"SEKARANG, letakkan HP di kardus sebelah kiri, dan alat makeup selain bedak dan pelembab bibir di kardus sebelah kanan! Lipstick, liptint, eyeshadow, blush on, eyeliner, dan mascara dilarang keras dipakai selama menuntut ilmu di asrama!"
Suara lantang seorang perempuan bergamis cokelat-hitam terdengar menggema hingga ke penjuru kamar. Wajahnya yang agak tampak judes cukup membuat para calon mahasiswi baru takut untuk membantah. Seluruh calon mahasiswi dikumpulkan di salah satu kamar yang paling luas dibandingkan dengan dua kamar lainnya itu. Para akhwat—sebutan untuk mahasiswi—mulai beranjak dari duduk berlesehan di lantai keramik dan berbaris satu per satu menuju kardus yang telah tersedia di depan ruangan bercat putih itu. Rata-rata mereka membawa sebuah tas kecil di salah satu tangan, dan menggenggam ponsel pada tangan yang lain.
Ketika giliran Zahra yang hanya membawa ponsel tiba—tanpa tas kecil seperti teman-teman sebelumnya, perempuan lain yang berjaga di dekat kardus HP memandangnya dengan tajam.
"Yakin hanya bawa ini? Alat makeup? Memang nggak bawa, atau sengaja enggak mau dikumpulkan?" ucap perempuan berhijab hitam itu.
"Saya memang enggak bawa alat makeup, Kak," jawab Zahra tenang. Mendapati perlakuan agak mengintimidasi seperti itu bukanlah yang pertama kali baginya. Masih mending kakak-kakak itu tidak akan melakukan aksi dorong-mendorong seperti yang dilakukan mantan member girlgroup-nya tempo hari. Setidaknya, ia bisa menahan emosinya kali ini.
"Kalau sampai nanti saya menemukan ada alat makeup masih berada di lemari milikmu, konsekuensi apa yang harus kami berikan?" interogasinya.
"Saya bersedia untuk dikeluarkan, Kak," jawab Zahra tegas.
Ia tidak takut akan konsekuensi apa pun karena memang seperti itulah adanya. Dari awal, ia memang enggan membawa alat perias wajah ke asrama. Selain karena tas ranselnya tidak muat lagi saat berkemas waktu itu, juga demi menyembunyikan identitas dirinya sebagai Aphrodite. Sebenarnya, ia tidak yakin juga kalau-kalau ada yang mengenali dirinya sebagai mantan member girlgroup itu, yeah ... karena memang ia juga tidak yakin kalau dirinya sudah terkenal atau belum. Maka dari itu, ia lebih memilih meninggalkan alat-alat rias itu untuk sekadar berjaga-jaga saja. Karena sekali ia berias, wajahnya akan berubah total menjadi wajah Aphrodite, sang penimbul kekacauan di babak final. Ia takut diserang oleh penggemar ketiga mantan member-nya yang mungkin saja berada di antara para calon temannya itu.
Zahra kembali ke tempatnya setelah diberikan izin oleh perempuan yang terus menatapnya tajam itu. Enisa, yang mengambil tempat duduk di sebelah Zahra, menepuk bahu gadis itu pelan. Tatapan teduh dan segaris senyumnya seolah menguatkan hati Zahra untuk tidak mengambil hati perkataan kakak-kakak yang bersiaga di depan ruangan sana. Zahra menanggapinya dengan anggukan dan senyum tulus.
Setelah seluruh calon mahasiswi kembali ke tempat masing-masing, perempuan dengan suara lantang itu mengambil tempat di bagian depan kamar, duduk bersila. Kedua perempuan yang awalnya berjaga di dekat kardus HP dan makeup juga ikut duduk di sebelah kanan-kirinya.
"Baik. Selamat datang di asrama akhwat! Sebelumnya, saya minta maaf karena sudah menyita beberapa barang kalian. Tapi, peraturan tetap peraturan. Nanti akan ada saatnya kalian akan mendapatkan kembali barang kalian. Kami tidak akan menggunakan barang-barang itu untuk kepentingan pribadi. Jika misalnya tadi ada yang merasa tidak kami percayai karena tidak membawa satu pun alat makeup, mohon pengertiannya. Pengalaman yang sudah-sudah, ada beberapa oknum yang berbohong. Jadi, akhirnya, kami rasa, kami harus lebih ketat lagi dalam pengawasan," jelas perempuan yang tubuhnya sedikit berisi itu.
"Saya Mbak Nuril, sebagai penanggung jawab sekaligus ketua mentor akhwat. Saya memegang kendali untuk kamar Khadijah, kamar ini. Di sebelah kiri saya, namanya Mbak Sarah. Pegang kamar Aisyah, kamar yang berada di tengah. Lalu yang terakhir, namanya Mbak Mazaya, pegang kamar Fatimah yang ada di ujung. Teman-teman semua tadi sudah dapat lemari masing-masing, kan? Coba tunjuk tangan yang belum kebagian lemari," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Good To Be True (But It's True) - TERBIT
RomansaZahra Mayzura, seorang gadis berusia 20 tahun, yang bermimpi untuk menjadi seorang entertainer terkenal harus mengubur mimpinya dalam-dalam karena sang ibu sangat menentang keinginannya. Oleh karena itu, sang ibu mengirim putri sulungnya itu untuk k...