PROLOG

25 5 0
                                    

A/N :

SELAMAT DATANG DI MERAKIT

Terima kasih sudah datang dan mampir, jangan lupa untuk follow sebelum membaca, vote, dan komen! Karena itu semua sangat berarti untuk aku. ☺️

***

MERAKIT adalah salah satu cerita yang sudah pernah aku publish di akun iamdisa dengan judul yang berbeda. Tentunya cerita ini akan aku remake dengan lebih baik dan rapi.

Cerita ini memiliki alur maju mundur dan  latar waktu 2015, 2016, 2017, dan 2019.

***

Genre : Romance; hurt; lil angst
CW // TW : Harshword; 18+; mental health issue

***

Semua orang pasti ingin punya hidup yang sempurna.

Punya keluarga harmonis; teman-teman setia; kekasih yang benar-benar ada setiap kita senang maupun susah, termasuk saya dan kalian semua.

Hal itu saya kira wajar, karena nggak ada orang yang nggak ingin bahagia.

Definisi kebahagiaan setiap orangpun berbeda. Ada yang bahagia karena naik pangkat di kantor, bahagia karena usahanya berjalan lancar, bahagia karena menang lotre, atau bahagia karena mendapat nilai ulangan di atas rata-rata. Jawabannya memang beragam dan spesifik.

Sedangkan, definisi kebahagiaan menurut saya sendiri adalah bertemu dengan laki-laki bernama Ganesha Pramana—seseorang yang bisa membuat saya senang sekaligus sedih di waktu yang sama.

Semua bermula saat perpindahan semester genap ke gasal tahun 2015. Saat umur saya masih 19 tahun. Saat saya masih sibuk dengan pindahan rumah dan segala hal yang berhubungan dengan benda-benda rumah yang berat, ada seseorang yang tiba-tiba berdiri di halaman rumah saya dan datang berniat untuk membantu.

Ya, laki-laki itu, Ganesha Pramana.

"Mbak, butuh bantuan?"

Saya yang saat itu memang butuh bantuan langsung mengangguk dan meminta tolong untuk ikut menurunkan barang dari truk dan memasukkan kursi sofa pada ruang tamu rumah baru saya.

"Old fashion?"

"Yeah?"

"Selera kamu?"

Terkekeh saya mendengar, "Nope, semua yang ada di rumah ini adalah ide dari papa."

"Bagus, aku suka."

Mungkin itu adalah kali pertama saya melihat senyum Ganesha. Lelaki itu tersenyum manis dan matanya menelisik seluruh sudut ruang tamu. Ia memuji barang-barang yang ada pada tempat itu. Ruang tamu di rumah saya memang memiliki vibes seperti tahun tujuh puluhan. Masih ada piringan hitam dan pemutarnya, gading rusa hasil buruan kakek buyut puluhan tahun lalu yang tergantung di dinding rumah, atau lemari kaca yang berisi perabot ukiran Belanda.

"Pindah dari kapan, mbak?"

"Udah hampir seminggu, cuma papa baru sempat bawa barang-barang hari ini. Mumpung lagi liburan semester juga."

"Wah? Masih kuliah, ya?"

"Iya. Kamu sendiri?"

"Sama. Aku juga."

"Semester berapa?"

"Semester empat. Mas semester berapa?"

"Lah, sama, hahaha. Kuliah dimana, mbak?"

"Mandala Bhakti. Nggak jauh kok dari sini."

"Sumpah? Serius?"

"Iya, emang kamu dimana?"

"Aku juga Mandala Bhakti. Yaampun bisa sama gitu. Kok aku nggak pernah lihat kamu sliweran di kampus, ya?"

Kira-kira seperti itu awal mula pembicaraan kami.

Dari yang awalnya hanya berbincang tentang asal kuliah, lama-lama merembet membahas hal-hal yang kami berdua sukai. Tidak hanya sampai di situ, ternyata saya memiliki selera yang hampir sama dengannya: sama-sama suka menonton film barat lawas tahun 1930-1970-an. Semakin nyambunglah pembicaraan kami berdua, sampai laki-laki itu bahkan lupa mengenalkan diri.

"Aduh, aku sampai lupaaa. Ganesha Pramana. Nama mbak siapa? Udah sampai ngobrol dan disuguhi kopi masa aku nggak tau nama mbaknya."

"Hahaha santai aja, aku Tiara. Biasa orang-orang panggil Rara, Tia, atau Tir. Terserah mau manggil apa."

"Mbak—Tir?"

"Nggak usah pake mbak, kita kan seumuran. Panggil aja Tir."

"Oke, Tir. Makasih cerita dan kopinya. Aku pulang dulu, ya? Ini papa mama dimana? Mau pamit sekalian."

Mata saya menyapu arah dapur mendapati mama yang sedang sibuk membuat kue kering dengan telepon yang ada di telinga, "Mama kayaknya lagi telepon uti aku di Jawa. Kamu balik aja nanti aku salamin ke mama."

"Ya suudah, aku pamit. Makasih banyak lho. Kapan-kapan kamu gantian main ke rumah aku, yang ada di seberang itu, tuh. Rumah cat coklat. Ditunggu, Tir."

Ganesha mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan saya, saya balas jabatan tangan itu.

Saat itu, belum ada hasrat apapun yang bergemuruh di hati saya. Jelas, karena saya sudah memiliki kekasih. Lelaki yang sudah hampir tiga tahun ini mengisi hati dan pikiran saya.

Tidak pernah ada satu pikiranpun saat itu untuk dekat dengan Ganesha ataupun berpacaran dengan Ganesha. []

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MERAKIT (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang