Di suatu pagi yang tenang tampak seorang ayah dan anak sedang duduk menikmati sarapan. Beginilah mereka menjalani hari-hari. Sebuah keluarga yang hanya terdiri dari ayah dan anak. Kim Suho dan anak perempuannya Kim Minji. Ibu Minji, Bae Joo Hyun, meninggal saat melahirkan Minji. Setelah bayi minji lahir, ibunya mengalami perdarahan hebat dan tidak mampu diselamatkan. Ayahnya tidak menikah lagi. Kim Minji adalah anak seorang pemilik hotel mewah yang mempunya banyak cabang baik di korea maupun mancanegara. Ayah Minji adalah tipe orangtua yang mengasuh anaknya dengan otoriter. Minji harus menuruti semua perintah dan peraturan yang dibuat ayahnya. Minji dididik sejak kecil untuk menjadi anak yang sempurna. Penurut dan berotak cemerlang. Bisa dikatakan dia adalah anak yang sempurna. Dambaan setiap orang tua ataupun mertua. Sejak SD dia selalu meraih juara satu. Bukan hanya di kelasnya tapi ranking satu di sekolah. Nilai raportnya hampir semuanya 100. Paling rendah nilai yang pernah dia dapatkan adalah 90. Dia adalah anak yang sempurna. Tapi dia bukan anak yang bahagia. Ayahnya selalu menginginkan dia meraih nilai 100 di setiap ujian. Jika dia salah satu saja di ujian, maka ayahnya akan memarahinya dan mengatakan jika Minji masih kurang berusaha. Minji adalah pewaris perusahaan ayahnya jadi beban berat ada di pundak Minji. Dia selalu berusaha untuk meraih nilai sempurna di setiap nilai ujian. Bukan karena dia ingin menjadi nomor satu di sekolahnya. Tapi karena dia ingin mendengar ayahnya memujinya. Karena bagi Minji itulah saat dia bisa merasakan kasih sayang ayahnya.
"Minji, kamu sekarang sudah kelas 3 SMA. Papa tidak ingin kamu membuat kesalahan di tahun ini. Kamu harus lulus dengan nilai sempurna. Tahun depan Papa akan mengirim kamu untuk kuliah bisnis di Amerika. Persaingan untuk masuk sangat ketat. Kamu tidak boleh lengah." kata Kim Suho
"Baik, Papa." jawab Minji patuh
"Hari ini Haerin akan pindah ke sekolah kamu. Papa sudah mengatur agar dia satu kelas denganmu. Papa minta kamu bantu dia untuk beradaptasi di sekolah."
Minji hanya mengangguk patuh. Minji diantar sopirnya berangkat ke sekolah. Begitu turun di gerbang sekolah murid-murid langsung histeris melihat Minji. Tidak salah lagi. Dia adalah murid paling populer di sekolah. Fansnya banyak mulai dari siswa, guru, sampai tukang kebun sekolah. Minji hanya tersenyum sambil berjalan masuk ke kelasnya. Yang tanpa Minji sadari senyumannya membuat siapapun yang melihatnya langsung mleyot. Tak lupa dia menyapa temannya sepanjang koridor sekolah. Dia langsung duduk di tempat duduknya yang pembagiannya sudah diberikan saat libur sekolah. Minji kemudian menoleh ke arah sampingnya. Tampak bangku masih kosong. Sepertinya sang pemilik bangku belum tiba di sekolah.
'Tiga tahun kau menjadi teman sekelasku terus, Hanni. Apakah ini takdir?' batin Minji sambil tersenyum
Pikiran Minji melayang saat awal kedekatan mereka.
FLASHBACK
Akhir semester pertama kelas 1 SMA. Sore itu semua murid telah pulang setelah pembagian hasil ujian matematika yang kebetulan menjadi mata pelajaran terakhir hari itu. Tapi Minji masih duduk termenung di kursinya melihat kertas ujiannya. Angka 90 tertulis di pojok atas kertas tersebut. Ya itu nilai yang dia dapatkan. Nilainya menjadi yang tertinggi di kelasnya. Tapi dengan nilai seperti itu, bagaimana dia akan menghadap ayahnya. Tentu ayahnya akan kecewa. Dengan perasaan kesal dia meremas kertas itu menjadi bentuk bola dan melemparkannya asal.
"ADUH!"
Terdengar suara orang mengaduh kesakitan yang membuat Minji kaget. Tampak olehnya seorang teman sekelasnya sedang mengusap dahinya.
"Hanni.. Kau belum pulang?" tanya Minji kaget
"Komik-ku ketinggalan di laci meja.." jawab Hanni sambil mengambil gumpalan kertas yang jatuh tak jauh dari kakinya.
"Bukankah di peraturan tidak boleh membawa komik ke sekolah?"
"Yang tidak boleh kan membawa. Membaca berarti boleh. Hehe.." jawab Hanni asal
Minji sudah tidak heran dengan kelakuan temannya bangku sebelahnya itu.Hanni kemudian duduk di bangkunya dan membuka gumpalan kertas tersebut.
"Oh, Kim Minji.. Kenapa kau meremas kertas ujian ini? Kau tau orang-orang dengan otak sepertiku bahkan tidak berani mengharapkan nilai 90."
Minji hanya terdiam
"Berhenti menjadi orang perfectionis." lanjut Hanni
"Aku tidak perfectionis.." sanggah Minji
"Lalu ini apa?" tantang Hanni
"Aku hanya ingin mendapatkan nilai 100" jawab Minji menunduk memasang ekspresi sedih sambil memainkan jemari tangannya.
"Sama aja, Bambaaanggg.."
Tingkah Minji sukses membuat Hanni gemas.
"Terus? Ga dapat nilai 100 itu bukan akhir dunia. Dunia ga kiamat klo kamu dapat nilai 90. Liat sekarang. Apa gunung berapi meletus? Nggak. Lautan tsunami? Nggak. Matahari terbit dari selatan? Nggak. Kamu serangan stroke? Nggak! Berhenti mengeluh." kata Hanni
"Beda, Hanni. Orangtua kamu ga sama kayak orang tua aku. Aku kena marah klo dapet nilai segini" jawab Minji
Hanni menarik napas panjang. Sepertinya dia mengerti kenapa Minji bersikap seperti itu.
"Minji, lihat aku.."
Minji pelan-pelan menoleh ke arah Hanni
"Oke. Klo masalah orangtua, itu aku ga bisa ngomong apa-apa. Tapi klo kamu ngerasa ga dapet nilai 100 trus dunia berhenti berputar, itu ga bener. Liat aku. aku ga pernah dapet nilai 100. dapet 90 aja itu mungkin bisa dicatet sebagai keajaiban di kitab suci. Tapi aku baik-baik aja. Masih bisa main, makan, napas, boker."
"Itu kan kamu. Beda lah sama aku." sanggah Minji
Tiba-tiba Hanni berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Minji. Dia menangkup wajah Minji dengan kedua tangannya lalu mendekatkat wajah mereka.
"Han.. Mo ngapain? Aku masih polos" kata Minji gugup
"Diem! Klo aku mau ngapa-ngapain kamu, ga disini tempatnya. Ada CCTV di kelas."
"Kita pindah tempat yang ga ada CCTV-nya?" tanya Minji (sok) polos
Hanni membenturkan dahinya ke dahi Minji.
"Nggak gitu konsepnya, Kim Minji!" teriak Hanni kesal.
Minji mengangguk pasrah sambil menahan sedikit sakit di dahinya.
"Liat muka aku."
Minji memandang wajah Hanni
"Tiap kali kamu ga dapat nilai 100, liat aku. Tiap kali kamu dimarahin orangtua kamu, liat aku. Aku orang yang sering mendapat nilai jelek. Tapi aku ga apa-apa. Aku orang yang ga bisa ngitung cepet dan ga bisa ngapalin pelajaran sejarah. Tapi aku masih bernapas dengan baik-baik saja. Aku orang yang belajar semalam suntuk belum tentu bisa dapet nilai 90. Kamu, Kim Minji. Dapet 90 di ulangan dadakan yang tiba-tiba dan soalnya sulit dimengerti itu udah luar biasa banget. Ga usah ngeluh. Aku ga suka orang yang udah dikasih nikmat tapi ga bersyukur di hidupnya." kata Hanni dengan wajah serius.
Setelah itu Hanni langsung meninggalkan Minji yang masih kaget dengan apa yang Hanni lakukan. Semenjak hari itu, setiap kali Minji merasa gugup sebelum ujian atau saat pengumuman hasil ujian dia selalu menoleh ke sampingnya, mencari wajah teman bangku sebelahnya. Dan saat Minju menoleh dia disambut oleh senyum manis Hanni yang mampu menangkan perasaannya. Sampai entah kapan, tanpa Minji sadari dia sering diam-diam memperhatikan Hanni di berbagai kesempatan.
END OF FLASHBACK
Author's note :
Fanfic pertama terinspirasi NJ. Semoga suka
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi, Matahari, dan Pesawat Kertas
FanfictionKamu adalah pelangi. Memberi warna di hidupku yang hitam putih dan membosankan. - Minji Kehadiran kamu seperti matahari. Memberi kehangatan untuk hatiku yang bagaikan musim dingin tak berujung. - Haerin Aku ingin menjadi pesawat kertas. Terbang per...