PUPPET – 5
"Why should I make your feet over again? To see you run away from home once more?"
"I promise you," answered the Marionette, sobbing, "that from now on I'll be good—"
"Boys always promise that when they want something," said Geppetto.
"I promise to go to school every day, to study, and to succeed—"
"Boys always sing that song when they want their own will." - THE ADVENTURES OF PINOCCHIO (1883) by Carlo Collodi
/
"Mengapa aku harus membuatkanmu kaki lagi? Untuk melihatmu kabur dari rumah sekali lagi?"
"Aku berjanji," jawab Pinocchio, terisak, "mulai sekarang aku akan jadi anak baik—"
"Anak laki-laki selalu berjanji jika menginginkan sesuatu," jawab Geppetto.
"Aku janji aku akan pergi ke sekolah tiap hari, belajar, dan sukses—"
"Anak laki-laki selalu melantunkan itu jika punya keinginan sendiri."
...
Akhir minggu itu, mereka putuskan untuk jalan-jalan. Serius, urusan "memanusiakan Hueningkai" cukup sulit bagi Jaehee. Dan, yang terpenting dari segalanya, tidak ada panduan bagaimana menjadi manusia secara umum. Tidak ada tips trik bagaimana agar seseorang cukup manusia, kurang manusia atau memang manusia. Jadi Jaehee pikir, tidak ada salahnya mereka pergi ke kebun binatang sembari melihat akuarium raksasa. Paman Gguk ikut, tapi ibu Jaehee lebih asyik kencan di restoran mewah. Jadi hanya ada mereka bertiga dan Jaehee seperti pengawas bagi Hueningkai.
Mereka membeli tiga tiket, dan mendekati kolam penguin. Hueningkai terlihat memandang seru, melihat anak-anak penguin melenggak-lenggok, setengah bingung dan menyeburkan diri ke air. Pengunjung lain yang kebanyakan anak-anak kecil ikut bersorak, penguin yang lebih besar menyusul masuk ke air dan berenang lihai. Jaehee melirik Hueningkai.
"Kencan itu... waktu kau bersama orang yang kau sukai dan menghabiskan waktu bersama."
Hueningkai tidak mendengar. Ia lebih suka menonton sendiri bagaimana penguin mulai beratraksi atau berbaris lucu. Bulu mereka putih dan garis-garis hitam membuatnya mencolok, dan kolam itu luas jadi penguin bisa kesana kemari tanpa takut apa pun, apalagi jarak antara pengunjung dan kolam dibatasi oleh kaca tebal.
"Pokoknya, kau jangan kencan dengan siapa-siapa dulu, nanti dia curiga kalau sebenarnya kau itu..." Jaehee menelan kata-katanya. "Ya pokoknya jangan kencan!"
Hueningkai menunjuk akurium lain. Ada kawanan kura-kura malas yang tengah diberi makan, mereka berbelok ke kolam pari dan melihat penyelam melambaikan tangan dan berenang bersama kawanan ikan-ikan. Karena lapar, mereka mampir sebentar ke restoran yang masih satu wilayah di sana, dan mulai duduk memesan burger serta kentang goreng. Hueningkai makan begitu luwes, Paman Gguk sepertinya mahir mengajarinya makan tanpa belepotan atau terdengar repot. Jaehee jadi penasaran, seberapa cepat Hueningkai menyerap informasi?
Hueningkai menyeruput minumnya dan menatap Jaehee, "Aku mau lihat lagi! Yang seperti tadi!"
"Hei, makan dulu."
Paman Gguk terkekeh, menyantap burgernya dan bangkit untuk memesan tambahan kentang serta soda. Tinggalah mereka berdua, Jaehee agak berbisik ke dekat Hueningkai. "Menurutmu, apakah kau akan tetap bisa menyimpan rahasia? Bahwa kau sebenarnya... anak yang berbeda?"
"Aku? Aku tidak berbeda. Aku punya kaki, aku punya tubuh, aku bisa berbicara."
"Ya.. ya..."
"Aku punya Jaehee," katanya seraya tersenyum.
Jaehee terkejut, namun cepat menundukkan wajahnya. Ia makan kentangnya sementara Paman Gguk kembali dengan nampan penuh. Ia memesan es krim juga, membuat Hueningkai senang. Selesai makan, mereka berkeliling dan berakhir di toko souvenir. Paman Gguk memperhatikan beberapa bola kaca berisikan hiasan ikan, Hueningkai mencoba beberapa topi lembut bentuk ikan, sedangkan Jaehee terus mengoceh, "Serius, yang harus kita pikirkan adalah..." Pluk! Hueningkai memasangkan topi bentuk hiu ke kepala Jaehee dan terkekeh.
"Imut."
"Hah?"
"Jaehee imut!"
Jaehee terperangah, mengusap topi itu dan memandang Hueningkai. Dari tadi ia mengoceh soal bagaimana ia cemas Hueningkai tidak dapat berbaur, atau bagaimana nanti di sekolah setelah murid-murid makin bertekad mendekatinya. Tapi yang ia lihat, Hueningkai nampak santai dan natural melakukan apa pun. Ia memilih topi untuknya, kali ini mirip gurita imut. Ia bercermin, diikuti Jaehee. Mereka nampak lucu. Tidak lama, Paman Gguk pun meminta mereka untuk memilih hadiah untuk masing-masing dan membayarnya di kasir.
"Jaehee, terima kasih sudah mau menemani kami hari ini," katanya di balik kemudi. Paman Gguk membeli mobil bekas yang cukup untuk mereka bertiga. Meski terdengar ribut, mobil itu tangguh dan meluncur mulus.
"Aku juga senang, Paman."
Hueningkai mengangguk. "Nanti ke sana lagi."
*
*
Jaehee menguap bosan. Di kelas, mereka masih menunggu guru. Sabtu kemarin, waktu mereka jalan-jalan ke kebun binatang memang sangat menyenangkan, tapi Senin selalu membawa kejadian tidak enak. Termasuk, Jaehee yang terus didesak murid kelas sebelah soal apakah dia mengenai akrab Hueningkai, atau apakah Hueningkai murid pindahan dari luar negeri seperti yang heboh dibicarakan, atau apakah Hueningkai punya pacar.
"Fansmu... makin banyak, ya. Ini mengkhawatirkan."
Sosok yang diajak bicara lebih asyik menulis di buku catatannya. Jaehee menguap lagi. Syukurlah tidak ada keributan yang berlebihan, di kelas mereka sibuk dalam obrolan dan urusan masing-masing. Jaehee meneggakan duduknya. "Kapan-kapan, kita jalan-jalan lagi. Aku rasa itu ada manfaatnya."
"Tentu, Jaehee."
"Kau suka di sini?"
"Tentu. Jadi manusia itu... senang."
Jaehee tersenyum, setengah meringis. Tidak ada manusia yang bisa positif mendengar itu. Jadi manusia nampaknya seperti beban, yang untuk Jaehee, merepotkan. Tapi Hueningkai bersemangat, punya aura yang membuatnya ikut tertular senang. Ia tersenyum tipis. Dibanding Hueningkai yang belajar jadi manusia, ini seperti Jaehee yang menikmati menjadi manusia karena Hueningkai menunjukkan cara pandang yang berbeda.
"Aku bisa menyiapkan bekal untukmu, mau?" tawarnya lembut.
Hueningkai menaruh pulpennya. "Tentu saja! Kau bisa masak?"
"Yah, hanya yang sederhana saja. Tapi ibu jarang memasak, aku belajar dari internet.
"Apa internet?"
"Ah, nanti saja aku jelaskan. Oke, aku akan siapkan bekal jadi kita tidak perlu repot ke kantin mulai besok," jawab Jaehee ringan. Ia menoleh kecil ke arah Hueningkai. "Kau suka apa? Masakan yang jadi favoritmu?"
"Apa saja, Jaehee yang buat pasti enak."
Jaehee mengulum senyum. "Kau ini."
Hueningkai kembali menulis di bukunya, Jaehee jadi bertanya-tanya; apakah mereka benar-benar akan jadi sahabat? Seterusnya? Karena Hueningkai tidak membuatnya "berbeda" atau "asing". Di saat teman lain menganggap tampilan fisik Jaehee cukup berbeda dan mencolok karena dia blasteran, Hueningkai tidak pernah memandang demikian. Ia menatapnya seperti menatap siapa saja. Jaehee ya Jaehee. Jaehee nyaman tanpa ada perasaan terbebani atau apa.
"Aku akan buatkan japhae, kimbab, dan daging iga panggang yang lezat."
"Tentu!"
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
the lovely puppet | huening kai
Fanfic[Out of Universe #3] Paman Gguk inginkan anak laki-laki. Bertahun-tahun, pria paruh baya tersebut berharap dan berharap akan datangnya keajaiban sembari menekuni pekerjaannya sebagai pembuat boneka kayu. Hingga Kim Jaehee berkunjung, salah satu bone...