Terbangun di tempat yang berbeda membuat Juhyun sedikit disorientasi. Butuh waktu satu minggu untuk membiasakan diri di kamar apartemen Junmyeon dan berulang kali pula ia memikirkan bahwa apakah keputusannya tepat? Apakah ia betah menikah? Apakah ia merasa bersalah pada Junmyeon? Memvalidasi semua perasaannya dalam satu waktu membuatnya kewalahan, karena ia tidak tahu mana yang harus diutamakan.
Seringkali Junmyeon bangun lebih dulu, dan mereka sarapan bersama di luar. Juhyun sesekali memasak, dan memasukkannya ke dalam kotak bekal karena Junmyeon sedang buru-buru. Ia melihat dirinya dan Junmyeon seperti roommate di sebuah asrama yang berbagi status yang sama.
Kadang, ia tersenyum sendiri melihat perjanjian yang mereka buat.
"Juhyun unnie," bisik Sooyoung saat Juhyun mengunjunginya di sela-sela briefing dari tim brand yang bekerja sama dengannya, kebetulan brand milik keluarga Bae juga menjadi bagian dari pemotretan tersebut, "tidak ada seorang pun kan, yang mengatakan bahwa kalian telah menodai makna pernikahan?"
Juhyun hanya berpikir sebentar. Ia menggulung lengan baju Sooyoung untuk mengubah gayanya sedikit. "Begitu banyak pernikahan yang ternodai karena masalah-masalah seperti perselingkuhan, pengkhianatan, dan lain sebagainya. Kami tidak melakukan hal kotor." Ia tersenyum hambar. "Kami adalah teman yang mengikat satu sama lain karena banyak alasan."
Sooyoung menggeleng. "Pernikahan kalian memang tidak biasa."
"Conditional love." Juhyun menepuk-nepuk lengan Sooyoung setelah menyelesaikan pekerjaannya. "Cinta dengan syarat, hanya saja tidak dalam konteks negatif."
"Aku ingin tahu, tolong jawab dengan jujur."
"Apakah unnie bahagia," Juhyun menebaknya lebih dulu, "begitu kan, yang ingin kamu tanyakan?"
Sooyoung mengangguk sambil mengusap punggung Juhyun. "Aku hanya tidak ingin melihatmu menjalani dengan terpaksa."
"Aku yang mengajukan ide ini. Aku baik-baik saja."
Sooyoung menatapnya khawatir, tetapi Juhyun meyakinkannya dengan senyuman.
*
Junmyeon pulang pukul sembilan pada suatu waktu, dan Juhyun setengah jam sebelumnya. Juhyun sedang mengeluarkan makanan yang ia beli di jalan ketika Junmyeon datang.
"Masak apa?"
"Beli." Juhyun membuka kotak berisi sup sayur dan menuangkannya ke dalam panci. "Dingin karena terlalu lama di jalan. Kupanaskan dulu, ya. Kalau mau makan ayamnya duluan, makan saja."
Junmyeon mengambil sayap ayam berbumbu dari kotak yang terbuka di bagian lain konter. Dia menggigit sebagian, dan menyodorkannya pada Juhyun. "Enak. Mau?"
Juhyun menggigit bagian lain sayap ayam tersebut sambil menyalakan kompor. "Iya, enak juga. Aku baru coba beli di kedai yang ini."
"Lain kali makan di sana, yuk." Junmyeon menghabiskan sayap tersebut. Dia melirik Juhyun, melihat saus pada sudut bibir Juhyun. Dia menyekanya dengan jarinya, sedikit mengejutkan Juhyun. Dia hanya bergumam sori, tapi tak melihat matanya.
Juhyun iseng, dan ia menyambar ibu jari Junmyeon. Menjilat sisa saus yang barusan disekanya. Junmyeon terdiam, tidak bisa mengatakan bahwa dia merasa seperti tersengat.
Juhyun hanya mengerling, kemudian melanjutkan apa yang dilakukannya. Junmyeon tidak memikirkan hal rumit, kecuali mencoba mendekatkan wajahnya pada Juhyun dan berhenti tepat di depan bibirnya.
"Kenapa?" tanya Juhyun ringan.
"Kamu tidak menjauh? Sudah terbiasa dengan keberadaanku?"
"Hmm." Juhyun menyalakan kompor. "Aku sudah mengenalmu satu tahun. Berada di dekatmu tidak masalah buatku."
KAMU SEDANG MEMBACA
conditional love
FanfictionDunia mereka penuh kesibukan, tetapi bukan berarti mereka tidak membutuhkan teman hidup, tetapi Junmyeon dan Juhyun hanyalah dua orang dewasa yang kebingungan.