"Haerin berangkat!" kata Kang Haerin sambil mengeluarkan sepedanya dari garasi.
"Jangan sampai terlambat. Jika butuh apa-apa di sekolah itu, bilang pada Minji. Ingat, jika ada yang tanya bilang kalian adalah sepupu!" teriak ibu Haerin, Kang Seulgi, yang sibuk melihat video tiktok di ruang tengah.
Haerin tidak merespon perkataan ibunya. Dia lalu mengayuh sepedanya melewati jalanan yang masih belum familiar baginya. Baru dua minggu yang lalu dia dan ibunya pindah ke Seoul. Ini adalah ide ayahnya, Kim Suho. Seorang ayah yang tidak pernah mengakui di depan umum bahwa Haerin adalah anak kandungnya. Tentu saja, karena Haerin adalah hasil dari laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan. Bayangkan perasaan Haerin saat dia mulai mengerti bahwa dirinya lahir dari rahim seorang wanita simpanan. Sesuatu yang membuat Haerin menjadi bahan bully-an teman-temannya di sekolahnya yang lama. Haerin sudah terbiasa dengan hinaan bahkan kekerasan fisik di sekolah lamanya. 'Anak haram' atau 'Ibunya adalah seorang pelacur' adalah hinaan yang paling sering dia dengar. Suatu hari, Haerin pulang ke rumah dengan luka memar di lengan dan wajahnya karena dipukuli genk sekolah yang sudah sering mengerjainya. Namun tidak bisa melawan balik karena mereka adalah para anak pejabat. Mereka mengancam jika Haerin sampai melawan atau melaporkannya ke pihak sekolah maka Haerin akan dikeluarkan dari sekolah. Kebetulan waktu itu Kim Suho datang berkunjung dan melihat luka-luka Haerin. Hal itu membuat dia emosi dan berkata akan memindahkan Haerin ke sekolah di Seoul. Rasa bersalahnya muncul saat dia mengetahui bahwa hal ini sudah berlangsung lama. Dengan memindahkan Haerin ke Seoul, dia berharap bisa lebih baik dalam mengawasi Haerin. Kim Suho membeli sebuah rumah di dekat sekolah Haerin untuk Haerin dan ibunya tinggal.
Haerin berhenti dan turun dari sepedanya begitu sampai di depan gerbang sekolah. Dia berdiri diam di tempat sambil memandang tulisan besar berbunyi "HYBE GIRL HIGH SCHOOL". Haerin tetap diam di tempatnya selama beberapa waktu. Dia memperhatikan sekelilingnya. Siswa-siswa memakai seragam yang sama dengannya berjalan memasuki sekolah. Haerin berharap di sekolah baru ini, tidak akan ada murid yang menganggunya. Dia ingin menghabiskan tahun terakhir SMA-nya dengan tenang dan damai.
BRUG!
Tiba-tiba Haerin merasa ada beban berat yang mendorong tubuhnya dari belakang. Karena tidak mengantisipasinya, tubuh Haerin terjungkal ke depan bersama sepedanya. Wajahnya mencium jalanan.
"HANNI!! OH MY GOSH!"
"HANNI! BANGUN!"
Sambil menahan rasa sakit yang tiba-tiba terasa di wajahnya, Haerin mendengar ada suara di belakangnya. Dia menoleh ke belakang untuk melihat apa yang terjadi. Tampak olehnya tiga orang murid sekolah. Satu tangah tergeletak di jalan dan dua lainnya duduk berlutut di sampingnya dengan keadaan panik.
"Hyein, cek lehernya! Terada denyut nadi ga?" perintah salah satu gadis
Haerin melihant gadis bernama Hyein itu meletakkan jari tangannya di leher gadis yang sepertinya sedang pingsan.
"Teraba, Dan. Teraba kuat.." jawab Hyein.
"Napasnya juga ada. Thanks God.." kata gadis satunya yang berwajah bule sambil menghela napas lega.
"Trus gimana? Kita bawa ke rumah sakit?"
"Rumah sakit jauh dari sini. Kita bawa ke UKS aja dulu.."
Kedua gadis itu berusaha memapah tubuh temannya yang pingsan. DI saat itu mata mereka melihat Haerin yang masih terbaring di tanah.
"Kamu ga apa-apa?"tanya salah satu gadis itu
Haerin menggeleng
"Bantuin kita dong.."
Mereka bertiga, dengan bantuan seorang satpam sekolah, membawa Hanni ke ruang UKS. Perawat UKS, Im Yoona, memeriksa gadis pingsan itu dan mengatakan bahwa itu hanya pingsan biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Gadis pingsan itu dibaringkan di bed UKS dengan dua temannya yang setia mendampingi. Sedangkan Haerin diperiksa dan dirawat lukanya oleh perawat yang uwu mempesona itu.
"Oouch.." Haerin meringis begitu kapas alkohol membasahi luka di pipi kanannya.
"Hanya luka lecet. Setelah ini aku akan menutup lukamu dengan plester. Adalagi luka lecet di bagian bibir sampai dalam mulut. Itu karena benturan waktu kau jatuh tadi. Tidak apa-apa. Akan hilang dengan sendirinya. Tapi selama beberapa hari kau tidak boleh makan makanan yang terlalu panas, dingin, atau pedas dulu. Nanti akan terasa perih. Kau paham?"
Haerin mengangguk.
"Kau siswa baru disini?"
"Iya" jawab Haerin pelan
"Selamat datang di sekolah ini. Hari pertamamu telah disambut oleh si Ipin, Upin dan Upil" kata perawat Yoona.
Haerin memandang Yoona dengan wajah bertanya-tanya sedang yang dipandang hanya memasang senyum. Yoona lalu menunjuk ke arah trio gadis itu berada. 2 orang siswa perempuan menangis tersedu-sedu di samping temannya.
"Hanni! Bangun, Han. Jangan tinggalin aku. Aku masih terlalu muda untuk kamu tinggalin! Huhuhu.."
"Hanni.. Pokoknya kamu jangan mati sebelum aku mati.. Aku ga rela, Han. Aku ga sanggup.. I can't live without you.."
"Kamu belum niat aku nikah. Belum liat anak cucu aku.."
"Kita kan udah janji kan buat sama-sama terus. Mulai SMA sampai nanti masuk panti jompo.."
"Kamu sih, Dan. Kenapa lari kenceng banget. Hanni sampe pake semangat kemerdekaan buat ngejar kamu."
"Ini sumbernya kamu. Pake bilang mo kentut. Gimana ku ga lari kenceng."
"Ya kan cuma bercanda. Lagian tadi lari kamu kekencengan. Pelanin dikit napa.."
"Bercanda kamu ga lucu.. Not funny!"
Dan debat pilpres seru itu terus belanjut yang ditonton oleh Haerin dan perawat Yoona.
"Mereka bertiga itu sohib lengket sejak kelas 1. Kemana-mana bertiga terus. Makanya anak-anak sini manggilnya mereka Ipin Upin Upil. Yang paling tinggi trus rambut panjang itu si Ipin. Namanya Hyein. Yang bule itu si Upin, namanya Danielle. Nah, yang pingsan itu dipanggil Upil. Karena badannya pang paling kecil diantara mereka bertiga. Namanya Hanni. Ga usah heran ma tingkah mereka. Emang gitu. Si Hanni kan fisiknya emang ga kuat. Kadang pingsan ato sakit pas pelajaran olahraga dan dibawa ke UKS. Kalau aku perhatiin, tiap kali Hanni sakit memang kesehatan mental Hyein dan Danielle jadi terganggu. Ya jadi kayak kamu liat sekarang. Pernah malah kayak orang kesurupan.." terang Yoona.
Haerin hanya diam sambil mendengarkan penjelasan sang perawat. Setelah itu suasana menjadi hening, sampai kemudian terdengar suara yang menggemparkan.
"HANNI!!!"
"SUSTER!!"
Teriakan Danielle dan Hyein sukses membuat perawat Yoona dan Haerin kaget. Perawat Yoona langsung mendekati mereka dan bertanya ada apa. Sedangkan Haerin mengintip di belakang Yoona.
"Hanni sudah sadar.." kata Danielle sambil menunjuk ke arah Hanni yang dalam posisi duduk di bed-nya.
Perawat Yoona menarik nafas lega. Dia lalu dudul di tepi bed dan memandang Hanni.
"Apa yang sakit?" tanya Yoona lembut
"Kepala. Tapi hanya sedikit." Kata Hanni sambil menunjuk kepalanya.
"Kau tau ini dimana?" tanya Yoona lagi, dia ingin mengecek kesadaran Hanni.
Hanni melihat sekelilingnya. Dia tidak asing dengan pemandangannya.
"UKS sekolah."
"Bagus. Kau tau siapa perempuan ini?" Yoona menunjuk ke arah Hyein
Hanni memandang Hyein beberapa detik lalu menjawab "Lee Hyein"
Hyein lega mendengarnya. Lalu Yoona menunjuk ke arah Danielle, "Kalau yang ini?"
"Danielle.." jawab Hanni
"Bagus. Kau ingat namamu siapa?" tanya Yoona lanjut
"Namaku.."
Hanni tampak berfikir sejak seperti mengingat sesuatu. Yoona, Hyein, dan Danielle harap-harap cemas menunggu jawaban Hanni.
"Namaku Kim Jennie..Taste that pink venom~ Taste that pink venom~" jawab Hanni sambil menirukan koreografi BLACKPINK yang terkenal.
Hyein dan Danielle bertepuk tangan sambil sorak-sorak bergembira.
"Akhirnya kamu sadar! Tau ga, jantung aku hampir berhenti waktu kamu pingsan tadi." Kata Danielle sambil memeluk Hanni.
Hyein langsung sujud syukur di samping bed kemudian bergabung memeluk Hanni dan Danielle. Hanni sampai menepuk-nepuk lengan kedua temannya karena pelukan mereka terlalu erat, dia sampai tidak bisa bernapas. Yoona tertawa melihat tingkah trio itu. Sedangkan Haerin bengong melihat peristiwa yang membagongkan itu.
Setelah itu Yoona menyuruh Hyein dan Danielle untuk masuk kelas. Tentu saja dua sahabat Hanni itu menolak sebelum akhirnya sang perawat mesti menyeret mereka berdua keluar UKS. Sedangkan Haerin dan Hanni sementara di ruang UKS dulu. Hanni berbaring di bed-nya sedang Haerin berdiri di samping jendela memandang ke halaman sekolah.
"Hei, kau kelas berapa? Sepertinya aku belum pernah melihatmu.." kata Hanni memecah kesunyian.
"Aku siswa pindahan. Ini hari pertamaku" jawab Haerin tetap memandang ke luar
"Ahh, pantas. Lalu kenapa kau disini? Kenapa wajahmu luka?" tanya Hanni
Haerin diam sejenak kemudian menjawab "Kau menabrakku tadi.."
Hanni teringat kejadian tadi. Kepalanya mendadak pusing saat sedang berlari. Saat terjatuh dia merasa menabrak sesuatu di depannya.
"Aahhh.. Maafkan aku! Aku tidak sengaja.."
"Hhmmm" Haerin hanya menggumam sambil mengangguk pelan.
Mendapat respon minimal dari Haerin, Hanni perlahan bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri mendekati Haerin. Aksinya sukses membuat Haerin mengalihkan perhatiannya dan melihat ke arah Hanni.
"Kenalan yuk. Namaku Hanni Pham. Panggil saja Hanni."
"Pham?"
Haerin belum pernam mendengar marga itu selama ini.
"Orangtuaku dari Vietnam. Aku lahir besar disana sebelum akhirnya pindah ke negeri ini. Kalau kamu?"
"Namaku Kang Haerin" jawab Haerin singkat, jelas, dan padat.
'Irit banget ngomongnya. Kayak robot belum diprogram' batin Hanni
"Sakit?"
"Hhmm?"
"Luka di wajahmu.."
"Tidak.."
"Bohong.."
"Benar.."
Tanpa ijin, Hanni menyentuh luka di sudut bibir Haerin.
"Arrkkhhh.." Haerin mengerang kesakitan
"Tuh kan sakit..." kata Hanni
Haerin menampis tangan Hanni yang menyentuh lukanya.
"Sudahlah. Aku tidak apa-apa."
"Tsk.. Sok kuat.. Kau marah padaku?"
"Tidak." Haerin menggeleng
Dengan usil tangan Hanni kembali menyentuk luka di wajah Haerin.
"Arrhhh.. Kamu ngapain?" tanya Haerin kesal
"Tuh kan kamu marah sama aku.." kata Hanni sambil cengar-cengir
'Ini anak punya masalah apa sih?!' batin Haerin dalam hati.
Tiba-tiba pintu UKS terbuka dan perawat Yoona masuk.
"Hanni, Haerin.. Ternyata kalian berdua satu kelas. Aku sudah bicara dengan wali kelas kalian. Kalian bisa masuk ke kelas sekarang. Hanni, kau antar Haerin ke kelas ya.."
"Siap komandan!" jawab Hanni dengan sikap hormat grak..
Hanni dan Haerin menuju ke kelas mereka dengan Hanni sibuk menjadi tour guide menerangkan ruang-ruang sekolah mereka. Sedangkan Haerin hanya berjalan sambil menunjukkan muka datarnya. Tiba di depan kelas mereka, Hanni mengetuk lalu membuka pintu kelas, dengan Haerin mengekor di belakangnya.
"Oh, Hanni. Masuklah. Kau sudah sehat?" tanya wali kelas
Hanni mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Baikah, duduk di kursimu.." kata pak guru tersebut sambil menunjuk ke sebuah bangku kosong di deretan paling depan.
Hanni dengan tidak bersemangat menuju kursinya. Dia benci duduk di bangku paling depan.
"Ah, kau pasti murid baru.." kata sang guru saat melihat Haerin berdiri di depan kelas.
Haerin mengangguk.
"Kalau begitu langsung saja perkenalkan dirimu ke teman-teman sekelasmu.."
Haerin meremas tali tas ranselnya, menandakan bahwa dia gugup.
"Namaku Kang Haerin. Senang berkenalan dengan kalian semua.."
"Oke, Haerin. Mungkin di antara kalian ada yang mau bertanya kepada teman baru kalian" kata pak guru pada murid-muridnya.
Seorang mengangkat tangan "Kau berasal darimana?"
"Aku berasal dari Busan.." jawab Haerin sambil tersenyum gugup.
Ada murid lainnya yang mengangkat tangan, "Orangtuamu bekerja dimana?"
Pertanyaan yang sukses membuat Haerin keringat dingin. HYBE SCHOOL dikenal sebagai sekolah elit. Tidak sembarang orang bisa menyekolahkan anaknya di sana. Murid-murid di sana pasti anak konglomerat sukses di Korea.
"Ibuku seorang ibu rumah tangga. Sedangkan ayahku.. Hhmm ayahku.."
Haerin ragu bagaimana dia menjawab pertanyaan itu. Apakah dia harus menjawab jujur bahwa ayahnya adalah Kim Suho sang pemilik jaringan hotel mewah. Bagaimana mungkin mejelaskan pada teman-temannya? Bahkan Haerin tidak bisa memakai marga ayah kandungnya.
"Ayah Haerin adalah pemilik perusahaan di Seoul.." tiba-tiba sang ketua kelas membuka suaranya.
Haerin tau pemilik suara itu. Murid-murid tampak terkejut.
"Kau mengenalnya?"tanya seorang murid pada Minji
Haerin mencari sosok Minji di antara kerumnan siswa. Dia melihat Minji sedang menatap ke arahnya.
"Dia saudaraku.." jawab Minji
"Aku baru tau kau punya saudara, Minji.." sahut murid lainnya
Haerin dan Minji saling berpandangan, mencoba mencari tau apa yang ada di pikiran masing-masing.
"Sepupu.. Kami saudara sepupu." kata Haerin yang disambut dengan suara 'ooohhhhhh' dari kelas.
"Sudah. Tenang, anak-anak. Cukup perkenalannya. Haerin, kau boleh duduk di bangkumu di sana" pak guru menunjuk salah satu bangku di pojok belakang.
Sisa jam pelajaran hari itu terasa seperi di neraka bagi Haerin. Dia merasa mata Minji terus mengawasinya. Saat jam istirahat pun Haerin menghindari Minji. Dia menuju ke halaman parkir untuk mengecek sepedanya yang tadi pagi ikut terbanting ke tanah. Begitu bel selesai sekolah berbunyi, Haerin langsung berlari menuju ke tempat sepedanya parkir. Tapi dia kebingungan karena tidak mendapati sepedanya.
"Perasaan aku taruh sini tadi.." gumam Haerin sambil menoleh ke kanan kiri
"Aku sudah minta bengkel untuk mengambil dan memperbaiki sepedamu. Sepedamu setirnya patah. Kau mau pulang naik sepeda rusak?" kata Minji sambil berjalan mendekati Haerin.
"Kenapa kau melakukannya?" tanya Haerin kesal
"Oohh.. Lihatlah tingkahmu itu. Kau harusnya menghormatiku. Aku ini kakakmu.." balas Minji sambil melipat kedua lengannya di dada.
Haerin menoleh ke sekitar takut ada yang mendengar
"Kita seumuran. Kau hanya lebih tua 6 bulan dariku.."
"Tetap saja. Aku lebih tua darimu. Ayo naik mobilku. Aku antar kau pulang.."
"Tidak mau.."
Minji menghela nafas kasar. Dia lalu menarik paksa lengan Haerin ke arah mobil yang menjemputnya.
"Lepaskan!"
Minji makin mempererat cengkeramannya. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Haerin.
"Jangan membuat keributan di sini. Sudah cukup mukamu terluka. Mau kulaporkan ke ayah kita?"
Ancama Minji mampu membuat Haerin melunak. Dia malas jika harus berurusan dengan ayahnya.
"Baiklah.." jawab Haerin tak berdaya.
Minji tersenyum menang. Dia menyuruh Haerin mengikutinya. Minji menyuruh sopir mobilnya untuk pulang duluan. Dia ingin hari ini dia yang menyetir mengantar Haerin pulang.
"Apa kabar Tante Seulgi?" tanya Minji membuka obrolan.
"Masih bernapas.." jawab Haerin asal yang membuat Minji tertawa.
"Kau tidak berubah. Malah semakin menyebalkan. Kapan kita terakhir bertemu? 4 bulan lalu kan? Waktu ayah membawamu ke Seoul untuk periksa ke rumah sakit."
Waktu itu luka Haerin terlihat cukup parah saat menjadi korban bully temannya. Memar terlihat di lengan, perut, dan mukanya. Karena khawatir, ayahnya membawanya periksa ke Seoul.
"Dan lihatlah mukamu sekarang. Mukamu tertempel plester. Kau senang sekali terluka ya? Jangan begitu.. Kau hobi membuat orang khawatir?"
"Kenapa? Kau merasa kasihan padaku? Jangan berbuat baik padaku. Aku tidak butuh dikasihani."
Genggaman Minji pada setir mengeras. Dia berusaha menahan emosinya. Haerin memang keras kepala.
"Aku tidak kasihan padamu. Aku peduli padamu, Haerin."
Haerin tidak merespon perkataan Minji. Dia sedang memikirkan sesuatu di otaknya.
"Kenapa kau peduli padaku?" tanya Haerin tiba-tiba
"Kau saudaraku, Haerin. Tentu saja aku peduli padamu."
"Saudara? Ayah menyembunyikan fakta bahwa aku adalah anak kandungnya selama ini. Aku dikenal sebagai anak yang tidak mempunyai ayah. Bagaimana mungkin aku bisa punya saudara.."
"Dengar, Haerin. Aku tau kau marah pada ayah. Padaku juga. Tapi ingat satu hal. Apapun statusmu. Satu hal yang tidak akan berubah. Ada darah yang sama yang mengalir di tubuhku dan tubuhmu. Itu yang menjadikan kita saudara."
Haerin marah pada ayahnya. Haerin marah pada anak ayahnya. Haerin marah pada keadaan yang membuatnya kurang mendapatkan kasih saying sejak dia kecil.
"Apakah kau tidak membenciku? Sedetik pun kau tidak pernah membenciku?"
Minji berpikir sejenak sebelum menjawab.
"Jujur, aku membencimu. Saat pertama kali ayah memberitahu tentang dirimu dan Tante Seulgi, aku benar-benar tidak suka. Tapi kemudian aku sadar bahwa kau adan ayah adalah satu-satunya keluarga yang kupunya. Ayah semakin hari semakin tua. Jika dia sudah tidak ada, maka kau adalah satu-satunya keluarga yang aku punya. Aku membencimu, tapi aku tidak punya siapa-siapa lagi. Untung kau seorang anak yang imut dan menggemaskan. Ya nggak jelek-jelek amat lah jadi adik aku.. So, it's okay. Ga masalah buat aku."
"Kau menjengkelkan.." kata Haerin sambil menghempaskan badannya ke kursi mobil
Sisa perjalanan mereka berlangsung hening sampai tiba di depan rumah Haerin.
"Tidak ada ucapan terima kasih?" tanya Minji pada Haerin yang sedang melepas sabuk pengamannya.
"Aku tidak minta kau mengantarku. Kau yang memaksa.." kata Haerin datar sambil membuka pintu dan keluar mobil.
Minji hanya menghela napas sambil menatap punggung Haerin sampai dia masuk ke dalam rumahnya.
"Susahnya jadi kakak yang baik. Huft~"Author's note :
Yang paling gemooyyy...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi, Matahari, dan Pesawat Kertas
FanfictionKamu adalah pelangi. Memberi warna di hidupku yang hitam putih dan membosankan. - Minji Kehadiran kamu seperti matahari. Memberi kehangatan untuk hatiku yang bagaikan musim dingin tak berujung. - Haerin Aku ingin menjadi pesawat kertas. Terbang per...