Nama bangsa itu Noura. Mereka adalah makhluk-makhluk yang diciptakan Semesta dari cahaya. Biasanya, dari kobaran cahaya bintang-bintang yang melayang di angkasa. Bangsa Noura memiliki kemampuan super. Bisa bergerak secepat kilat, bisa mendatangkan hujan, bisa memberikan keberuntungan berlimpah, termasuk bisa menghancurkan sebuah tempat hanya dengan meniup trumpet saja.
Mereka masuk ke ajaran-ajaran agama dan mengenalkan diri sebagai malaikat. Di agama lain, mereka adalah dewa. Mereka mencipta jenama yang sangat baik, sehingga manusia mempercayai kelaikan mereka sebagai prajurit-prajurit tuhan. Namun manusia seringkali lupa, bahwa iblis, antitesis dari sosok malaikat yang dikisahkan turun-temurun, juga berasal dari bangsa yang sama. Bangsa Noura.
Bagi Mascha, selain sebagai makhluk paling baik, Noura juga makhluk paling jahat. Hobi mereka adalah memanipulasi dengan licik untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka kerap kali melakukan perang saudara, tetapi bersikap seolah-olah mereka makhluk paling sempurna.
Tak peduli malaikat "baik" atau malaikat "jahat" (iblis), makanan mereka sama: jiwa-jiwa manusia.
Ketika Mascha menemukan lelaki berjaket bomber itu berjalan bersama anaknya ke area farmasi, Mascha juga melihat sesosok Noura melayang di belakangnya. Bentuknya seperti rama-rama (moth), di mana setiap sayapnya berbentuk mata manusia. Ada satu bola mata besar di bagian tengahnya. Masing-masing berkedip sesuka hati, seraya sayap-sayap itu mengepakkan diri agar tetap melayang.
Sosok Noura jenis ini biasa menyebut diri mereka malaikat. Dia melayang mengikuti lelaki berjaket bomber itu ke mana pun dia pergi.
Mascha berdiri di tengah ruangan, mengamati apa yang malaikat itu akan lakukan. Apakah dia akan mencabut nyawa lelaki itu? Atau membuatnya celaka? Atau memberikannya keberuntungan? Atau justru memanipulasinya dengan licik? Apa pun bisa terjadi.
Sepuluh menit kemudian, lelaki dan anaknya yang pucat pasi itu selesai mengambil obat di bagian farmasi. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan, melewati Mascha yang sedari tadi berdiri diam di sana.
Malaikat besar itu melayang membuntutinya.
Tepat ketika malaikat itu melewatinya, Mascha berkata, "Dia milikku."
Malaikat itu berhenti membuntuti. Dia melayang di atas lantai, sekitar satu meter dari permukaan. Mengepak-ngepakkan sayapnya sambil berbalik perlahan-lahan menatap Mascha.
Mascha melakukan hal yang sama. Berbalik menghadap malaikat itu.
"Siapa kamu?" tanyanya. Suara malaikat selalu bergemuruh seperti petir.
"Dia milikku," ulang Mascha, mengabaikan pertanyaan sang malaikat.
Seorang keluarga pasien menatap Mascha dengan tatapan heran karena lelaki itu tampak berbicara sendirian di depan udara kosong.
"Dia bukan milik siapa-siapa," tegas malaikat.
"Saudaraku ngirim dia untukku," balas Mascha.
Malaikat itu menatap Mascha atas bawah. Setiap matanya berkedip-kedip serius, mengamati, dan menilai. Kemudian, dia bergumam, dengan suara seperti deru air terjun, "Ah, bangsa Surgaloka ...."
"Tinggalkan dia."
"Saya sudah membuntuti Juan berminggu-minggu terakhir. Dia akan menyerahkan jiwanya untuk saya. Jadi dia milik saya!" tegas malaikat.
Namanya Juan, batin Mascha.
"Dia belum milik siapa-siapa," kata Mascha, menegaskan kata-kata malaikat itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maschalagnia (Remake)
FantasiPembuatan ulang tulisan pertamaku, Maschalagnia, yang terbit 2020 saat aku masih belajar nulis. Temanya LGBT. Male to male. Highlight di Fetish. Genrenya fantasi, ya. Jadi bakal ada kekuatan-kekuatan yang enggak ada di realita. Bakalan vulgar dan ek...