Bab 1. Perayaan?

35 9 11
                                    

Aku bukan baja,

Yang akan menjadi indah, kala terus kau tempa.

Aku bukan bunga,

Yang meski kau hiraukan, tetap mekar dengan indahnya.

Tapi aku layaknya kaca,

Yang sekali jatuh, tak akan pernah bisa kembali sama.

"Nah, ini dia anaknya. Akhirnya datang juga," Seru Sabrina yang langsung merangkul ku masuk ke dalam cafe.

Aku tak menyangka, ternyata semua sudah berkumpul, sebab kukira hanya akan makan bersama kedua sahabatku, Sabrina dan Vina.

Akan tetapi, justru di sana ada Bang Ardi–kakak kandungku–bersama kekasihnya, Kak Thalia. Juga ada ada Bang Arman–kakak sepupuku–dengan tunangannya, Kak Angel.

"Loh, kok, udah pada kumpul semua? Abang sama Kakak kapan dateng?"

"Abang, Bang Arman, sama Angel baru sampai tadi jam 4 sore. Kalau Kak Thalia emang udah ada urusan di sini dari kemarin."

"Jadi kalian semua nyempetin pulang cuma demi ini?" tanyaku heran.

"Iya, emang kenapa? kamu nggak seneng?" Kini Kak Thalia yang bertanya kepadaku.

"Udah, deh, Ta, mereka sengaja pulang buat rayain putusnya lo dari Reynan."

Acara macam apa itu? Baru kali ini aku mendengar perayaan sebuah perpisahan.

Namun, aku tak mau menyalahkan mereka juga. Karena nyatanya, mereka memang bahagia karena aku bisa terlepas dari hubungan toxic yang selama ini aku jalani.

Ya, mantan pacarku merupakan seorang yang tempramental. Lebih parahnya lagi, dua minggu yang lalu, aku melihatnya berpelukan dengan Sisi, sahabatku. Reynan juga mengatakan bahwa ia akan menjadikan Sisi sebagai satu-satunya.

Saat itu hatiku hancur, aku bahkan menumpahkan semua air mata yang kupunya. Dikhianati oleh dua orang yang kusayang sekaligus, menjadi sebuah pukulan terberat untukku.

Namun, aku telah bertekad, bahwa itu adalah air mata terakhirku untuk Reynan. Setelah ini, aku akan mengubur dalam-dalam semua kenanganku bersamanya.

Kini, para sahabat dan keluargaku lah yang menjadi support system terbaikku. Bahkan, kedua abangku dan calon kakak iparku rela meninggalkan pekerjaan mereka demi menemaniku.

"Udah Ta, mulai sekarang nggak usah galau lagi." Vina menyambutku dan mengajak duduk di sebelahnya.

"Masa galau Calista udah lewat. Udah cukup air mata gue buat Reynan. Sekarang, gue mau bahagiain diri sendiri dulu," ujarku.

"Ini baru adiknya Abang!" Bang Ardi mengusap kepalaku lembut.

Sabrina yang tengah mencatat pesanan ikut menimpali "Udah, ah, nggak usah bahas mantan terus. Lo mau pesan apa, Ta?"

"Samain aja lah, Brin."

Malam itu, kami menghabiskan waktu dengan bercanda dan bertukar cerita mengenai banyak hal. Mulai dari masalah kuliah hingga pekerjaan. Tak jarang ada sesi mak comblang. Mengingat, kini ada trio jomlo yang baper melihat kemesraan dua pasangan bucin yang tengah bersama kami.

Aku semakin sadar, bahwa inilah bahagiaku yang sebenarnya. Bisa menikmati waktu bersama sahabat dan keluarga.

Hal ini yang sangat aku rindukan hampir tiga tahun ke belakang. Karena ketika menjalin kasih dengan Reynan, aku merasa seolah menjauh dari mereka dan sibuk dengan duniaku sendiri.

Tawa kami seketika terhenti karena mendengar suara interupsi dari arah panggung akustik.

"Selamat malam semuanya, izinkan saya mempersembahkan sebuah lagu untuk orang spesial di hidup saya, yang saat ini sedang duduk di ujung sana." Orang itu menunjuk pada meja yang kami tempati, tepatnya menunjuk ke arahku.

[RWM] Calista : Zya El ZaayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang