Bab 4 : Aku dan Kamu itu Sama

12 0 0
                                    

Kamarnya menjadi saksi berapa lama Elma menangis diatas kasur sembari memeluk guling. Ia paling tidak suka dimarahi padahal penyebabnya bukanlah Elma. Sabrina tidak pernah ingin mendengar alasan yang keluar dari Elma.

Terkadang ada pikiran jahat untuk menyusul sang Ayah. Pikiran itu hanya muncul ketika Elma sedang terpuruk. Ketika malam hari Elma harus patah, siapa yang akan merengkuhnya disaat itu juga? Hanya dirinya sendiri. Sabrina adalah ibu sekaligus luka terdalam bagi hidupnya. Sedalam apapun lukanya, tidak ada keberanian untuk membenci Sabrina.

"Sabar, El. Mungkin kamu masih kecil untuk memahami segalanya. Kalo kamu udah gede gak bakal nangisin hal kecil kaya gini kok,"

Tiba-tiba saja ponselnya bergetar pertanda ada yang menelpon. Saat diambil ternyata itu Tina yang menelponnya. Elma tidak bisa berbicara dengan suara seperti ini. Ia memilih untuk menolaknya. Tapi tak lupa ia mengirimkan sebuah pesan.

Elma : Kenapa Tin
Tina : Jangan lupa kertas asturo, gurunya galak
Elma : gue ada ko kertas asturo dirumah nanti tak bawa ya
Tina : Oh yaudah deh kalo ada besok bawa ya
Elma : okee

Elma tidak mau lama-lama bermain ponsel. Ia langsung memeluk dirinya sendiri kemudian berkata, "Semua orang bisa berbuat kesalahan termasuk Aku dan Mamah. Kemudian hari aku sama Mamah bisa saling menyayangi."

Untuk usia 13 tahun ini Elma sudah cukup pintar untuk tahu bahwa ibunya memang sedang lelah saja bukan karena Sabrina membencinya. Elma harus mengatur perasannya agar tidak mudah tersakiti. Terkadang Elma lupa untuk menahan tangisannya.

Selama-lamanya Elma menangis matanya tak lupa menutup untuk tidur karena ia tahu besok hari Jum'at, hari terakhir sekolah pada minggi ini.

Pagi harinya Elma sudah disibuki dengan menyiapkan buku dan segala keperluannya disekolah. Semalam ia lupa menyiapkannya karena terlalu larut menangis. Alhasil ia terkena omelan lagi oleh Sabrina karena Elma mengurangi waktu milik ibunya.

"Elma cepet!"

"Makannya barang-barang tuh disiapin dari malem bukan malah pagi-pagi kaya gini." Teriak Sabrina dari ruang tamu. Sebagai pekerja Bank tentunya ia sudah siap dari pagi.

"Iya, Mah sabar. Elma juga udah buru-buru ini," sahut Elma berusaha tidak terpancing emosi. Entah keturunan darimana jiwa-jiwa emosiannya ini.

"Jangan sabar-sabarnya aja. Semuanya ada batasnya. Kamu terlambat paling cuman dimarahin sama Guru kamu, coba Mamah? Bisa dipecat nanti!"

Karena didesak terus-menerus, Elma akhirnya keluar kamar. Ia tidak ingat apalagi yang seharusnya dibawa. Hatinya tidak tenang karena merada ada sesuatu yang tidak dibawa.

Ternyata mobil sudah dikeluarkan dari rumah. Sabrina bergegas masuk ke dalam mobil lalu disusul oleh Elma yang duduk dibelakang.

"Pulangnya sama Uwa Kintan kayak biasa."

"Ada yang ketinggalan ga?" Tanya Sabrina ketus. Elma langsung menggelengkan kepalanya. Jika ia menjawab 'ada' maka perjalanan akan diisi oleh ocehan Sabrina.

Tidak ada untungnya diam-diaman selama diperjalanan. Sebaliknya pun sama. Mereka berdua seperti orang asing. Elma bagaikan seorang anak yang sedang nebeng mobil tetangga.

Sabrina mengendarai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata namun tetap aman. Mobil sudah biasa dibawa olehnya. Namun tetap saja Elma ketakutan saat Sabrina mengendarai mobil.

"Jangan macem-macem disekolah, itu tempat belajar." Pesan Sabrina saat Elma hendak turun.

"Iya, Mah." Elma mencium tangan ibunya kemudian turun.

Banyak pasang mata yang memperhatikan Elma saat keluar dari mobil mahal itu. Elma adalah gadis populer di sekolah ini karena parasnya yang cantik. Disisi lain ada juga yang membencinya karena banyak orang yang menyukainya atau biasa disebut orang iri. Bahkan ada yang mengira Elma menggunakan susuk.

Elma tidak menghiraukan segala pasang mata yang memperhatikannya. Ia melewati kelas-kelas termasuk kelas Elka yakni 7B. Ada rasa ingin tersenyum namun ia tahan karena tidak ada siapapun yang tahu tentant hubungan mereka.

Sesampainya dikelas Elma baru sadar ia tidak membawa kertas asturo untuk membuat peta konsep pada hari ini.

"Pasti lo gak bawa kertas asturo," ucap Tina datar saat Elma duduk dikursi.

"Iya sorry enggak bawa,"

"Sorry? Kita-kitaan udah bawa loh, El."

"Terus gimana? 'kan Gue juga enggak sengaja," ujar Elma jujur. Sebenarnya ini salahnya yang teledor telat menyiapkan barang-barangnya.

"Lo tadi berangkat sama siapa? Ibu lo 'kan? Telpon lagi aja suruh ambil kertas asturonya dirumah,"

"Apasih? Lo pikir Ibu Gue pembantu lo?"

"Tapi 'kan tanggung jawab lo, El. Jangan kabur dari kesalahan lo, kita semua udah pada bawa barang-barangnya kecuali lo."

"Bisa dikerjain besok 'kan?" Dengan entengnya Elma berkata seperti itu. Ia sedang terbawa emosis. Bisa-bisanya Tina menyuruh ibunya bolak-balik. Tidak tahu saja betapa susahnya Elma meminta waktu Sabrina untuk dirinya sebagai anak.

"Gampang banget ya lo bilang kaya gitu!"

"Lo diem. Gue beli sekarang." Bungkam Elma. Ia berjalan keluar kelas dengan perasaan kesal.

Pergi ke koperasi sendirian untuk pertama kalinya. Untungnya koperasi sudah buka dan Elma mendapatkan apa yang dibutuhkan. Sebelum pergi, Elma menghitung kembaliannya dan tak sengaja menangkap Elka sedang bercanda asik dengan seorang gadis.

Elma meremas-remas uang kembalìan itu. Saat orang-orang lewat ia langsung sadar dan memasukkan uangnya ke kantong baju.

"Elma," itu bukan suara Elka. Tapi ada yang memanggil Elma. Ia menoleh ke belakang dan mendapati seoranh cowok yang sepertinya Kaka kelasnya.

"Apaan?" Tanya Elma.

"Bagi nomor wa dong?"

"Boleh," jawab Elma dengan beraninya.

"Wih anjay langsung dapet nomornya. Padahal Lo jelek," ucap temannya yang ikut menemani.

Cowok itu mengabaikan ucapan temannya dan memilih membuka ponselnya untuk mencatat nomor gadis cantik itu.

"Berapa nomornya?" Tanya cowok itu.

"Kosong Delapan Delapan," ucap Elma menggantung.

"Kapan-kapan kita ke dupan," Elma segera kabur dari para cowok yang menurutnya berbahaya ini.

"Ternyata Gue jelek anjir." ucap cowok itu menatap kepergian Elma.

"Bener kata 'Gue juga apa. Cantik kata gitu enggak mungkin pacarnya kaya lo," timpal temannya.

Elma kembali ke kelasnya dengan perasaan tambah badmood ditambah lagi pemandangan yang cukup menyakitkan.

Disimpannya kertas asturo itu diatas meja. Ia duduk dan langsung menutupi wajahnya diatas meja. Ia kesal terhadap Elka dan gadia itu. Haruskah mereka berduaan seperti itu? Apalagi ada Elma yang statusnya sebagai kekasihnya.

tuk tuk

"Lo napa, El?" tanya Tina saat melihat punggung Elma bergetar pelan. Ia was-was Elma menangis karena habis cekcok dengannya.

Elma mengangkat badannya dan menoleh ke arah Tina. "Tina...."

Elma langsung memeluk Tina tanpa perduli dengan orang yang sudah datang ke kelas.

"Hiks, dia selingkuh dari Gue, Na."

"Jahat, Na."

that's not what God meantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang