Kamu yang Pertama

28 5 6
                                    

"Kenapa?" tanyaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa?" tanyaku.

Dia menunduk dan mendekatkan tubuhnya padaku, aku spontan memalingkan wajahku kemudian dia menjauhkan tubuhnya kembali. "Ada daun di rambut lo," katanya. Aku bangkit dari posisiku dan mengusap rambutku sambil menahan salah tingkah, "Oh..."

"Kamu ngapai disini?" tanyaku.

"Lo sendiri ngapain disini?"

"Malah nanya balik, aku cuma iseng aja kesini habis dari toilet."

"Oh..."

Dia tidak menjawab pertanyaanku.

"Jaketnya anget, kan?"

Aku melihat jaket yang sedang aku pakai. Aku lupa, dari tadi aku memakai jaket miliknya dan tidak langsung mengembalikannya. "Sorry, tadi gue lagi buru-buru. Nanti aku balikin kalau udah dicuci."

Kemudian dia duduk di sampingku, dekat sekali, seolah duduk berdempetan dengan penumpang di dalam angkot yang penuh. "Gapapa, santai aja," katanya santai. Aku menggeser tempat dudukku, membuat jarak antara aku dengannya.

Selagi aku mengendalikan detak jantungku, dia mengotak-atik kamera yang dibawanya. Sepertinya sejak tadi dia sedang merekam sesuatu. Kulihat dia begitu serius menggunakan kameranya, apa dia anggota klub fotografi?

"Kamu lagi bikin video apa?"

"Dokumenter." jawaban yang singkat. Aku menghela napas, sepertinya dia agak sulit untuk didekati.

Aku bersandar pada tiang penyangga, memperhatikannya yang masih asik dengan kameranya. Dengan wajah tampan seperti itu, kenapa dia tidak masuk ke dalam kameranya juga? Tapi sepertinya dia bukan seseorang yang senang berada di depan kamera. Kalau begitu, aku ingin menyimpan momen yang terekam oleh mataku ini.

Wajah tampan itu tersenyum manis ketika asik merekam pemandangan sekitar, rambut hitamnya yang sedikit terkibas oleh angin membuatnya semakin mempesona. Jantungku berdebar ketika laki-laki ini menoleh ke arahku dengan perlahan, dia menatapku lembut kemudian mengarahkan kameranya padaku.

"Tadi juga di kelas lo ngeliatin gue. Kenapa?"

"Mau dibeliin kaca ga? Waktu pas hujan juga kamu ngeliatin aku terus,"

"Gimana rasanya jadi orang pertama yang masuk video gue?" tanyanya mengalihkan pembicaraan dan mengarahkan kameranya padaku.

Bentar, orang pertama? "Aku orang pertama yang masuk video?"

"Heem."

"Selama ini kamu rekam apaan?"

"Pemandangan?"

"Katanya bikin video dokumenter, tapi kenapa cuma rekam pemandangan? Mau jadi sutradara National Geographic?"

"Oh? Ide yang bagus."

Aku menatapnya malas. Dia ini punya hobi tapi tak punya mimpi?

"Terus kenapa sekarang kamu rekam aku?"

"Karena lucu?" jantungku mencelus, tidak bisa mengatasi debaran yang cepat. "Ekspresi bengong kamu ini lucu." Aku jadi orang pertama yang masuk videonya? Apakah aku harus merasa senang? Jadi yang pertama terdengar begitu istimewa.

Bel masuk kelas sudah berbunyi. Aku tidak ingin meninggalkan tempat ini. Kalaupun aku diseret masuk kelas, aku akan bersikeras enggan pergi dengan memeluk tiang penyangga. Kulihat dia juga tidak ada keinginan untuk beranjak dari tempat duduknya. Malah saat ini dia merebahkan tubuhnya dengan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal. Aku juga ikut merebahkan tubuhku di sampingnya. Baru saja aku berbaring, dia bangkit dari posisinya dan menutupi kakiku dengan cardigannya.

"Bisa-bisanya lo tiduran sembarangan kayak gitu." Katanya dengan suara yang agak berbisik.

Alih-alih membalas perkataannya, aku mengalihkan pandanganku untuk mengatasi jantungku yang semakin berdebar. Perasaan ini membuatku geli, rasanya ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutku. Ersa, laki-laki ini kembali merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit. Aku mencuri pandang sebelum akhirnya ketahuan lagi olehnya. Kali ini dia hanya diam dan membalas menatapku, namun aku kembali mengalihkan pandangan karena tidak sanggup menahan debaran ini.

Hari pertama di sekolah baruku sekaligus kali pertama dalam hidupku bolos pelajaran. Selama ini aku berusaha bertahan untuk mengikuti semua kelas walaupun sambil mengantuk, tapi kali ini aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bolos. Sepertinya aku menyukainya? sejak pertama kali aku bertemu dengannya di depan warung 3 hari yang lalu, aku merasa aman walaupun saat itu sepi, dingin dan gelap. Kali ini pun aku merasa aman, rasanya tidak akan ada seorang pun yang memergoki kami yang sedang membolos.

Aku ingin mengajaknya berbicara, tapi sepertinya dia sulit untuk diajak bicara. Tadi saja aku bertanya duluan malah dijawab seadanya, mengingat 3 hari yang lalu saat aku bertanya kenapa dia menatapku pun tidak dijawab olehnya. Kalaupun kami bisa mengobrol, itu pun harus dia yang memulai duluan. Ah, ketenangan ini terasa menyesakkan. Udara yang kuhirup terasa berat untuk masuk ke dalam paru-paru, suara dedaunan yang tertiup angin terdengar berisik karena pikiranku terus berdebat untuk menentukan keputusan mengajak Ersa mengobrol atau tidak, detak jantungku semakin tidak karuan ketika sadar aku sedang berbaring di sampingnya. Aku ingin cepat pulang ke rumah.

📽📽📽

Our First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang