Bab 5 Kehilangan yang Tak Terduga

18 23 2
                                    

Waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi. Faiz terbangun dari tidurnya. Ia mulai membuka matanya dengan perlahan. Masalah yang ia hadapi sampai membuatnya kesulitan untuk tidur.

Di sela-sela sambil mengumpulkan nyawa dan tenaganya, ia mulai meraih ponselnya. Di sana sudah terdapat pesan dari Mesha. Spontan Faiz langsung semangat untuk bangun.

Faiz mulai membaca pesan yang dikirimkan oleh Mesha.

"Iz, mohon maaf. Bukannya aku tidak ingin menemanimu untuk menyelesaikan semua masalah yang sedang kamu hadapi saat ini. Aku sudah mengenalkanmu dengan ustaz Abror, namun mohon maaf sekali Iz, aku nggak bisa ikut mendampingimu mengamalkan amalan dari ustaz."

Faiz bengong membaca pesan dari Mesha. Baru kemarin hubungan mereka baik-baik saja, namun kenapa hari ini seakan-akan ada jarak. Faiz merasa kebingungan. Sebenarnya, apa yang terjadi sampai Mesha memutuskan hal ini.

Faiz tidak langsung membalas pesan dari Mesha. Justru, ia seakan malah menyalahkan tuhan. Ia berpikiran tuhan tidak adil. Satu masalah belum selesai, namun ia sudah diuji dengan sebuah masalah baru.

Faiz Kembali tiduran di kasur empuknya dan sambil menatap langit-langit. Tatapannya kosong, ia seperti orang linglung. Seseorang yang selama ini menjadi penyemangatnya kini tidak lagi mau menemaninya.

Faiz kembali mengambil ponselnya bermaksud ingin membalas pesan dari Mesha. Panjang kali lebar sebuah kata dituliskan untuk Mesha. Pesan dikirim oleh Faiz. Tapi, ada keanehan dalam pesan yang dikirimkannya itu.

Pesan Faiz hanya tercentang satu dan foto profil Mesha hilang. 'Apa Mesha blokir nomorku?' tanya Faiz dalam batinnya.

Hal ini membuat Faiz semakin sedih dan tak tau harus bagaimana. Akhirnya, ia memutuskan untuk shalat malam. Ia mulai mengamalkan amalan yang diberikan oleh ustaz. Siapa tahu dengan shalat pikirannya kembali jernih dan bisa ketemu solusi terbaik untuk hubungannya dengan Mesha.

***

Terik matahari sudah cukup meninggi. Badan Faiz jauh lebih segar. Ternyata, efek dari amalan yang diberikan ustaz Abror memberikan pengaruh besar. Ia tidak hanya lebih damai hatinya, namun juga begitu bersemangat menjalani hari.

Pagi itu ia bermaksud datang ke rumah Mesha. Ia ingin menanyakan secara langsung alasan ia memutuskan hubungan persahabatan dengannya. Antara Faiz dan Mesha memang belum ada hubungan yang khusus. Namun, di dalam lubuk hati yang paling dalam antara Faiz dan Mesha keduanya memendam rasa cinta yang besar. Hanya saja hubungan mereka itu belum diresmikan, karena salah satunya belum ada yang mengungkapkan. Hal tersebut sangat terlihat dari sikap, tatapan dan perhatian dikala mereka bersama. Makanya itu, tidak heran jika Faiz merasa aneh jika tiba-tiba Mesha memutuskan hubungannya.

Faiz mulai memanaskan motornya, sambil menunggu motornya panas ia duduk di teras. Hari ini ia sedang menjalankan puasa sunah Senin Kamis. Ia pun menelepon ustaz Abror untuk meminta solusi, selain amalan yang telah diberikannya itu, ia meminta masukkan untuk usaha apa yang kiranya bisa menghasilkan uang dengan cepat dan bisa segera melunasi hutangnya yang berjumlah satu miliar itu.

"Assalamualaikum ustaz Abror."

"Waalaikumsalam Faiz! Selamat pagi apa kabar. Ada apa pagi sudah menelepon?"

"Alhamdulillah baik ustaz, aku meminta saran saja ke ustaz."

"Saran apa Faiz? Selagi aku bisa bantu, insyaAllah aku akan bantu."

"Jadi, gini ustaz. Hutang aku itu kan besar banget ya. Kira-kira usaha apa ya yang bisa cepat menghasilkan uang?"

"Aduh, Faiz. Kamu itu pertanyaannya aneh sekali."

"Loh, kok aneh ustaz?"

"Ya. Kalau saya tahu, pasti usaha tersebut sudah aku duluan yang lakuin."

"Hehehe iya juga ya ustaz."

"Tapi, saya punya saran untukmu, Iz!"

"Saran apa ustaz?"

"Kamu bisa coba kerjain sesuatu yang kamu senangi."

"Emmmm apa ya ustaz?"

"Ya bebas. Kamu bisanya apa?"

"Aku sih hobi menulis, marketing sama suka kulineran sih."

"Nah, kamu bisa pilih salah satu dari ketiga hobi yang kamu sukai itu."

"Bentar-bentar ustaz. Aku jadi bingung."

"Begini, aku kasih sedikit gambaran ya. Kalau hobi kamu suka menulis, kamu bisa tuliskan saja kisahmu. Siapa tahu bisa menjadi pembelajaran. Jika kamu suka marketing, ya kamu bisa manfaatin jualin produk orang lain atau produkmu sendiri. Nah, kalau kamu suka kulineran dan siapa tahu juga bisa tahu makanan yang enak dan enggak, kamu bisa coba masak sendiri dan jualin deh. Atau kamu bisa juga terrapin semua hobi kamu itu secara bersamaan."

"Wah, makasih banget ustaz. Aku sama sekali nggak kepikiran."

"Jadi, kamu sudah punya ide apa untuk jalanin usahamu itu?"

"Ya, aku coba ngikutin apa yang tadi sudah disaranin ustaz. Aku akan coba menulis kisahku, dan aku akan coba bikin usaha dibidang kulineran yang akan aku coba pasarkan sendiri."

"Wah, bagus tuh. Kamu cepat nangkepnya."

"Iya, terima kasih ustaz!"

"Sama-sama!"

"Ustaz, aku ada pertanyaan lagi."

"Baiklah. Tentang apa?"

"Tentang Mesha ustaz!"

Ustaz Abror terdiam sejenak lama tidak menjawab pertanyaan dari Faiz.

"Eh, Iz. Bentar ya, teleponnya saya tutup dulu. Sepertinya di depan ada tamu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam ustaz!"

Faiz, berpikir dan sedikit mencurigai ustaz Abror kalau dirinya ada hubungan khusus dengan Mesha. Tapi, Faiz berusaha untuk tetap positif thinking karena ustaz Abror adalah gurunya. Ia tidak mau berburuk sangka kepadanya. Apalagi tanpa dasar dan bukti yang nyata.

Lalu, Faiz mulai menyusun rencana untuk menjalankan bisnis barunya. Iya juga mulai mengatur waktu agar bisa menjalankan ketiga hobinya secara bersamaan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menulis dilakukan di sepertiga malam sampai subuh. Kemudian, ia akan mulai belajar memasak menu baru untuk menu kulineran dan mulai memasarkannya.

Pertama yang iya lakukan adalah mencari buku masak yang dulu pernah ditinggali oleh ibunya. Sebagai seorang rantauan ibunya sudah menyiapkan buku resep tersebut agar Faiz bisa mandiri dan tidak jajan di rumah.

Dulu Faiz kerap sekali memasak sendiri. Tetapi, iya mulai tidak memasak semenjak karirnya meningkat dan punya rumah sendiri di tanah rantauannya itu. Namun, ternyata kini keberadaan buku itu sangat berarti. Ada beberapa resep yang belum pernah Faiz coba. Dan ini lebih ke menu camilan. Karena memang jarang Faiz memasak camilan. Iya dulu hanya mencoba resep untuk makan sehari-hari saja.

Faiz mulai membongkar gudang. Buku resep pemberian ibunya akhirnya ia temukan. Faiz sudah tidak sabar ingin sekali mencoba resep di dalam buku itu. Buku resep ibu sudah lumayan kotor. Namun, tulisannya masih sangat terlihat jelas dan tidak ada yang terhapus.

Faiz mulai mencatat bahan dapur yang dibutuhkan lalu, bergegas pergi ke pasar. Sialnya, motornya tiba-tiba mogok. Seakan ini adalah ujian yang sengaja didatangkan agar tahu seberapa kuat Faiz. Iya mengelus dada dan menghirup udara masuk ke dalam hidungnya dalam-dalam sambil mengeluskan dada. Sambil berkata, "Sabar, sabar, sabar Iz."

Bersambung ....

[RWM] Langit Tak Selalu Cerah : Awi AhnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang