PUPPET – 1
He grasped the hatchet quickly to peel off the bark and shape the wood. But as he was about to give it the first blow, he stood still with arm uplifted, for he had heard a wee, little voice say in a beseeching tone: "Please be careful! Do not hit me so hard!" – The Adventure of Pinocchio (1883), Carlo Collodi
/
Dia menggenggam kapak dengan cepat untuk mengupas kulit kayu dan membentuk kayu tersebut. Tapi sesaat dia akan memberikan pukulan pertama, dia terdiam dengan lengan terangkat karena dia mendengar suara kecil berkata dengan nada memohon: "Tolong hati-hati! Jangan pukul aku terlalu keras!"
....
Saat dia bicara, suaranya mengalun indah. Bagaikan aliran air terjun yang menyapu tepian sungai deras dan semerdu kicauan burung kecil yang tengah bermain-main dan mandi di tepiannya. Mungkin indah belum cukup, dia mengagumkan.
Jaehee mengumpulkan kesadarannya yang sudah ambyar bagaikan kaca yang hancur karena terjatuh dari ketinggian. Sementara itu, napasnya tertelan dalam karena dia yang masih berusaha menyeimbangi bobot tubuhnya sendiri. Ini mimpi kan? Ini tidak benar kan?
"Hai, mari berteman."
Jaehee berkonflik ingin menampar wajahnya atau mencubit lengannya hingga membiru. Dia memang bicara! "Eomma, apa yang .. apa ini?!"
Tidak berapa lama, pintu lain terdorong, si boneka kembali menundukkan kepalanya di posisi semula dan menutup matanya damai seperti sebelumnya—saat dia masih "normal" nan "wajar" di mata gadis tersebut. "Bagaimana .." Jaehee berusaha mengetuk terus menerus kotak kaca tersebut, nampak setengah takut tapi penasaran juga. Wajahnya makin pucat, rona merah yang setia menghiasi tulang pipi atasnya meredup karena dia terus gigih mengetuk-ngetuk. "Tadi kau .. apakah aku berhalusinasi."
Sosok itu kembali membuka mata dan tersenyum. Jaehee berhasil terjungkal hingga bokong mendarat lebih dahulu. "Kau! Apakah kau hantu?!" pekiknya panik. Tidak berapa lama, ibu Jaehee muncul tergopoh-gopoh.
"Mengapa heboh.."
"Tuh lihat!" tunjuknya cepat ke arah si kotak boneka.
Ibu mendelik, hendak melontarkan seribu ocehan namun dia mengerjap cepat. Dalam kotak kaca itu, ada bocah laki-laki yang justru mengerjapkan mata cepat. "Sia..siapa.." Mendadak, suasana toko itu jadi mistis. Ibu mengusap lengannya, masih ketakutan dan hendak mundur dari sana. Sementara itu, Jaehee berusaha bangkit meskipun tubuhnya masih kesakitan. Hanya saja, lihatlah! Ini bukan mimpi. "Mengapa dia hidup.."
Pintu lain terdorong, warna cokelat tua. Dia hendak menyambut kedua pengunjung. Aneh juga, dia jarang dapat pengunjung beberapa minggu terakhir karena wilayah ini yang sering dilanda badai ataupun hujan parah. Beberapa hari justru panas terik hingga membakar kulit. Cuacanya tidak pernah konstan. "Selamat datang."
"Bonekamu hidup, Tuan!"
*
*
Ada ruangan terpencil yang disekat oleh pintu sambung dari ruang display. Jaehee masih gemetaran sewaktu menyesap teh yang diseduhkan hangat-hangat. Ibunya pun sama, masih sedikit terkejut dan tidak dapat bernapas lega. Sementara itu, boneka tadi sudah dibebaskan dan sekarang tengah menatap mereka bertiga bergantian. Jaehee sontak saja menunduk. "Hish, apakah dia tidak bisa berhenti saja?" katanya, jengah.
Paman Gguk sontak memandangi wajah anak laki-laki itu. "Apakah kau dapat mendengarkanku?"
Sosok itu mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
the lovely puppet | huening kai
Fiksi Penggemar[Out of Universe #3] Paman Gguk inginkan anak laki-laki. Bertahun-tahun, pria paruh baya tersebut berharap dan berharap akan datangnya keajaiban sembari menekuni pekerjaannya sebagai pembuat boneka kayu. Hingga Kim Jaehee berkunjung, salah satu bone...