Teman Lama (1)

914 105 21
                                    

10 Juli. Pastinya pada tau ya tgl keramat ini. *^^





Naruto terbangun dari tidur siangnya. Perutnya baru saja mengeluarkan gemuruh kecil. Lapar. Menoleh ke samping, di balik jendela langit tampak cerah tanpa awan. Tidak terasa sudah satu minggu ia keluar dari rumah sakit.

Ia beranjak dari kasur, hendak pergi ke dapur dan membuat makan siang. Akan tetapi, ia dibuat heran dengan dua keponakannya. Obito di depan kompor sambil menaiki sebuah kursi, sementara Shisui membantu dengan mengambilkan alat-alat yang dibutuhkan. Dari aromanya Naruto menebak kalau mereka berdua sedang menggoreng telur.

"Kalian sedang apa?"

Kedua anak itu terperanjat kaget ketika mendapati sosok Naruto yang muncul tanpa diduga. Obito tertawa canggung. "Bibi sudah bangun?" Pertanyaannya itu disambut tamparan di pantatnya oleh Shisui. "Kami tidak ingin mengganggu tidur Bibi, jadi kami ingin memasak makan siang sendiri." Jelas Shisui.

"Astaga, kenapa kalian tidak membangunkanku saja? Obito, kamu turun, biarkan aku yang mengurus makan siangnya." Naruto segera mengambil alih pekerjaan kedua anak kecil itu. "Kalian tidak boleh memasak tanpa pengawasan orang dewasa, salah sedikit saja bisa membahayakan nyawa kalian."

"Aku dan Shisui sudah sering melakukannya, Bibi. Tidak perlu cemas." Obito meringis ketika lengannya dicubit Shisui. "Bodoh!" desis yang lebih tua.

Segera, yang lebih muda menepis tangan Shisui. "Aku tidak bodoh! Kau memukul dan mencubitku, kau yang bodoh! Kau pikir itu tidak sakit?" Obito balas menjambak rambut Shisui, tidak bisa diam saja jika sudah diusik.

"Kau memang bodoh! Lepaskan!"

"Kau yang bodoh!"

"Hentikan!" Wanita itu menarik masing-masing kerah baju mereka. Melerai paksa pertengkaran yang belakangan ini semakin sering terjadi. Kenakalan mereka jauh berkurang, tapi perselisihan antara keduanya bertambah. Naruto tidak tahu harus bersyukur atau menangis. "Ada apa dengan kalian?"

Jawaban kompak terdengar, "Kami baik-baik saja."

Naruto menghela napas, tidak paham dengan pola pikir keduanya. "Tidak baik saling memaki, aku tidak suka kalian berperilaku buruk seperti itu." Ia mengelus kepala Shisui dan mengusap pipi Obito "Kalian tidak suka diejek, dipukul atau dibentak, kan? Jadi jangan lakukan hal seperti itu pada orang lain, yang kalian perbuat akan kembali pada diri kalian sendiri."

Shisui tidak bisa menyangkal perasaan nyaman tiap kali perilaku lembut didapatkannya. Mata polos bocah itu menatap malu-malu wajah Bibinya. "Jika kami berbuat baik maka hal baik akan datang pada kami, begitu?"

Naruto tersenyum, "Iya, Shisui benar."

Obito cemberut, agak iri karena tidak menerima pujian. "Tapi kenapa para pengasuh sering mencubit dan membentak kami? Mereka juga sering meneriaki kami bahkan saat kami tidak melakukan apa-apa. Mereka kasar dan menyebalkan, tapi berubah baik ketika ada Ayah."

"Semua pengasuh kalian seperti itu?"

Shisui, "Iya, tapi kami sudah tahu cara mengusir mereka—"

"Kami akan mengerjai mereka sampai mereka muak dengan kami," potong Obito, menyela penjelasan Shisui.

Naruto sekarang paham dari mana asal kejahilan dan kenakalan si kembar. Mereka hanya berusaha mempertahankan diri dari para pengasuh yang tidak bertanggung jawab. Wajahnya seketika memanas, tidak bisa membayangkan si kembar di kehidupan lalu yang selalu tampak ceria meskipun mendapat perilaku buruk dari para pengasuh mereka.

Obito langsung panik. "Bibi menangis?"

Shisui pun sama. "Bibi, maafkan kami, kami tidak akan bertengkar lagi."

Terlambat Mencintaimu (END versi PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang