahkan tidak meleleh. Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku yang tentunya tidak bisa ku jawab.

Dari pada itu aku harus segera pergi dari sini. Mayat monster ini akan menarik monster menyeramkan yang lain.

DEG

Jantungku tiba-tiba berdetak cepat, rasa panas sekaligus sakit menjalar di tubuhku. Kenapa harus sekarang.

Uhuk

Seteguk darah keluar dari mulut ku. Aku berusaha berdiri dengan berpegangan pada pohon di sekitar. Karena tidak kuat berdiri tubuhku ambruk ke tanah. Bukan hanya sedikit tapi rasanya seluruh darahku akan keluar lewat mulut. Pandanganku mulai memudar. Rasa sakit ini sangat menyiksaku.

Aku tidak ingin berakhir seperti ini!

Sambil merutuki nasibku yang selalu sial semuanya berubah menjadi gelap.


⋇⋆✦⋆⋇ 

Terima kasih sudah membaca🤗

Kesayangan Keluarga DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang