Gadis dengan seragam sekolahnya itu bergegas turun dari bis, langkahnya terburu-buru bahkan hampir saja menabrak orang lain. Itu dikarenakan dirinya sudah terlambat 5 menit. Beruntung saja Pak Satpam masih berbaik hati untuk membukakan gerbang. Dirinya yang masih setengah sadar langsung berlari secepat mungkin meskipun agak sempoyongan.
Nola masih bisa selamat karena dia lebih dulu datang dibanding gurunya. Gadis itu langsung membanting tas gendongnya ke atas meja, menjadikan benda itu sebagai bantalan. Tolong biarkan Nola bangun sampai 100% terlebih dahulu. Sesekali Nola memijat pelipisnya, berharap rasa pening dadakan ini menghilang. Pun, gadis itu meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa remuk. Mungkin ini karena dirinya yang tertidur dalam posisi kurang tepat selama kurang lebih 30 menit.
Tak lama setelah itu, guru sejarah pun masuk untuk mengisi jam pertama dan kedua. Selama pembelajaran berlangsung, Nola sulit untuk fokus. Padahal ini salah satu mata pelajaran kesukaannya. Tapi entah kenapa, hari ini agak berbeda rasanya. Nola tak bisa berhenti memikirkan apa yang baru saja terjadi dengan alam mimpinya. Itu mimpi terlama yang pernah Nola rasakan dalam hidup. Dan itu semua terasa begitu nyata.
"Panggil aku, Hugo."
..."Aku memang bisa, Nola."
..."Dan ada kau, Nola."
"Aku merasa sangat senang kau ada disini, menemaniku."
..."Ayolah, Nola. Ini menyenangkan"
..."Kau mau tau jawabannya?"
..."Ada apa, Nola?"
..."Nola,"
"HAH!"
Lagi-lagi gadis itu terperanjat saking terkejutnya. Nola mengangkat kepalanya dan terlihat semua pasang mata dalam ruangan itu tertuju pada dirinya. Apa yang terjadi? Dengan wajah kebingungan Nola menoleh ke teman sebangkunya yang tengah melihatnya juga.
"Bu Lingga nanya, tuh," kata gadis cantik berkacamata itu sambil menunjuk ke meja guru dengan dagunya.
Mendengar itu Nola langsung menoleh ke depan. Wanita paruh baya berkerudung itu sudah memperhatikannya dengan tatapan menahan amarah.
"M-maaf, Bu. Bisa diulangi?" dengan napas yang masih tersengal Nola membuka suara.
"Sudahlah, yang lain?" ujar wanita paruh baya itu setelah menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Kini pandangannya beralih.
Ada sedikit perasaan lega dalam diri Nola, tapi ia yakin tidak akan semudah ini urusannya dengan guru itu. Nola kembali menghela napas panjang diam-diam, mengusap wajahnya frustasi. Bayang-bayang itu datang tiba-tiba, seperti menghantuinya.
Mimpi ini tidak biasa. Karena kalau hanya mimpi biasa, pasti Nola sudah lupa. Tapi kalau ini, Nola tidak bisa melupakan itu sepertinya. Jujur, ada sedikit rasa kecewa mengetahui kalau kejadian-kejadian itu hanya sekedar mimpi. Jadi, Nola berharap bahwa tadi adalah kejadian sungguhan? Tentu saja. Bertemu dengan sosok lelaki tampan bak pangeran yang ada di cerita dongen bukanlah hal yang mudah terjadi di dunia nyata.
Ah, sudahlah Nola. Memang agak disayangkan tapi itu hanyalah bunga tidur! Mungkin ini juga terjadi karena Nola tertidur sembari mendengarkan musik dengan earphone nya. Musik-musik yang dimainkan pun kebanyakan dengan genre klasik, disney, kesukaannya. Menurut Nola itu cocok untuk menemani perjalanan agar mendapatkan mood yang bagus. Biasanya juga seperti itu setiap hari, tapi mungkin kali ini berbeda.
Setelah habis 2 jam, akhirnya pembelajaran Bu Lingga berakhir. Kini sudah masuk ke jam olahraga. Nola berlari ke lapangan menyusul yang lain setelah berganti seragam. Melakukan pemanasan seperti biasa bersama-sama, dan berlari keliling lapangan sebanyak 5 putaran.
Awal-awal Nola masih biasa saja, tapi saat hendak memasuki putaran ke 2nya, tiba-tiba saja kaki Nola terasa sakit. Ia reflek berhenti berlari karena merasa sepertinya ada yang tidak beres. Gadis itu kini berjalan perlahan ke pinggir lapangan untuk menghampiri gurunya dan meminta izin. Kemudian teman sebangku Nola, Mey, menghampirinya
"Kenapa, La?" tanya gadis itu, ikut melihat ke arah kaki Nola.
"Gak tau nih, tiba-tiba sakit," ucap Nola sedikit meringis.
Akhirnya Mey berbaik hati ingin mengantarkan Nola ke ruang kesehatan. Meski awalnya Nola sempat menolak karena takut Mey tertinggal pembelajaran, tapi ternyata dia pun sudah mendapatkan izin dari guru. Jadi yasudah, Mey membantu Nola yang kesulitan berjalan.
Mengetahui letak ruang kesehatan yang tidak dekat, akhirnya Mey menyuruh Nola untuk duduk di kursi tunggu depan kantor guru. Nola menurut, dan membuka sepatunya.
Luka. Banyak goresan.
Nola dan Mey sama-sama terkejut. Apalagi Nola yang bercampur dengan bingung. Bagaimana bisa? Seingatnya tadi pagi kakinya masih bersih tanpa luka apapun. Apa karena sepatunya yang sudah tak muat? Meski lukanya tidak begitu dalam, tapi ini terlihat buruk. Tidak hanya satu, tapi hampir seluruh telapak kakinya dipenuhi goresan merah.
"Lo abis ngapain, La?" ujar Mey tak habis pikir. Gadis itu menggelengkan kepalanya persis seperti yang Bu Lingga lakukan tadi. Tapi yang ini tatapannya penuh perhatian.
"Yaudah, tunggu sini, ya. Gue ambilin obat dulu," Mey bangkit dan langsung berlenggang pergi menuju ruang kesehatan.
"Makasih, Mey."
Nola menghela napas panjang bersamaan dengan dirinya bersandar ke sandaran kursi. Di saat seperti inilah pikiran jahatnya langsung menyerang. Saat memejamkan mata, bayang-bayang lelaki yang selalu tersenyum itu hadir. Detik berikutnya, Nola langsung membuka mata. Lagi-lagi.
Kini Nola merubah posisi. Ia menundukkan kepalanya, menatap sepasang kaki yang penuh luka itu.
Tuk!
Eh?
Sesuatu terjatuh. Tergeletak persis di depan kakinya. Itu bolpoin merah. Nola reflek mendongak, terlihat seseorang yang baru saja berjalan melewatinya. Apa itu miliknya?
Dia seorang lelaki, tubuhnya tinggi dan menggendong tas ransel berwana hitam. Tapi, seragam yang dikenakan terlihat berbeda. Dengan rasa setengah yakin, setengah ragu, Nola meraih bolpoin merah itu dan mengejar orang tadi sebelum menjauh. Gadis itu tidak menyadari kakinya yang tidak beralaskan apapun.
"Hei, tunggu! Bolpoin lo jatuh."
Orang itu berhenti dan langsung berbalik badan. Sepasang mata itu bertemu. Disaat itu juga Nola terkejut dalam diam. Mata indah itu.. Tidak. Nola masih tidak bisa berkedip. Sementara lelaki itu melihat ke arah tangan Nola yang menyodorkan bolpoin miliknya, tanpa lama lama dia langsung mengambil benda itu.
"Ah, iya. Thanks,"
Jangan lupakan posisi Nola yang masih tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Mengapa begitu banyak hal yang mengejutkan hari ini? Padahal ia sedang tidak berulang tahun. Nola memandangi dengan seksama wajah itu. Persis. Sama persis, tidak ada yang berbeda. Wajah kecil yang tampan dan bersih. Apakah mungkin? Dia.. Hugo?
"Kaki lo kenapa?"
"Eh?" akhirnya Nola kembali tersadar. Ah, tidak. Dia menyadari kaki Nola yang telanjang. Dan bisa-bisanya juga Nola terlupa.
Gadis itu menatap ke arah kakinya, "Ini luka aja sih, mungkin karna sepatu gue kekecilan" ia terkekeh pada akhir kata.
Kembali mendongak, Nola mendapati lelaki itu tengah menatap ke arah kakinya. Kemudian dia terlihat seperti merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu.
Sekotak plester.
Benda itu dia berikan pada Nola dan langsung diterima, meski wajah cantik itu nampak kebingungan. "Ucapan terimakasih, semoga lekas sembuh."
Setelahnya lelaki itu langsung berlenggang pergi, meninggalkan Nola yang masih terdiam di tempat.
Apa yang baru saja terjadi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers in My Hair, Asakura Jo
Fanfiction" Flowers in my hair makes me wish that you were here. When my mind goes away, oh i hope that you'll be near me " - Wes Reeve © acornalleys, 2023