Bab 3

15 2 0
                                    

Kikan dan Sandra baru saja keluar dari loker setelah tadi mengganti kaos basket mereka dengan seragam.

"Kan, hari Minggu lo ada acara gak?"

"Kenapa?" tanya Kikan sambil menoleh ke Sandra.

Sandra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue mau ngajakin lo nginep di rumah gue. Bokap nyokap gue ke Australi selama dua hari. Abang gue juga nggak ada di rumah dan lagi sibuk ama urusan kampusnya, mungkin dia nggak akan pulang. Jadi, gue pengen lo nginep di rumah gue Kan sampai Bonyok gue pulang, gue kesepian banget sendirian di rumah, lo bisa kan nginep dirumah gue, Kan?"

Kikan diam sejenak untuk berpikir. "Wah, kenapa nggak lo aja yang nginap di rumah gue. Lo kan tahu nyokap gue juga lagi keluar Kota dan kalau gue nginap di rumah lo berarti Jihan sendirian dong. Mana mungkin gue ngebiarin Jihan sendirian di rumah."

"Iya sih. Gue nggak kefikiran soal itu, Kan." sahut Sandra. "Yaudah, gue aja deh yang nginap di rumah lo. Eh, tapi berarti rumah gue kosong dong. Pelayan rumah gue pada cuti semua. Gimana dong kalau nanti abang gue pulang dan tahu rumah dalam keadaan kosong pasti gue diomelin ama nyokap gue," cicit Sandra khawatir.

"Lo telpon aja abang lo San dia bakal pulang atau nggak."

"Kalau dia pulang itu artinya gue nggak jadi dong nginep di rumah Lo," gerutu Sandra sebal.

Kikan tertawa. "Yaudah, lo izin sama abang lo kalau lo nginep di rumah gue."

"Nggak bakal dibolehin sama dia. Lo kan tau dia itu overprotectiv sama gue. Semoga aja dia nggak pulang dan nggak akan ngerecokin hidup gue."

Kikan semakin tertawa terbahak. "Durhaka banget sih lo jadi adek."

****

"Gimana keadaan kamu, Sayang?" tanya Miranda kepada putranya yang saat ini sedang bersandar di kepala tempat tidur kamar perawatan VIP setelah baru saja menghabiskan sarapannya.

"Baik Ma," sahut Evan sambil tersenyum. "Hm, besok aku udah bisa pulang 'kan?"

"Nanti kita tanyakan saja ke dokternya langsung, Sayang," ujar wanita itu lembut.

"Tapi aku udah baikan kok, Ma. Mama nggak perlu khawatir, rawat jalan aja udah cukup."

"Evan! Mama sangat panik dengan apa yang terjadi ke kamu, Sayang. Untung saja dokter mengatakan tidak ada luka yang begitu parah. Makanya Mama bersikeras supaya kamu dirawat sampai kondisi kamu benar-benar pulih," ujar Mama Evan dengan reaksi cemas. Wanita itu menghela nafas pendek. "Berjanjilah untuk tidak membuat Mama khawatir lagi. Berjanjilah kalau kamu bakal berhenti mengikuti Balap."

Evan lalu meraih tangan ibunya lalu dikecupnya dengan lembut.

"Itu hanya kecelakaan kecil Ma. Mama lihatkan aku baik-baik aja. Mama aja yang terlalu berlebihan."

"Sayang, kamu tahu kan Mama nggak akan bisa bernafas jika sesuatu yang buruk terjadi ke kamu. Mama mohon jangan mengulanginya lagi."

Evan mengangguk pelan. "Aku janji bakal lebih berhati-hati lagi Mamaku yang cantik," ujar Evan sambil menyentuh wajah ibunya.

Wanita paruh baya itu tersenyum. "Kamu memang paling bisa membuat Mama nggak bisa marah." ujarnya.

Evan hanya tertawa kecil.

"Oh ya sayang, hari ini Kikan nggak datang?"

"Aku yang minta ke dia untuk nggak datang Ma. Kikan jengukin aku hampir tiap hari."

"Kamu harus minta izin dulu ke Kikan kalau emang mau pulang besok."

"Lho kenapa aku harus minta izin kedia segala?"

KIKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang