CHAPTER 2

22 6 2
                                    

CHAPTER 2

"Boleh ya, Tan? Boleh, boleh, boleh??"

"Kamu bisa jaga Flora, nggak? Nanti malah bikin pusing."

"Bisa, Tan. Percaya sama aku."

"Kamu bener temen Flora, kan?"

"Temen, Tan. Beneran temen. Boleh ya??"

Aku berjalan keluar masih bersama handuk di atas kepala. "Mama ngobrol sama siapa?"

Mama yang sedang menyiram tanaman membalikkan tubuhnya bersamaan dengan seorang laki-laki di sebelahnya. Dan ternyata? Leo.

Aku membuka mata lebar, jelas terkejut. "Leo?! Ngapain?"

"Nggak tau kalian ngobrol aja, Mama mau masak." Mama memilih untuk berjalan masuk ke dalam rumah. "Leo, tanya Flora aja."

Aku melihat wajah Leo berubah senang. Ada apa sebenarnya?

"Jalan, yuk?" ajak Leo.

Aku mengerutkan kening. "Maksudnya?"

"Kita jalan-jalan. Udah mandi, kan? Tinggal ganti baju atau begitu aja. Ayo." Leo berusaha meraih tanganku tetapi aku sedikit mundur.

"Leo ini bukan lo kan?"

"Not me?"

"Lo pasti lagi mimpi terus jalan ke sini?"

"Ngaco!" Leo mengusap seluruh wajahku pelan. "Biar nggak ngigau!"

"Ini pasti bukan manusia!"

Leo tertawa renyah. "Ayo."

Aku melayangkan tolakan dengan gerakan kedua tangan kepadanya. "Nggak, Nggak. Mama gue pasti nggak boleh."

"Mama lo bilang terserah lo kok, ayo dong biar gue nggak sedih terus mikirin Wela. Gue juga belum terlalu tau Tangerang, kita bisa keliling beberapa tempat," terang Leo.

Aku terdiam beberapa detik, menyipitkan mata menatap Leo. "Yaudah gue ke dalem dulu, tunggu di sini," tunjukku ke tempat di mana Leo berdiri.

***

"Kita mau ke mana?"

"Gue tau satu tempat yang pasti buat lo bahagia!"

"Jangan sok tau! Lo mana paham apa kebahagiaan gue," ujarku seraya menjulurkan lidah kepada Leo yang fokus menatap jalanan di depannya.

"Jangan tengil jadi orang! Gue tau."

"Jangan tengil jadi orang!" cibirku.

"Lo pernah pacaran nggak, Flo? Ya kali nggak pernah," ejeknya.

Aku meliriknya sebal. "Pacaran itu buat apa? Buat patah hati?"

"Omongan lo yang bener aja dong, Flo." Leo menyentil lenganku dengan satu jarinya. "Kayak nyindir gue tau nggak?"

"Nggak nyindir!"

"Kita udah sampai," kata Leo membuatku langsung mengedarkan pandangan. Hah?

"Eh tapi belum buka, 1 jam lagi."

Aku menoleh ke luar jendela mobil karena kaget. Sudah sampai katanya?

"Leo! Kok ke sini?"

"Lo pasti suka, kan?"

"We're not kids, Leo."

"Nggak harus jadi anak kecil buat masuk ke dalam sana."

Leo mengajakku ke wahana taman hiburan yang sudah pasti banyak permainan di dalamnya. Memang menyenangkan, tetapi bagaimana bisa Leo punya pikiran untuk ke sini?

Endless Love [republished, revised🎡]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang