BAB TIGA

111 11 0
                                    

     Carter membenci fakta bahwa dirinya seolah tidak memiliki benteng apapun jika sedang bersama Evie. Pagi hari pertamanya di Firenze, dengan konyolnya ia menghabiskan waktu selama lima menit untuk melihat Evie membuat kopi di dapur dengan kemeja berwarna hitam kebesaran miliknya yang hanya menutup setengah paha wanita tersebut. Tanpa keduanya berbicara, Evie kemudian meletakkan segelas kopi didepan Carter.

     "Morning." Suara Evie memenuhi telinganya mengingat hanya mereka berdua yang ada di rumah tersebut. "Aku baru ingat bukannya tahun lalu kita beli sepeda?"

     "Let me check later." Kata Carter kepada Evie. Sedikit banyak pertanyaan wanita tersebut kembali membuatnya ingat bahwa tahun lalu mereka ingin bersepeda untuk pergi ke salah satu tempat tetangga mereka. "Kita harus berbicara, Evie."

     "Sure," Evie memiringkan kepala. Menggunakan sebelah tangan untuk menopang kepala sehingga dua kancing kemeja teratas yang tidak ia pasang membuat Carter bisa melihat belahan dadanya. "Il Bacio?"

     "That's not the damn question, Red." Carter mengernyit tidak suka. Merah - Evie memiliki rambut merah saat mereka pertama kali bertemu. Atau merah seperti warna gaun yang wanita itu pakai di pelelangan mereka dimana keduanya berakhir di ranjang. Evie menyukai warna merah bahkan pada hal terkecil seperti pepperoni diatas pizza. Merah. Adalah warna yang mengingatkannya terhadap wanita tersebut.

     Il Bacio, come on - bahkan Carter tidak memikirkan lukisan tersebut. Visconti telah menyimpan Il Bacio selama beberapa dekade dan Carter sangat yakin kemungkinan akan sedikit pihak yang mencari lukisan tersebut di museumnya. Romeo Visconti tentu lebih memercayai asumsinya sendiri bahwa Il Bacio dapat memberikan pengaruh baik untuk hubungan sahabatnya dengan satu-satunya wanita yang tidur dengan Carter selama tiga tahun terakhir.

     Carter sudah menduga bahwa pembicaraan mereka kali ini akan lebih sulit dari biasanya. "Patrick Tanner. Apakah aku tidak mengetahui sesuatu disini karena tiba-tiba saja kamu ingin menikah dengannya?"

     Dua kali ia bertemu dengan Patrick Tanner dan bersumpah untuk tidak memiliki urusan lagi dengan pria itu setelah mengetahui apa yang Patrick lakukan di masa lalu Evie.

     "I have limited choices available to me when it comes to getting married, and you're aware of that."

     "Evie, aku tidak suka kebohongan." Carter sama sekali tidak menyukainya. Hidupnya telah berjalan selama dua puluh tujuh tahun dengan penuh kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang diberikan ibunya sejak ia kecil. "Kamu telah menolak perjodohan itu dua tahun yang lalu."

     "Bukan berarti aku tidak bisa menerimanya lagi. Kevan dan Edward memberikan rencana ekspansi perusahaan kepada Papa dan kata mereka, secepatnya membutuhkan aku dan Tanner untuk hal yang bisa mengikat-"

     "The thing is. You. Evie."

     "The thing is. The whole damn business. Carter."

     Evelyn Tierney Graham menatap tidak kalah tajamnya kepada Carter Vinci. Tiga tahun lalu setelah kelulusannya dari Parsons Paris melalui program transfer, Jason Graham atau Jay - ayahnya -mengakuisisi startup bersegmentasi fast fashion clothing retailer yang berada di California. Evie kemudian memulai posisinya sebagai fashion market assistant selama delapan bulan dan sekarang ia menjadi salah satu editor Rage - majalah mode bulanan yang dirilis oleh perusahaannya - sejak tahun lalu. Kini ketika mereka membutuhkannya untuk ikut andil dalam rencana keluarga, Evie tahu menolak hal tersebut hanya akan membuat seluruh rencananya gagal.

     "Carter," Evie mendesah. Senyum tipis muncul dibibirnya. "I'm grateful for the way you appear to show concern for my well-being. Kamu bukan orang pertama yang tahu bagaimana sejarahku dengannya. Tapi kamu, hanya kamu Carter yang peduli dengan ketidaksukaanku dengan Patrick. However, despite any obstacles or challenges, the wed will proceed as planned."

Long RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang