12 Tahun berlalu, kasus Seyna terpaksa ditutup karna tak kunjung menemukan titik terang. Walaupun sang ayah melalukan upaya sekeras apapun, pelaku dari pembunuhan anaknya tak dapat ditemukan.
Para saksi yang ada pada malam itu memberi pengakuan yang tidak jelas, berkata bahwa ada teror dari mahluk tak kasat mata dan makhluk tersebut ialah pelakunya.
Polisi tentu saja menganggap pengakuan tersebut hanyalah alibi remaja, pada saat kasus perdagangan manusia juga pelakunya mengatakan alibi yang sama, padahal bukti jelas mengarah kepada dirinya.
Tetapi, anehnya tak ada bukti jelas yang bisa polisi temukan dalam kasus ini, palu yang katanya alat untuk membunuh gadis itu tak ditemukan sidik jari, bersih.
Alhasil, setelah beberapa tahun tak menemukan jalan keluar. Kasus Seyna secara terpaksa ditutup, membuat sang Ayah makin frustasi dan hidup dalam kesendirian.
Duka mendalam yang ia tanam dihatinya, padahal sudah banyak Stein rencanakan untuk masa depan si putri. Ia ingin anaknya berkuliah, meraih cita citanya sebagai seorang psikiater.
Stein mendukung semua apa yang anaknya mau, percaya pada teman teman yang selalu anaknya ceritakan dan kenalkan setiap hari. Terutama, Hazel.
Kekasih sang anak, Stein sungguh menaruh rasa percaya pada Hazel. Berharap putirinya akan aman disisi pria ini. Namun, memang menaruh rasa percaya kepada seseorang bukan hal yang mudah.
Untuk yang kesekian kali, dia ditinggalkan lagi. Keluarga kecil yang dia upayakan bangun, sudah runtuh. Sekarang, apa yang Stein pertahankan untuk hidup?
Sebenarnya, apalagi yang dia kejar didunia yang fana ini? apa yang dia harapkan pada bumi yang bisa saja tak mau mendengar belas kasihannya?
Padahal, Stein sudah meraung keras, mengulurkan tangan berharap seseorang bisa membantunya mencari kejelasan tentang kematian sang anak. Semuanya tetap sama, sama seperti ia kehilangan istrinya beberapa tahun silam.
Stein menatap hampa seisi rumahnya, tempat baru dimana dia mengukir kenangan dengan Seyna setelah kematian sang ibunda. Rumah yang kembali suram karna kehilangan satu penghuni lagi.
Stein mengajukan surat pengunduran diri dikantor, dia sudah semakin tua. Setengah uangnya terkuras untuk mengurus kasus Seyna yang berakhir ditutup tanpa kejelasan.
Tak ada lagi yang Stein bisa lakukan, dia hanya perlu duduk manis menunggu kematiannya akan datang. Menunggu, anak dan istrinya menjemputnya.
Beralih mengambil foto keluarganya diatas nakas, netranya berkaca kala melihat dua perempuan hebat yang menemani setengah perjalanan hidupnya.
"Kalau ayah mati, tolong peluk ayah disana dengan erat. Bertahun tahun ayah lewati tanpa kalian, rasanya berat sekali. Raga ayah memang hidup, tapi jiwa ayah seakan mati."
...
H
azel masih setia menunggu didepan pagar, berharap untuk dibukakan. Walau sebetulnya, usaha anak ini sia sia, karna Stein memang tak mau menerima kehadirannya lagi.
Ditangan Hazel terdapat buah buah an dan beberapa bahan makanan, dia baru saja belanja bulanan. Sekalian membeli beberapa untuk ayah Seyna.
Hazel sudah berulang kali mengunjungi rumah ini, sekedar ingin membawakan makanan atau paling tidak mengetahui kabar bahwa Stein baik baik saja.
Mungkin karma atau bagaimana, Hazel tidak pernah diterima. Ia selalu berakhir pulang dengan menggantungkan bingkisannya dipagar besi rumah Seyna.
Hazel terjebak di 12 tahun lalu, bayang bayang tentang kekasihnya yang mati secara tragis seperti itu, membuat Hazel dihantui rasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAK.
Horrordua tahun berteman mereka lewati dari internet. untuk pertama kali, pada saat libur akhir taun mereka memutuskan untuk bertemu. tinggal dirumah bekas peninggalan salah satu dari mereka, liburan serta pertemuan yang diharapkan indah itu berangsur men...