Menikah itu tidak mudah.
banyak pasangan yang gagal membina hubungan rumah tangga namun banyak pula pasangan yang berhasil membina hubungan rumah tangga, tergantung bagaimana cara pasangn itu menangani setiap masalah yang mencoba merobohkan hubungan mereka; dengan cara berbicara baik-baik, bermain dengan fisik pasangan atau saling memaki bahkan mengungkit kesalahan pasangan.
buruk, sangat buruk jika hubungan pernikahan yang dipertahankan demi anak akan hancur karena urusan anak.
"aku nggak pernah minta hal mewah ke ibun dan papa.. tapi aku cuma mau kalian berdua punya waktu untuk mengurus anak-anak kalian!" Milan berteriak kesal kearah Nazam dan Jordan yang bahkan baru saja memasuki rumah, "It's okay kalau kalian berdua bekerja.. tapi tolong untuk membagi waktu antara bekerja dengan waktu untuk anak-anak! mungkin untuk aku sudah cukup kasih sayang kalian.. tapi untuk adik-adik itu belum cukup!"
"Milan!" sentak Nazam ketika merasa sudah tidak tahan dengan nada tinggi yang digunakan putra sulungnya itu.
Milan tersentak, "apa? ibun mempekerjakan art untuk merawat anak-anak ibun? memangnya kami tidak seberharga itu bagi ibun sampai membayar orang untuk merawat kami?! apa gelar dan pekerjaan mulia ibun lebih berharga? tch, fuck!" ia kembali mencerca bahkan mengumpat dihadapan kedua orang tuanya itu.
"Milan, jaga bicara kamu."
"udah cukup selama ini aku diam bahkan ketika ibun memarahi bahkan membanding-bandingkan Logan didepanku hanya perkara nilai!" Milan menatap nyalang Nazam dan Jordan secara bergantian, "dan aku tau ibun stress karena pekerjaan.. tapi cara meluapkannya bukan dengan cara memarahi Logan ataupun Juang!"
"cukup, Milan. Ibun pulangㅡ"
wajah Milan mulai memerah dengan amarah yang semakin membesar, "untuk membahas wanita yang ibun pekerjakan sebagai art yang merawat anak-anak ibun kan?" kali ini putra sulung Adhiyaksa benar-benar angkat bicara, bahkan ungkapan yang baru saja Milan ucapkan itu berhasil membuat Nazam menatap tajam sulung Adhiyaksa yang saat ini tertawa keras.
"kalau begitu," Milan memiringkan wajahnya dengan kedua mata mengerjap lugu, "apa gunanya dengan keberadaan ibun dirumah ini jika ada art yang merawat anak-anak ibun?" tanyanya, "bukankah lebih baik jika kalian berdua segera bercerai saja?"
"Milan, stop!" seru Nazam mendekati Milan yang duduk disofa single ruang tamu, menarik lengan putranya itu supaya berdiri.
"kalian tidak berperan layaknya orang tua!"
plak
wajah Milan berpaling dengan mengukir senyum sarkas ketika tangan yang dulu mengusapnya lembut kini menampar wajahnya, "aku dan adik-adikku sudah hidup layaknya anak yang tidak memiliki orang tuaㅡ" lirihnya menahan tangis.
"Milan, papa sudah bilang untuk menjaga bicara kamu." peringat Jordan yang sudah tidak terkejut jika submissivenya itu tidak segan mengangkat tangan pada putranya.
"dan seolah hidup dengan uang tunjangan dari pemerintah, kalian nggak pernah mikir kondisi anak-anak kalian.. kalian sama-sama egois!" lanjut Milan sebelum menepis secara kasar tangan Nazam yang masih mencekal lengannya, "lantas bagaimana bisa kalian memutuskan untuk menikah kalau kalian tidak bisa berkomunikasi dengan baik?!"
melihat Nazam dan Jordan sama-sama bungkam, Milan menggeleng pelan dengan tubuh bergetar dan mata mulai basah, "aku kecewa dengan tindakan ibun yang dengan mudah menyerahkan tanggung jawab ibun sebagai ibu kepada art.. orang asing, aku kecewa! seharusnya ibun tau jika kasih sayang dan ketulusan seorang ibu tidak setara dengan uang yang dibayarkan ibun pada art itu!"
"apa kamu tauㅡ"
Milan kembali berseru dengan ungkapan sarkas yang selama ini ia pendam, "nggak! aku nggak pernah tau, aku masih kecil kan? iya, anak kecil yang hampir setiap hari melihat dan mendengar perdebatan kedua orang tuanya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Casa, Atlanata (onhold)
Fanfiction« discontinued » Atlanata; best parents, best family and best home. (n) bxb . family issues.