Delapan

7 4 20
                                    

Mila berbalik, tangannya terulur beralih mencekik gadis di depannya. Tatapan yang Mila lempar kali ini bukan lagi sorot sendu, melainkan manik coklat itu menatapnya penuh dendam. Seakan hatinya mantap ingin membunuhnya saat itu juga.

Cengkramannya kuat, Seyna sungguh tak bisa bernafas. Dibanjiri keringat, Seyna berusaha melepas cengkraman dilehernya. Sia sia usahanya, Mila serius ingin membunuhnya.

Suara tertahan bak orang kritis yang sekarang ia keluarkan, yang mendengarnya terutama Hazel pasti panik bercampur takut. Mereka bingung mau berbuat apa, karna sekarang nyawa mereka pun pasti terancam.

Adnan menarik Hazel menjauh, keluar dari rumah, membawa Hazel kehalaman tempat mereka mengadakan pesta.

"Lo jangan kaya orang dongo lah, lakuin sesuatu. keadaan genting begini juga" titahnya sebab gemas karna Hazel tak kunjung bertindak, untuk beberapa detik Hazel diam dengan cover takut setengah mati.

"Gua, Gua harus gimana?" menyerah, fikiran Hazel kosong, ia tak menemukan jalan keluar. Hatinya pun gundah akan sesuatu, membuat Hazel bingung akan jalannya sendiri.

"Panggil Ustadz atau siapa kek. Seyna bisa aja mati" peringat Adnan mendengar pertuturan temannya Hazel merogoh sakunya mengambil kunci "Gua pergi dulu, rumah gua serahin ke lo" katanya sebelum menyalakan motornya untuk pergi dari sana.

Disepanjang perjalanan, Hazel berulang kali berharap bahwa Tuhan kali ini berpihak kepadanya. Akan sangat terpukul dirinya kalau Seyna mati dalam keadaan tak masuk akal seperti ini.

Tujuannya saat ini adalah rumah Ustadz yang ia kenal saat pertama kali berkunjung kekota ini. Setelah sampai disana, Hazel mengetuk pintu rumah secara keras. Terkesan tak sopan, tetapi ia benar benar diselimuti panik.

Lelaki paruh baya keluar dengan setelan khasnya setiap hari, baju kokoh panjang juga peci dikepalanya. Ia mempersilahkan Hazel masuk.

"Gabisa pak, keadaan dirumah kacau." pertuturan kata Hazel mengundang cover bingung dari Ridwan, lantas ia bertanya "kacau bagaimana?"

"Salah satu teman saya, kesurupan. Saya harap bapak bisa bantu saya, soalnya saya gapunya kenalan lain selain bapak." Jelas Hazel, sorot harap ia lemparkan kepada lelaki paruh baya tersebut. Seperkian detik, sebelum Ridwan mengangguk menyetujui.

Ia masuk kedalam untuk berpamitan kepada sang anak sebentar, lalu ikut dengan Hazel kembali kerumah. Diperjalanan pulang, langit makin menggelap dikarenakan ini sudah masuk tengah malam. Jalanan jelas sudah sepi, hanya lampu motor Hazel yang menjadi penerangan saat ini.

"Kamu bukannya bakal pulang besok?" buka suara Ridwan ditengah hening ya perjalanan mereka, Hazel mengangguk kecil.

"Rencananya begitu pak, malam ini saya sama teman saya ngadain pesta kecil buat ngerayain tahun baru, tiba tiba salah satu teman saya kesurupan."

"terlalu berisik mungkin kamu, jadi mahluk dirumah sana keganggu" akhir dari obrolan mereka. Kembali hening, sampai mobil dengan kecepatan tak stabil ingin menghantam mereka berdua.

Hazel belum sempat menghindar, berakhir dirinya terlempar didekat pohon besar jalanan, pak Ridwan pun sama, badannya juga terlempar hampir masuk ke selokan.

Pelipis Hazel mengeluarkan darah, ia meringis merasakan sakit yang luar biasa diseujung badannya. Berusaha berdiri, Hazel melangkah tertatih mendekat kearah pak Ridwan.

Yang ia dapat hanyalah kesadaran pak Ridwan telah hilang, genangan air disekitar pria paruh baya ini berwarna merah, kepalanya sepertinya bocor karna benturan secara mendadak.

Dalam sekejap, Pak Ridwan mati sebelum Hazel membawanya kerumah Seyna. Tubuh Hazel bergetar, kepalanya sakit. Remaja yang baru lulus SMA ini dilanda kebingungan.

Kemana lagi dirinya harus meminta tolong? tangannya dengan lemas merogoh saku, mengambil ponsel. Tangannya nampak bergerak mencari salah satu kontak untuk ditelfon.

Setelah terhubung, isakan yang menjadi salam sapaan bagi Hazel. Cowok itu makin khawatir dibuatnya, alih alih memberi tahu keadaan ia malah memberi pertanyaan berujar.

"Seyna gimana?" bukan keadaan temannya yang ia katakan, Seyna adalah hal pertama yang keluar dari bibir pria itu.

Lien belum menjawab, masih sibuk dengan isak tangisnya "Seyna.. dia nyetujuin bakal ikut, lo dimana? kenapa pas gini lo malah ngilang?"

Terpaku, reaksi yang Hazel keluarkan "tadinya gua mau manggil Ustadz, cuman ada mobil gajelas tiba tiba nabrak gua" jelasnya, tak ada sahutan lagi dari Lien. Hening, tetapi panggilan belum diputuskan.

"Mila belum sadar, dia-" jeda sejenak, teriakan dari dalam telfon membuat Lien tak melanjutkan ucapannya. Ia malah meminta Hazel segera pulang, lalu memutuskan telfon secara sepihak.

Hazel makin panik dibuatnya, kepalanya serasa akan pecah sekarang. Akan dia apakan tubuh tak bernyawa didepannya ini? Hazel berdecak, mengelus wajahnya frustasi sebelum berlari menjauh dari jasad Ridwan.

...

Mila menarik paksa Seyna kearah gudang, Seyna berusaha menolak. Ia memegang apapun, tetapi usahanya kembali sia sia.

Percakapan pasal Hazel serta Adnan terbongkar, Tasya merasa dikhiati. Sedari awal memang dirinya harus percaya dengan hacan. Untung hantu satu itu sudah mengurus Hazel yang kini kesulitan untuk pulang.

"kakak gabisa diminta secara baik baik. Memang dari awal aku bunuh aja semua temen kakak."

"lagipula, buat apa temenan sama mereka? mereka ga bakal abadi. akan ada saatnya mereka tinggalin kakak sendiri. Kalau aku, gabakal tinggalin kakak."

"seengganya kalau dialam ini kakak gabisa temenin aku, aku bakal bawa kakak dialamku aja."

tubuh Seyna lemas, sekujur badannya dipenuhi luka serta darah yang mengalir. Ia seperti binatang yang diseret secara paksa. Darah, menjadi penanda gadis itu, sebelum akhirnya ia masuk kedalam gudang.

Teman temamnya berulang kali mengeluarkan upaya, dan finishnya malah seperti ini. Keadaan rumah seketika sepi, tak ada yang berani membuka suara. Bahkan Gama, ia terduduk dipojokan menangis tanpa isakan.

Ia tak peduli jika Seyna akan mati malam ini, sungguh dia tak peduli. Namun, gadisnya terlibat. Kekasihnya yang ia jaga selama ini, direnggut paksa sama seperti Seyna.

Gama juga takut, ia ingin merebut kembali miliknya tetapi tak berani. Hingga mau tak mau ia berakhir naas seperti ini.

Sekarang, Gama hanya bisa mendengar suara pukulan palu yang terdengar lumayan keras dari dalam gudang, Tak ada teriakan dari sana. Mungkin, Seyna sudah benar benar lemas sampai berteriakpun ia tak bisa.

Sekian lama, pintu gudang terbuka sendirinya bersamaan dengan suara motor yang baru datang.

.

..

Aku tau ini maksa betul, tapi aku udah cape revisi berulang kali dan selalu ngerasa ga puas. Dari sekian banyak aku rasa ini yang mendingan, walau sebenernya engga banget. Maaf kalau tulisan aku masih amburadul, dan alurnya juga begitu. Aku berterimakasih sekali kalian masih mau baca sampai sini, itu bener bener berharga buat aku.

KAKAK.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang