Bab 4

7 2 0
                                    

Lexi hanya memandang Kikan dengan tatapan tenang yang saat ini memandangnya dengan wajah penuh kebencian. Kikan tidak percaya cowok ini akan mengancamnya seperti ini. Untuk kedua kalinya kenapa lagi dia harus berurusan dengan Siswa pembuat biang onar di Universitas Bina Bangsa yang mulai hari ini sudah mengacaukan hari-harinya.

"Lo udah gila ya?" ujar Kikan sinis. "Gue nggak punya banyak waktu untuk main-main ama Lo. Jadi lebih baik sebaiknya lo lepasin tangan gue dan biarin gue pergi!" tegas Kikan berusaha meredam emosinya saat ini.

"Gue nggak akan ngelepasin tangan lo. Jangan berfikir ancaman gue nggak serius."

Kikan menatap Lexi dengan pandangan terbelalak. "Apa sih yang lo inginkan sebenarnya? Kenapa lo nggak berhenti mengganggu gue?"

Lexi tersenyum masam. "Heh, lo jangan kepedean kalau gue begitu tertarik untuk mengganggu lo."

"Yaudah kalau begitu lepasin tangan lo dan biarin gue pergi."

Lexi menghela nafas pelan. "Kalau lo tetap keras kepala jangan salahkan gue kalau gue nekat melakukannya. Atau jangan-jangan lo sendiri sebenarnya pengen ngerasain ciuman gue untuk yang kedua kalinya," ujar Lexi dengan nada menyeringai.

Kikan memandang Lexi dengan wajah penuh permusuhan. Di sisi lain dia sangat takut kalau cowok itu benar-benar nekat mengulangi tindakan gilanya seperti di Sekolah tadi. Sementara Kikan tidak bisa melepas cekalan tangan cowok ini yang begitu erat menggenggam pergelangan tangannya. Dia tidak berdaya sama sekali.

"Oke. Gue bakal pulang ama lo, tapi jangan pernah harap gue iklas menerimanya," putus Kikan akhirnya membuat raut wajah Lexi terlihat cerah. "Gue bisa sendiri." Kikan mencegah Lexi yang hendak membukakan pintu mobil untuknya.

Kali ini Lexi menurut hingga Kikan benar-benar masuk ke dalam mobilnya. Setelah Lexi duduk di samping Kikan, tepatnya di bangku menyetir, Kikan langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela kaca Mobil.

Selama berada di mobil Lexi, Kikan memang tidak ingin sekali pun memandang ke arah cowok itu. Padahal Lexi terus saja mencuri-curi pandang ke arahnya.

Kikan melipat kedua tangannya di dada dengan wajah merenggut. Dia tetap saja memandang ke arah sisi jalan sambil sesekali menggaruk-garuk pipinya dengan ujung kukunya.

"Alamat rumah gue..."

"Gue tahu," ujar Lexi menghentikan ucapan Kikan. Kikan menoleh ke arah Lexi dengan wajah terkejutnya.

"Lo tahu alamat gue?"

Kikan memandang Lexi heran, bagaimana mungkin cowok ini tahu alamat rumahnya. Bahkan teman-temannya yang tahu alamat rumah Kikan hanya Sandra dan Evan. Tidak ada orang lain yang tahu karena Kikan tidak pernah membawa teman-temannya datang ke rumah selain Sandra dan Evan. Kecuali kalau teman-teman kakaknya, apalagi cowok ini sekelas dengan kakaknya. Bisa saja Lexi tahu alamat rumahnya dari Jihan.

"Tentu aja," ujar Lexi gontai. "Apa sulitnya mengetahui rektor."

Kikan mengamati Lexi lama. Itu benar sekali. Mungkin saja untuk cowok satu ini semuanya begitu mudah mengingat dia juga memegang status sebagai putra pemilik Universitas Nusa Bangsa. Seharusnya Kikan memikirkan hal itu. Namun, untuk tahu apa pun tentangnya tidaklah begitu penting bagi Kikan.

Lebih baik dia tidak berurusan dengan cowok ini. Kalau perlu menjauh sejauh-jauhnya dari sosok Lexi Andrean Stevano, cowok yang terkenal sebagai biang onar di kampus, dipuja setengah mati oleh gadis-gadis bodoh di seluruh Universitas Nusa Bangsa padahal mereka semua sudah tahu kalau mereka hanya jadi korban PHP Lexi. Selalu membuat keributan, sok jagoan dan yang paling Kikan ketahui kalau ia hanya cowok manja yang berlindung dari Repotasi dan jabatan yang dimiliki orang tuanya sebagai pemilik Universitas Nusa Bangsa.

"Kenapa menatap gue seperti itu?"

Lamunan Kikan buyar. Dia tersentak sadar karena sejak tadi memandangi Lexi.

"Mengagumi wajah tampan gue ya?"

Lexi menoleh ke arah Kikan sambil tersenyum penuh arti.

Kikan menatapnya kesal lalu memalingkan wajahnya dari Lexi. Memang benar cowok itu sangat tampan, memiliki hidung yang mancung, berkulit putih, alis tebal, mata berwarna hitam pekat dan tajam serta bibirnya yang tipis dan rahang yang tegas. Postur tubuhnya juga tinggi tegap dan atletis dengan rambut hitam bermodel Spike panjang, dan yang menunjang penampilannya ditambah dengan tindik perak yang melingkar ditelinga kirinya serta Tato bercorak kupu-kupu dileher kanannya dan kalung hitam bermotif tengkorak yang membuatnya tampil sangat keren.

Eyeuuu... Kikan mengakui semua itu benar tapi jangan harap dia akan tertarik dengan cowok ini. Tidak sama sekali. Kikan sangat membencinya dan teramat membencinya.

Kikan melipat kedua tangannya denga. Wajah angkuh. "Jangan kepedean jadi orang," ujar Kikan ketus.

Tanpa diduga, tiba-tiba Lexi menarik tangan Kikan yang langsung memekik terkejut. "Lo! apa-"

Dengan satu gerakan cepat Lexi mendekatkan tubuh Kikan ke arahnya lalu mencium pipi gadis itu dengan lembut.

"Breng-"

Kikan yang hendak memukul wajah Lexi seketika tidak bisa bergerak karena tangan kiri Lexi yang tidak memegang setiran dengan cepat menahan kedua tangannya. Bahkan Lexi berhasil menahan kedua tangan Kikan sekaligus hanya dengan satu tangannya saja.

"Lo benar-benar cowok gila! Cowok stres! Bastard! " Maki Kikan penuh amarah sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Lexi yang mencengkram kedua tangannya sekaligus.

Lexi hanya tersenyum menanggapi makian yang terlontar dari bibir mungil Kikan. "Hei, kenapa bibir lo yang seksi itu digunakan hanya untuk memaki?" ujar Lexi menyeringai.

Kikan memandang Lexi dengan wajah penuh permusuhan. "Untuk orang seperti lo bibir gue memang lebih pantes digunakan untuk memaki."

Lexi tertawa renyah. "Oh ya?" Lexi kembali menoleh ke Kikan karena dia juga harus fokus menyetir. "Tapi, saat kita berciuman tadi gue merasa bibir lo benar-benar ingin membuat gue mengulanginya sekali lagi," ujar Lexi menyeringai, sengaja menyulut amarah Kikan dengan menggodanya.

Kikan memandang Lexi jijik. "Dasar cowok mesum," umpat Kikan jengkel.

Kikan terus berupaya melepaskan cengkraman tangan Lexi.

Lexi memandang Kikan geli. "Kalau gue lepasin sekarang, kita bisa kecelakaan."

Kikan terpaksa menyerah. Lagipula rumahnya tinggal beberapa meter lagi. Sekian lama berada di dalam mobil cowok gila ini akhirnya Kikan terlihat sangat senang karena dia sudah sampai dirumah.

"Di sini aja!" ujar Kikan ketus.

Mobil Lexi berhenti di depan pagar rumah Kikan.

"Lepasin tangan gue sekarang."

Lexi melepas pegangannya dan membiarkan Kikan keluar dari mobilnya hingga dengan sengaja cewek itu membanting pintu mobilnya dengan keras, seolah memberi perlawanan kepada Lexi.

Kikan melangkah gontai memasuki rumahnya. Dia langsung menghempaskan pantatnya di sofa ruang tengah tepatnya disamping seorang gadis cantik yang saat itu sedang asyik menonton televisi.

Kehadiran Kikan membuat gadis berambut panjang itu menoleh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KIKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang