Bab 3 Menuju Kebangkitan

16 24 1
                                    

Waktu menjelang sore, Faiz terlihat sudah rapi dan wangi. Mesha rekan kerjanya menjemput Faiz untuk dikenalkan ke temannya. Mesha naik taksi online waktu ingin menjemput Faiz. Kemudian, Faiz menawarkan diri untuk bareng saja boncengan motor bututnya dari pada harus jalan masing-masing. Mesha tidak menolaknya. Faiz dan Mesha pun bergegas menuju ke Khalid Abror dengan berboncengan.

"Mesha, jauh nggak sih rumah temanmu itu dari sini?" tanya Faiz sambal menyetir motornya.

"Deket kok, paling dari sini cuman lima kilo meter," jawab Mesha.

"Kamu nggak papa nih harus pulang terlambat hanya karena ingin mengantarkanku ke temanmu?"

"Ya nggak papa, aku senang kok melakukannya. Siapa tahu menjadi tambahan amal baik bagiku."

"Kamu memang sangat baik. Pasti sangat beruntung laki-laki yang nantinya menjadi imammu."

"Ah, kamu bisa saja. Eh, kita sudah mau sampai nih. Nanti ada pertigaan belok kiri ya. Tempat tinggalnya kurang lebih lima rumah dari tikungan."

"Oh, oke!

Motor Faiz berhenti tepat di depan rumah berwarna hijau dan berhalaman cukup luas. Suasananya sungguh menenangkan dan menyejukkan. Faiz yang baru pertama kali datang ke sana sudah langsung betah dan ingin selalu menikmati suasana di rumah ustaz itu.

"Assalamualaikum ... " Mesha mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarakaatuh ..."

Terdengar suara laki-laki menjawab salam Mesha dengan salam yang utuh dari dalam rumah. Dialah ustaz Khalid Abror seorang dosen muda dan ustaz yang akan dikenalkan kepada Faiz.

"Silakan masuk!" pinta ustaz Khalid.

"Terima kasih ustaz!" Faiz dan Mesha langsung masuk.

Lalu, ustaz Khalid mempersilakan duduk dan meninggalkan Faiz dan Mesha ke belakang untuk membuatkan minum. Ustaz khalid tinggal sendiri karena kedua orang tuanya berada di kampung. Jadi, apa-apa biasa iya lakukan sendiri.

Mesha yang sudah sangat akrab dengan ustaz Khalid langsung menawarkan diri supaya dirinya saja yang membuatkan minum untuk mereka, "Ustaz, jika diperkenankan biarkan aku saja yang membuatkan minum. Ustaz bisa duduk di sini menemani temanku Faiz."

"Tidak apa-apa, sudah sepantasnya aku memuliakan tamu."

"Aku ikhlas ustaz!"

"Baiklah! Dapurnya ada di sebelah kanan ya. Semua bumbu dapur sudah ada di rak dekat kompor."

"Baik! Ustaz!"

Mesha pergi ke dalam untuk membuatkan minum. Faiz dan Khalid mengobrol berdua dan Faiz pun langsung membicarakan maksud dan tujuannya datang ke ustaz.

Ustaz Khalid yang mendengar cerita Faiz cukup perihatin. Dia masih muda, tetapi sudah mendapatkan cobaan yang begitu besar.

"Faiz, kamu yang sabar ya. Sesungguhnya dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Allah itu tidak akan membebani suatu ujian kepada hambanya diluar batasnya. Jika kamu sekarang sedang menimpa ujian seperti ini jalani dengan sabar dan ikhlas," ujar ustaz Khalid untuk menyemangati Faiz.

"Iya, Ustaz. Tapi terkadang aku merasa galau, sedih dan seakan ragu," Faiz menunjukkan akan ketidakberdayaannya menerima semua ujian ini.

"Ragu kenapa?"

"Ragu untuk bisa mengembalikan semua hutang yang besar itu ustaz. Sekarang ini aku hanyalah pengangguran ustaz."

"Ingat! Allah maha kaya. Mintalah kepada Allah yang maha kaya. Dekati dia. Asal kamu tahu Faiz, dibalik ujian ini jika kamu berhasil melewatinya, maka Allah akan mengangkat derajatmu."

"Apa ustaz serius dengan apa yang barusan diucapkan?"

"Iya! Aku sangat memaklumi kondisi kamu saat ini. Sangat wajar saat pertama kali mengalami ujian pasti merasa berat. Tapi, percayalah pasti akan ada hikmah dibalik semua ini yang tidak kamu sadari."

"Terima kasih ustaz sudah menenangkan hati ini. Jika tidak keberatan maukah ustaz menjadi guru pribadiku?"

"Jangan berlebihan. Siapa pun yang datang untuk lebih dekat kepada Allah, pasti akan aku bantu sesuai dengan kemampuan yang aku miliki. Jadi, nggak perlu terlalu formal dengan menjadikanku sebagai ustaz pribadi. Kapan pun kamu membutuhkanku, insyaAllah aku siap."

"Ustaz ini baik sekali. Beruntung aku dipertemukan dengan ustaz."

"Sama-sama, Faiz. Perlu kamu ketahui, semua sudah digariskan oleh Allah termasuk pertemuan kita di hari ini."

Dari belakang Mesha datang dengan membawa minuman dingin.

"Seru banget kalian ngobrolnya!" ucap Mesha sambil memberikan minuman kepada Faiz dan ustaz Khalid.

"Iya. Aku sudah ceritakan semuanya ke ustaz Khalid," ujar Faiz.

"Kok cuman dua minumannya? Kamu mana?" tanya ustaz Khalid.

"Aku sudah minum dibelakang," jawab Mesha.

"Ya sudah ... Ayo duduk bersama kami kalau gitu."

Mesha, Faiz dan ustaz Khalid duduk dan ngobrol bersama. Tidak terasa sudah mau maghrib. Mesya dan Faiz izin undur diri karena takut kemaleman mengantarkan Mesha sampai rumahnya.

"Jangan lupa besok Ahad ada acara pengajian pukul tujuh pagi." pesan terakhir ustaz Khalid sebelum Faiz dan Mesha meninggalkan rumahnya.

"Baik ustaz! InsyaAllah kami akan hadir."

Faiz mengantarkan Mesha pulang terlebih dulu. Karena belum salat maghrib, mereka berhenti sejenak untuk salat. Lalu, mereka Kembali melanjutkan perjalanannya. Hanya satu jam, Faiz sudah sampai di depan rumah Mesha.

"Mesha, terima kasih ya untuk hari ini."

"Its oke! Sama-sama Faiz!"

"Assalamu'alaikum. See you, Mesha!"

"Waalaikumsalam, See you too, Faiz. Hati-hati di jalan!"

"Oke!"

Setelah mengantarkan Mesha pulang, Faiz bergegas untuk langsung tancap gas menuju ke rumahnya. Sesampainya di rumahnya, ia langsung mengambil buku dan mencatat semua perkataan dari ustaz Khalid.

Kemudian, ia rebahan sebentar di atas kasur, sambil merenungi nasibnya itu. "Benar juga ya kata ustaz Khalid. Siapa tahu ujian ini adalah cara Allah untuk membuatku lebih baik. Aku harus jadi lebih bersyukur karena dengan ujian ini aku menjadi lebih kuat, tegar dan mendapatkan banyak pelajaran. Dan yang pasti mulai terlihat mana teman dan sahabat yang benar-benar baik atau hanya sekedar memanfaatkanku saja."

Faiz pun mulai menata hati dan hidupnya untuk menjadi lebih baik lagi. Lalu, ia beranjak dari rebahannya dan mengambil air wudhu untuk menunaikan salat isyak. Ia berdoa dengan khusyuk didalam salatnya itu. ""Ya Allah, aku tahu bahwa Engkau Maha Pengasih dan Penyayang. Aku merasa sangat lelah dan terluka oleh masalah hidup yang kini sedang aku hadapi. Aku tak mampu menanggung beban ini sendirian. Ya Allah, bantulah aku. Berikan aku kekuatan dan keberanian untuk menghadapi segala masalah ini. Berikan aku kebijaksanaan dan kekuatan untuk mengambil keputusan yang tepat. Berikan aku ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi segala ujian ini. Ya Allah, aku percaya bahwa Engkau selalu bersama dan menuntunku pada jalan yang benar. Aku berserah diri pada-Mu dan memohon pertolongan-Mu. Amin.".

[RWM] Langit Tak Selalu Cerah : Awi AhnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang