Sejun memasukkan bajunya ke dalam koper dengan gusar. Rasanya dia sudah tidak bisa lagi hidup dengan keluarga ini, terutama ayahnya. bukan, bukannya Sejun tidak mencintai pria paruh baya itu, hanya saja banyak sekali prinsip hidupnya yang selalu ia paksakan kepada Sejun. Hal itu membuat Sejun begah dan ingin mengakhirinya malam ini juga.
Bahkan sebagai anak yang berbakti, Sejun sudah menuruti ayahnya untuk berkuliah Jurusan Hukum di Universitas yang bagus. Sejun juga sudah menyelesaikan kuliahnya dengan nilai yang memuaskan. Kini ayahnya itu kembali memaksanya untuk melanjutkan perkuliahan sampai ke luar negeri. Sejun tidak mau karena banyak hal lain yang ingin dia lakukan di Korea.
Ibunya menangis sambil berkali-kali membujuknya untuk tidak pergi meninggalkan rumah. Namun bukan Kim Sejun namanya kalau tidak keras kepala dan bertekad kuat. Dia tahu apa yang dia inginkan, dia tahu apa yang dia butuhkan. Dia tidak akan lagi membiarkan ayahnya memutuskan jalan hidupnya. Mulai saat ini, semua keputusan mengenai hidupnya, ada digenggamannya sendiri.
Dia menarik kopernya menuju ruang keluarga, disana terlihat ayahnya sedang duduk. Wajah pria paruh baya itu mengeras penuh kemarahan. Menurutnya, apa yang dia lakukan untuk kedua putranya adalah yang terbaik. Seon Ho maupun Sejun, akan menjalani hidup yang lebih baik jika mengikuti semua arahannya. Namun si anak bontot ini sangat susah diatur dan pembangkang. Karena ini bukan kali pertamanya Sejun menolak mentah-mentah keinginannya. Padahal menurutnya, ini adalah yang terbaik untuk anak nakal itu.
Seon Ho menarik koper Sejun untuk mencegah adik semata wayangnya itu meninggalkan rumah. Namun sia-sia karena Sejun berkeras ingin pergi.
"biarkan saja dia pergi. Bisa apa dia tanpa ayah." Sang ayah dengan raut kemarahannya menyaut dari kejauhan. Seon Ho menghela nafas kesal, "Ayah!" Pekiknya. Sementara Sejun yang mendengar itu semakin bulat dengan tekadnya. Ia bisa hidup tanpa ayahnya, Sejun yakin itu.
Setelah berhasil keluar dari rumah megah milik ayahnya itu, Kim Sejun menjalani hidup sebagai orang biasa. Tidak ada lagi fasilitas dari ayahnya seperti motor, mobil sampai kartu kredit. Dia benar-benar jatuh miskin pada saat itu. Ibu dan kakaknya berulang kali menawarkan bantuan atau memintanya untuk pulang. Namun harga diri seorang Kim Sejun jauh lebih berharga dari sekedar kelaparan di jalanan.
Sejun menarik kopernya dengan gontai, ia tidak tahu harus melakukan apa. Dilihatnya ke sekeliling, langit malam terasa menyeramkan baginya. untuk pertama kalinya, ia merasa sangat berputus asa dan tersesat. Namun ini adalah keputusannya dan seharusnya dia tidak menyesali itu. Ia duduk di kursi halte sambil menatap kejalanan dengan tatapan kosong. Ini terlalu mendadak, dia belum menyiapkan apapun untuk dirinya tinggal di luar rumah.
handphone-nya berdering, tanda satu panggilan masuk. Nomor tak dikenal tertera di layar, ia menjawab panggilan itu tanpa ragu. "Hallo?" Sapanya.
"Sejun, Ini hyung."
"Hyung? siapa?"
"Jintaek."
"Ahhh, iyaa apa kabar Hyung?" Sejun mengenali orang itu. Dia adalah sahabat karib Kim Seon Ho, kakaknya.
"Baik." Jintaek diam sejenak sebelum melanjutkan pembicaraan. "Kamu dimana? Biar aku jemput." Ah, pasti Seon Ho yang meminta bantuan Jintaek. Rasa kesal sedikit menyeruak masuk ke hati dan pikiran Sejun sebelum ia benar-benar merespon ucapan Jintaek. "Nggak usah Hyung, aku gapapa kok." Jawabnya mencoba untuk tenang.
"Seenggaknya untuk malam ini, biar aku bantu dulu. Besok kalo kamu mau pergi ya silahkan. Kasian ibumu khawatir."
Ah iya, Ibu!
Sejun melupakan ibunya yang pasti akan sangat mengkhawatirkannya. Akhirnya demi memberi sedikit ketenangan pada ibu dan kakaknya, Sejun setuju untuk menerima bantuan dari Jintaek. Dia pun memberikan alamat dimana ia sedang berada. Tak berapa lama, Jintaek dengan mobilnya tiba dan mengangkut Sejun serta kopernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I love You (Kim Sejun & Lee Soe)
FanfictionJika ada yang bertanya tentang pertemuan apa yang sangat Kim Sejun nantikan, maka inilah jawabannya. Pertemuannya kembali dengan gadis yang ia cintai sejak 3 tahun yang lalu. Gadis yang selalu ia perjuangkan, gadis yang selalu ia tunggu, gadis yang...