“Ard, aku tahu kau berbohong.” Nadezhda sangsi dengan kata-kata yang telah Ardallan ucapkan sebelumnya.“Berbohong apa yang kau maksud?”
“Kau benar-benar mengatakan hal yang tidak masuk akal. Pohon harapan itu tidak nyata. Kau hanya berbohong.” Nadezhda bersikukuh berpendapat demikian kepada Ardallan. Dan ia hanya ditanggapi senyum tipis oleh lelaki itu.
“Lain kali kau akan mengerti, Nada.” Mendengar hal itu, Nadezhda semakin dibuat penasaran oleh Ardallan.
“Aku tidak mengerti!” Nadezhda membentak Ardallan, sehingga membuatnya menatap mata Nadezhda secara otomatis.
“Terserah kau saja. Aku tidak akan memaksakan mu untuk tahu.” Dan lelaki itu melengos pergi begitu saja meninggalkan Nadezhda, di tengah-tengah hutan cemara yang lebat.
“Ardallan!” Nadezhda sekuat tenaga berusaha untuk mengejar sosok itu, tetapi ia tidak bisa. Sosok itu sudah menghilang ditelan kabut akan rindangnya pepohonan.
“Aku sendirian, lagi. Sebenarnya pohon harapan itu apa, dan di mana?”
“Apakah yang barusan diucapkan oleh Ard itu benar?”
Nadezhda bertanya kepada dirinya sendiri, hingga tak sadar ia kini tengah berjalan melewati pohon-pohon rindang di sekelilingnya.“Pohon harapan atau wishing tree merupakan pohon misterius, di pohon tersebut terdapat banyak sekali kertas-kertas yang tergantung, seolah memang dibiarkan begitu saja. Di kertas tersebut, terdapat banyak sekali permintaan yang bisa diajukan si pengguna. Konon, jika kau meminta sesuatu di pohon itu, hingga kurun waktu sebulan, permintaanmu akan dikabulkan. Pohon harapan itu tersembunyi di dalam gelapnya hutan, susah dijangkau manusia, serta keberadaannya yang dekat dengan tebing curam. Pohon harapan memiliki daun yang berbeda dari kebanyakan pohon lain, yaitu berwarna merah darah.”
Nadezhda merapal setiap kalimat yang menyebutkan ciri-ciri pohon harapan itu.
“Berwarna merah darah, terdapat kertas-kertas yang tergantung, dekat sekali dengan tebing curam. Apakah itu...”
Nadezhda tertegun disaat ia melihat pemandangan didepannya.
“Ah— aku pasti hanya bermimpi.”
Sebuah pohon besar, berwarna merah darah, dengan kertas tergantung, serta dikelilingi oleh rindangnya pepohonan lain.“Pohon itu...”
Nadezhda berbinar seketika, melihat apa yang ada dihadapannya. Jadi, pohon harapan itu memang benar adanya? Darimana Ard tahu tentang pohon itu? Apakah ia...
“Pohon harapan akan mengabulkan permintaan mu selama kurun waktu sebulan. Tetapi, semakin kamu meminta kepada pohon itu, semakin kamu lupa akan dirimu sendiri.”
Aku tidak akan lupa dengan diriku sendiri, aku akan tetap meminta apa yang aku butuhkan!
Nadezhda mengeluarkan segenggam kertas dengan pulpen yang ada di saku bajunya, lalu menulis beragam permintaan di sana.
Aku hanya ingin ibuku kembali.
Aku ingin ayahku terbangun dari komanya.
Aku ingin semua orang menyayangiku.
Aku ingin Ardallan mencintaiku dengan tulus.
Aku ingin hidup dengan tenang.Setelah menulis ragam permintaan, Nadezhda mengkaitkan kertas tersebut dengan seutas tali berwarna merah yang tergantung di ranting pohon tersebut. Nadezhda lalu memandang sejenak kertas yang telah ia gantung, kemudian ia berbalik memunggungi pohon tersebut, dan berjalan menjauh dari sana. Ia memutuskan untuk pulang, menemui ayahnya di rumah sakit.
“Sayang, kau tak perlu meminta. Dikarenakan aku telah mencintaimu sejak lama.”
•
.
.
.“Nadezhda, kau kenapa sebenarnya. Apa yang terjadi denganmu?” Nina, sahabat karib Nadezhda heran dengan tingkah sahabatnya itu.
“Kau siapa, kenapa kau ada di sini!?” Nadezhda bertingkah paranoid dari sebulan yang lalu. Seiring waktu, ia semakin tidak ingat akan siapa dirinya bahkan orang lain
disekitarnya.“Oh Nad, sesungguhnya kau telah terkena akibatnya.”