Part 4

208 202 211
                                    

Tiba-tiba Aku terbangun merasakan dinginnya malam. Berjalan keluar kamar untuk mencari segelas air putih. Aku melihat Ayah yang tengah tertidur di ruang makan. Aku merasa kasian dengan Ayah yang berjuang hingga malam untuk mencari uang untuk menghidupi keluarga. Aku bergegas mencari selimut agar Ayah tak merasakan dinginnya malam hari.

Ayahku bekerja keras untuk mimpi anaknya sedangkan diriku hanya sedikit berusaha untuk meraih mimpiku. Aku merasa usahaku masih kurang untuk meraih mimpi. Akhrinya aku memutuskan untuk kembali belajar. Ayah saja rela sampai malam untuk mencari uang sedangkan diriku hanya tidur dan tak belajar sama sekali. Aku merasa malu karena usahaku selama ini masih kurang untuk meraih mimpiku.

"Ayah aja berusaha dengan sangat keras, aku juga harus lebih berusaha keras untuk meraih mimpiku,"gumamku dalam kamar. Akhirnya aku membaca beberapa soal dan berusaha menyelesaikannya.

Tak sengaja aku mengingat wanita cantik bernama Aurora seakan-akan aku tersenyum sendiri ketika bertemu pertama kali dengan wanita unik itu. Bukan karena kecantikannya tapi karena pemikirannya yang membuat diriku sadar bahwa orang kaya tak selamanya sombong.

Tanpa aku sadari Ayah tiba-tiba sudah duduk di ranjangku. "Loh jam segini kok masih belum tidur ta le,"ucap Ayah sambil melihat beberapa buku yang berada di ranjangku.

"Hehehe iki Yah lagi belajar,"ucapku sambil bergaya menyelesaikan beberapa soal padahal sebenarnya lagi melamun. Sampai-sampai Ayah masuk kamar aku tak tau.

"Pie sekolahmu?"tanya Ayah sambil meletakan buku kembali diatas kasur.

"Allhamdulilah Yah Angkasa bisa mendapatkan peringkat satu terus. Tapi bukan berati Angkasa anak yang hebat namun Angkasa merasa sekolah itu tak menghasilkan uang tapi malah menghabiskan uang,"ucapku yang merasa kalo sekolah itu menghabiskan uang tak mnghasilkan apa apa.

"Looo la kenapa Le?" tanya Ayah penasaran dengan jawabanku. "Kan dengan sekolah kamu mendapatkan pengetahuan, selain itu juga kamu jadi banyak ilmu dari beberpa hal yang kamu pelajari,"lanjut Ayah.

"Iya memang Angkasa menjadi banyak tahu, tapi Angkasa tidak bisa menghasilkan uang dari pengetahuan itu. Aku yang mendapatkan beasiswa seharusnya tidak membayar apapun untuk belajar tapi tetap aja udah dapet beasiswa tapi harus bayar sekolah dengan embel-embel iuran uang sekolah."

"Bukanya gak berguna sekolah itu le. Sini bapak kasih tau, kamu belajar matematika kan?"tanya bapak.

Aku mengaggukan kepala.

"Matematika itu penting Le sekarang coba kamu hitung Kamu punya uang sepuluh ribu terus kamu belikan bakso seharga tujuh ribu kembalinya pasti tiga ribu. Kalo kamu gak belajar atau gak paham tentang matematika kamu pasti dibohongi orang dan kamu gak bakalan mendapatkan kembalian tiga ribu mu itu Le."

"Kamu bersekolah itu bukan tentang bagaimana mencari uang, tapi soal kamu paham tentang ilmu dan paham tentang arti. Nah dari ilmu itu suatu saat kita bisa menghasilkan. Contoh nih kamu belajar tentang biologi kan? kita bernafas menggunakan paru-paru. Semisal kita kesulitan bernafas pasti kita membawa ke dokter. Dokter memeriksa oh ini ada masalah dalam hidungnya karena penyakit ini, terus dokter membuatkan resep obat. Dokter tau bagaimana cara mengatasi penyakitnya karena dia dulu belajar dan bersekolah di kedokteran. Coba kalo dia gak sekolah pasti dia gak tau itu penyakit apa, penyebabnya kenapa, obatnya apa. Setelah menyembuhkan penyakit barulah dokter mendapatkan uang karena dia behasil menyembuhkan pasien."

"Jadi intinya sekolah itu mengajarakan proses kita berfikir dan belajar memahami suatu hal. Dari proses pemahan itu lah sebenarnya yang membuat kita bisa menghasilkan kesuksesaan."

Aku mengangguk pertanda mengerti apa yang diucapkan Ayah. "Cuman aku kasihan kepada Ayah yang bekerja keras hingga malam." Aku merasa kasihan sekali sama Ayah yang tak kenal waktu untuk mencari nafkah bagi keluarganya.

Negeriku Tempatku BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang