Mantan Calon Tunangan (1)

677 74 12
                                    

***

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di wajah Sasuke. Fugaku teramat kecewa dengan kabar yang baru saja disampaikan putra bungsunya. Mikoto bahkan tidak sanggup berdiri dari sofa yang ia duduki, ia tak kuasa menahan tangis. Mereka berdua sebagai orang tua merasa gagal mendidik Sasuke.

"Kau sangat keterlaluan! Memukulmu sampai mati tidak akan cukup!"

Mikoto segera menghentikan suaminya ketika Sasuke ambruk tanpa perlawanan menghadapi amukan Fugaku. "Sudah! Hentikan, Fugaku! Dia bisa mati, cukup!"

"Biarkan saja dia mati! Minato pasti akan melakukan hal yang sama denganku saat ini." Fugaku menyingkirkan tangan Mikoto yang memegang lengannya. Matanya penuh akan kemarahan dan penyesalan. "Aku tidak percaya selama ini telah membesarkan sampah sepertimu!"

Mikoto sesegukan. "Bagaimana kita menghadapi Kushina dan Minato kelak?"

"Aku akan menikahinya." Lirih, Sasuke mengutarakan niat aslinya.

"Kau pikir perempuan mana yang sudi dinikahi pria bejat yang telah memperkosanya?" teriak Fugaku, marah. Tuan besar keluarga Uchiha itu nyaris menghajar anaknya lagi jika tidak ditahan istrinya. Saat menoleh, ia mendapati Mikoto menggeleng tanpa suara.

Sasuke berucap mantap. "Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku."

Mikoto mendekati putranya itu. "Kau yakin dengan keputusanmu, Nak?" Wanita itu menghentikan Fugaku yang ingin menyela ucapannya. Melihat Sasuke mengangguk, ia pun menghela napas. "Ibu dan Ayah akan segera mempersiapkan pernikahan untuk kalian."

"Mikoto!" Fugaku berseru, tidak sependapat.

"Apa? Satu-satunya jalan terbaik hanyalah pernikahan. Fugaku, kita tidak bisa menelantarkan Naruto begitu saja setelah semua perbuatan Sasuke terhadapnya. Kita berdua juga bisa menjaganya jika dia bersama Sasuke. Terlebih, dia sekarang ...." Kata terakhir diujung lidah ditelan kembali.

Mau tak mau Fugaku setuju. Mereka juga tidak bisa menyuruh Naruto menggugurkan janin dalam perutnya. Diam beberapa saat, menenangkan diri. Pria paruh baya itu mengambil keputusan. "Kalau begitu rencana pertunangan dengan Keluarga Haruno akan dibatalkan dan pernikahan Sasuke dengan Naruto harus dipercepat."

Keputusan bulat telah dibuat.

oOo

Naruto duduk di teras depan rumahnya. Dia sesekali tertawa melihat tingkah polah Obito dan Shisui yang sibuk berdebat mengenai siapa yang boleh menanam biji bunga matahari lebih dulu. Mereka belakangan ini menonton tayangan anak-anak dimana tokoh utamanya adalah seekor hamster menggemaskan yang sangat suka makan biji bunga matahari. Jadi, mereka membeli biji bunga sebelum datang berkunjung dan ingin menanamnya di halaman rumah Sasuke. Setelah meminta izin dari Naruto tentunya.

Dentingan pelan di atas meja mengalihkan perhatian Naruto. Ia mendapati secangkir teh dengan aroma yang harum dan menyegarkan. "Nenek Chiyo?"

Wanita lanjut usia itu tersenyum sebelum duduk di sebelah Naruto. "Teh herbal dipagi hari sangat baik untukmu. Minumlah selagi hangat."

Naruto balas tersenyum kemudian menyesap teh yang dibuat khusus untuknya, sedikit. "Terima kasih, ini enak." Dia meletakkan cangkirnya. "Lain kali tidak perlu repot-repot, Nek."

"Sama sekali tidak merepotkan, itu cuma secangkir teh. Masa kehamilan adalah masa yang penting untuk semua wanita. Aku ingin merawatmu walau tidak banyak."

Nenek Chiyo, pengasuh baru Obito dan Shisui. Ia sudah berpengalaman dalam menangani anak-anak lebih dari dua puluh tahun. Itachi dan Sasuke dulu juga sempat dibawah asuhannya. Akan tetapi, karena adanya tuntutan dari sang anak agar Nenek Chiyo beristirahat, ia pun berhenti bekerja dan kembali ke kota kelahirannya.

Belum lama ini Nenek Chiyo bekerja lagi menjadi pengasuh bukan karena masalah ekonomi, alasan utamanya ia kesepian jika terus berdiam diri di rumah putranya sebab cucu-cucunya sudah beranjak dewasa. Wanita tua itu ingin mengisi kekosongan hatinya dengan kembali mengurus anak-anak dan putranya tidak bisa melarang.

"Berapa usia kandunganmu?"

"Sekitar lima bulan sekarang. Memang kenapa, Nek?"

"Tidak apa-apa. Kupikir sudah 7 atau 8 bulan, bayi kembar?"

Naruto mengangguk, tangannya menyentuh perut di balik balutan kain. "Iya."

"Keluarga Uchiha memang unik." Nenek Chiyo tertawa. "Seingatku dulu Fugaku juga punya saudara kembar, tetapi meninggal ketika masih kecil." Wanita tua itu menghela napas, lelah tertawa. "Keluarga kalian benar-benar beruntung."

Naruto terdiam sejenak ketika mendapat informasi baru tentang ayah mertuanya. Dia tidak tahu hal itu bahkan dikehidupan lalu. Sebenarnya, kesan yang ia miliki untuk Fugaku tidak terlalu buruk. Pria paruh baya itu memang tampak dingin dan acuh tak acuh dipermukaan, tetapi Naruto yakin jika hati ayah mertuanya itu lembut. Saat pernikahannya dengan Sasuke berlangsung, ia samar-samar melihat bahwa sudut mata dan pucuk hidung Fugaku merah, suaranya pun bergetar ketika bicara. Mengingatnya membuat Naruto tersadar, Sasuke mewarisi banyak hal dari pria itu. Entahlah, Naruto bingung harus bersyukur atau menangis.

Obito dan Shisui selesai menanam biji bunga tepat ketika sebuah mobil berhenti di tepi jalan depan rumah. Sesosok wanita muda turun dan berjalan memasuki pekarangan. Dia tersenyum ramah, menyapa Naruto serta Nenek Chiyo lantas bertanya. "Apa benar ini rumah Uchiha Sasuke?"

***

22032023
Tgl cantik

Terlambat Mencintaimu (END versi PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang