Prolog

78 15 1
                                    

Semilir angin sore menyapu lembut rambutku melalui jendela kaca yang terbuka lebar. Cahaya senja ini selalu mengingatkanku pada sesuatu yang mungkin saja tak akan dapat kutemui lagi.
Aku Niskala, gadis berumur 20 tahun yang sedang menempuh pendidikan di Universitas seni di kotaku. Aku melewatkan satu tahun sekolahku karena harus menjalani masa pemulihan setelah sadar dari koma karena suatu tragedi. Kukira semua akan baik-baik saja setelah aku melewati masa pemulihan, namun aku justru selalu bermimpi buruk hingga harus datang ke psikiater dengan kedua kakiku sendiri.

"Kau masih melukis di sini? Bukankah kita ada janji makan malam?" Suara berat seorang pria terdengar dan mengacaukan lamunanku.

"Sebentar lagi aku selesai, ini gambar terakhirku di minggu ini."

Tanpa meminta izin, pria berkacamata di hadapanku ini segera duduk tepat di sebelahku.

"Aku selalu kagum pada lukisanmu."

"Aku merasa terhormat tuan seniman memuji lukisanku."

"Hei, jangan panggil aku begitu!"

"Kalau begitu bagaimana dengan tuan penerus FH Farmasi?" Aku meledeknya.

"Ayolah! Panggil aku Finn!"

"Haha baiklah."

Pria itu mengalihkan tatapannya pada pojok kanvas yang telah terisi dengan guratan kuas.

"Rav? Apakah dia penyebabmu harus mengatur jadwal konseling denganku?"

"Kurang lebih, maaf aku belum menceritakannya."

"Tidak masalah, kau pasti punya alasannya."

"Jadi, kau mau tahu alasan?"

"Jika kau bersedia, dengan senang hati."

"Aku akan menceritakannya padamu, bahkan jika air mataku harus kembali menetes."

Finn adalah seorang seniman muda sekaligus psikiaterku, ia orang yang ramah namun cukup unik. Aku kagum pada keahliannya sebagai seniman.

Note: Prolog menceritakan kejadian setahun setelah Niskala sadar dari komanya. Episode 1 dan seterusnya akan menceritakan kejadian sebelum tragedi besar dalam hidup Niskala terjadi.

~THANKS FOR READING~

In My Lucid Dream (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang