Matahari sudah terbit, dengan cahayanya yang masuk ke sebuah kamar lewat jendela yang gordennya sudah terbuka. Seorang remaja perempuan yang tidur di kamar tersebut perlahan membuka matanya. Dia kemudian duduk dengan tangan memegangi kepalanya sendiri yang terasa pusing.
"Duh, jam berapa ini?" Gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. Dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, dia berusaha mencari ponselnya sendiri. Namun, tidak ketemu.
Setelah beberapa saat, gadis muda yang tak lain adalah Naila tersebut sadar akan sesuatu. Matanya langsung melihat sekitar, yang tak dia kenali. Ternyata, dia tak berada di kamarnya sendiri sekarang.
"Tunggu. Semalam kan aku pergi keluar. Siapa yang membawaku ke sini?" Naila bertanya pada dirinya sendiri. Setelah berusaha mencerna keadaan sedikit demi sedikit, Naila pun dengan panik melihat dirinya sendiri. Pakaiannya masih terpasang tanpa ada yang terlepas. Bahkan sepatunya juga tidak dilepas.
"Syukurlah," ucap Naila.
"Sudah sadar sekarang?"
Naila terperanjat kaget saat sebuah suara yang berat terdengar bertanya ke arahnya. Naila kemudian menengok ke arah suara, dan matanya pun melotot kaget melihat siapa pemilik suara berat tersebut.
"Om Xavier?" Naila bertanya dengan bingung dan kaget.
"Tunggu. Kenapa aku bisa ada di sini? Apakah ini rumah Om?" Naila bertanya seraya melihat sekitar.
"Memangnya kamu pikir rumah siapa lagi," jawab Xavier. Dia berjalan mendekati Naila lalu menyerahkan secangkir teh hangat pada gadis itu.
"Kamu mabuk berat semalam." Xavier berucap. Naila terdiam mendengar itu, dengan perasaan tegang. Oh tidak.
"Apa yang kamu lakukan di kelab malam sampai mabuk berat seperti itu? Kamu tidak pikir apa yang akan terjadi ketika kamu mabuk? Gak takut sesuatu yang buruk menimpa kamu apa?" Xavier menyerang Naila dengan pertanyaan berisi nada kemarahan.
"Aku hanya merayakan kelulusan saja dengan teman-temanku," jawab Naila dengan suara pelan. Xavier mendengus kuat mendengar itu.
"Kamu ingat nggak apa saja yang terjadi semalam?" tanya Xavier. Naila diam beberapa saat, kemudian menggeleng pelan.
"Semua laki-laki yang kamu sebut teman itu menggerayangi tubuhmu." Xavier memberitahukan dengan emosi yang membuncah. Kekesalan dan kemarahan terlihat jelas di mata Xavier sekarang.
"Bisa saja kamu diperkosa oleh mereka jika aku tidak langsung membawamu pulang," desis Xavier. Dia kemudian berdiri dan berjalan mendekati jendela. Sedangkan Naila termenung dengan perasaan kaget luar biasa.
"Aku harus melaporkan ini pada ayahmu." Xavier berkata lagi. Naila langsung membelalak kaget mendengar itu.
"Om! Please! Jangan ceritakan ini pada Papa. Papa akan marah besar kalau tahu."
"Ayahmu harus tahu agar-"
"Aku janji tak akan mengulanginya! Aku janji!"
Naila langsung turun dari atas ranjang dan berlutut, memohon pada Xavier agar pria itu tidak mengadukan kejadian semalam pada sang ayah.
Xavier memicingkan mata ke arah Naila yang memasang wajah untuk dikasihani.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sana?" Xavier bertanya lagi dengan nada tegas, menuntut jawaban yang jujur.
"Kami merayakan kelulusan, Om. Awalnya aku pikir mereka akan merayakannya di cafe atau restoran. Aku bahkan kaget saat temanku mengajakku ke sana," jawab Naila dengan suara pelan, ketakutan.
"Terus?"
"Aku menolak minum tapi mereka bilang minuman itu tidak akan membuatku mabuk." Naila menjawab lagi. Kepalanya tertunduk dengan ekspresi penyesalan yang kentara di wajahnya. Mendengar apa yang Xavier katakan, rasanya Naila ingin menangis saja.
"Terima kasih sudah membawaku pulang, Om." Naila berkata lagi dengan suara bergetar menahan tangis. Xavier menghembuskan nafas panjang mendengar itu. Sepertinya Naila berkata dengan jujur.
"Bersiaplah. Aku antar pulang sekalian berangkat kerja," ucap Xavier. Setelah mengatakan itu, Xavier pun berjalan keluar dari kamar tamu di rumahnya yang semalam ditempati oleh Naila.
***
Xavier kini berada di dalam mobil bersama dengan Naila yang duduk di sampingnya. Xavier akan mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya. Kebetulan, tempat tinggal Naila searah dengan kantor tempat kerja Xavier.
"Om Xavier semalam ada urusan apa ke sana?" Naila bertanya seraya menengok ke arah Xavier.
"Bertemu teman." Xavier menjawab singkat tanpa menoleh sedikit pun pada Naila. Karena dia harus fokus pada jalanan.
"Kamu tidak ikut orang tuamu ke Solo?" Xavier bertanya seraya melirik Naila lewat sudut matanya.
"Tidak. Besok aku harus mengurus pendaftaran untuk kuliah. Jadi tak bisa ikut," jawab Naila. Xavier manggut-manggut mendengar itu.
"Jadi sampai minggu depan kamu akan sendirian saja di rumah?" Xavier bertanya lagi dengan kening yang berkerut.
"Heem. Gak sendirian juga sih. Ada Bi Ira di rumah." Naila menjawab.
"Kalau begitu, jangan pulang malam. Jangan memanfaatkan situasi saat orang tuamu tidak ada," ujar Xavier penuh peringatan.
"Iya." Naila menjawab dengan nada sedikit sebal.
"Apa Om Reza tahu semalam kamu pergi keluar?" Xavier bertanya. Mobilnya berhenti sesaat ketika lampu merah menyala.
"Aku udah minta izin kok sama Papa." Naila menjawab. Matanya mengarah keluar jendela, melihat mobil yang berjajar memenuhi jalan.
Tak lama kemudian, lampu lalu lintas berubah warna. Mobil Xavier pun mulai melaju lagi di jalanan dengan kecepatan sedang.
Setelah beberapa menit di perjalanan, akhirnya mobil Xavier sampai di depan gerbang rumah Naila. Gadis itu pun segera melepaskan sabuk pengaman yang dia pakai. Sebelum turun dari mobil Xavier, Naila kembali mengucapkan terima kasih pada pria itu.
"Om, sekali lagi terima kasih sudah membawaku pulang. Aku janji aku tak akan mengulangi perbuatanku semalam. Jadi, tolong jangan adukan aku ke Papa," ucap Naila. Xavier menatap Naila dengan tatapan datarnya. Dia yang tak langsung merespon membuat Naila khawatir dan cemas.
"Apa yang akan kamu lakukan pada teman-temanmu sekarang?" tanya Xavier. Naila terdiam mendengar itu. Apa yang akan dia lakukan pada teman-temannya? Entahlah. Yang jelas Naila kecewa pada mereka. Dia merasa ditipu dan dibodohi oleh mereka. Mentang-mentang dia tak tahu-menahu tentang kelab malam maupun alkohol.
"Kami sudah lulus sekarang. Jadi, aku akan jarang bertemu dengan mereka. Mungkin aku akan sedikit menjauh dari mereka," jawab Naila. Teman-teman yang mengajaknya semalam ke kelab bukanlah teman-teman dekatnya. Naila juga menyalahkan dirinya sendiri yang bodoh mau menerima ajakan mereka, hanya karena mereka adalah teman sekelas.
"Sebaiknya kamu jauhi teman-teman yang membawa pengaruh buruk padamu. Carilah teman yang baik-baik." Xavier menasehati.
"Iya, Om. Sekali lagi terima kasih." Setelah mengatakan itu, Naila pun turun dari mobil Xavier dan segera masuk ke dalam rumahnya.
_____________________________________
Hai semuanya. Update kedua untuk hari ini. Jangan lupa tinggalkan jejak ya❤
Selamat ya, tebakan kalian tentang Naila benar🥳🥳

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetheart
RomanceXavier Pratama, seorang pria berusia 32 tahun berstatus lajang yang kini menjabat sebagai CEO di perusahaan ayahnya. Secara tak sengaja, dia masuk ke dalam kehidupan seorang remaja yang baru saja lulus SMA. Berkeinginan untuk menjauh, namun waktu se...