Happy Reading
"Mengapa aku yang kamu salahkan?"
_____
Ibu menatapku dan laki-laki di sampingku layaknya kriminal yang akan diberikan hukuman. Sumpah, aku tidak sengaja memecahkan celengan ayam milik Mas Andra yang ia letakkan di meja kamarnya. Pagi ini entah kenapa Raihan tidak mengabari untuk menjemputku agar berangkat ke kantor bersama. Oleh sebab itu, aku membangunkan Mas Andra yang sulit sekali dibangunkan.
Tadi malam aku mengobrol dengan Sisil lewat Video Call, akibatnya aku jadi kesiangan. Dengan kemarahanku karena jam sudah akan menunjukkan pukul tujuh akhirnya bantal guling di pelukkan Mas Andra aku ambil secara paksa dan berujung menyampar celengan ayam di meja.
"Minta maaf!" suara itu terdengar tegas.
"Maaf." lirihku dan Mas Andra karena merasa bersalah.
Aku yakin teriakanku dan Mas Andra sewaktu berdebat terdengar oleh para tetangga di sekitar rumah kita. Bahkan ibu yang sedang memasak sampai berlari ke kamar untuk melerai dan acara adu mulut itu selesai karena bau gosong yang tercium dari arah dapur.
"Sekarang Andra, ibu minta kamu siap-siap buat nganterin adek kamu ke kantor. Ibu tau kamu lagi libur tapi bukan berarti hari libur untuk istirahat di kamar seharian," ucap ibu sembari bersedekap dada.
Aku menatap Mas Andra yang sedari tadi menatap pecahan celengan ayam dan beberapa uang koin recehan berserakan di lantai. Rasa bersalah mulai muncul, celengan itu kesukaan dia, hadiah dari ayah sewaktu Mas Andra masih SD.
Mas Andra berlalu begitu saja dan mengambil jaket kulit lalu berjalan menuju motornya. Ia tak bicara apapun untuk mengajakku segera berangkat. Aku mengikutinya, dan menaiki motor yang sebelumnya sudah di panaskan oleh Mas Andra.
"Pegangan," ucapnya pelan.
Sepanjang perjalanan tak ada obrolan antara kami berdua. Beberapa kali kami berdebag tapi tak pernah Mas Andra mendiamkan aku sampai segininya.
Akhirnya kami sampai di kantor tempatku magang. Aku memberikan helmku pada Mas Andra dan menyalaminya.
"Maafin Gita ya, Mas." kataku sebelum meninggalkan dia. Ada seulas senyum yang aku dapatkan sewaktu membalikkan tubuhku untuk menatap kepergian Mas Andra dan motornya.
Menaiki lift untuk naik ke lantai sembilan. Aku sudah menghubungi Bu Yuni untuk berangkat terlambat meskipun berbohong karena alasan macet. Berjalan ke lorong lantai sembilan dan mendapati beberapa karyawan yang
Rupanya Raihan sudah datang, bahkan dia sedang disibukkan oleh pekerjaannya. Aku meletakkan tasku dan tersenyum simpul ke arah Mas Bian."Tumben telat, biasanya kamu bareng sama Raihan," tanya laki-laki disampingku heran.
"Nggak papa, Mas. Hari ini aku bareng Masku berangkat kerja." bohongku yang ditanggapi oleh anggukan Mas Bian.
Aku mengangkat beberapa berkas yang sudah menumpuk di atas meja dan membukanya untuk aku dispo. Sesekali pandanganku ke arah Raihan, wajahnya tak seperti biasanya aku lihat. Dia menjadi Raihan yang pendiam.
"Raihan!" panggilku setelah aku membranikan diri untuk menemuinya setelah pemberitahuan bahwa jam istirahat datang.
Ruangan hanya tinggal kami berdua. Karyawan sudah pada istirahat ke kantin serta Mas Bian dan Mbk Gina.
Laki-laki itu berbalik tanpa ekspresi. aku semakin bertanya-tanya sendiri.
"Kamu kenapa?" tanyaku. Entah, ditatap Raihan seperti ini membuatku tidak nyaman sampai kalimat yang aku lontarkan tidak sesuai dengan yang ingin aku tanyakan.
"Lo, kenal Sisil?" tanyanya membuatku bingung karena tiba-tiba menanyakan tentang Sisil.
"Dia sahabatku," jawabku.
Ada senyum meremehkan yang aku lihat di bibirnya.
"Tadi malem, ngomong apa aja lo sama Sisil?" tanyanya yang tidak bisa aku jawab.
"Lo suka gue? iya kan?" tebaknya. Raihan terkekeh, dan mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa sih lo ngomong gitu sama cewek yang gue suka! Sikap baik gue selama ini sama lo nggak berarti gue suka sama lo Gita," ucapan Raihan membuat dadaku sesak.
"Bahkan dia blokir nomer gue gara-gara lo," lanjutnya yang kemudian meninggalkanku di ruangan ini.
Aku tidak pernah menyangka bahwa Sisil orang yang disukai Raihan. Kenapa Sisil tidak pernah cerita bahwa dia sedang dekat dengan Raihan? Bahkan aku selalu membanggakan diriku saat bercerita padanya karena berboncengan dengan cowok populer di SMK Nusantara .
Aku menghapus air mataku layaknya orang bodoh yang tidak tau apa-apa. Apakah aku terlalu mementingkan diriku sendiri? Jika diingat-ingat sejak aku dan Sisil berteman selama hampir dua tahun ini ia memang seorang yang pendiam tidak seperti aku yang lebih dominan berbicara saat kami bersama.
Aku menghirup udara karena sesak tang sedari taadi melanda mengingat curhatanku pada Sisil tadi malam sebelum aku tau laki-laki yang selalu aku ceritakan padanya ternyata sedang dekat dengan dia. Lalu membalikkan tubuh untuk pergi. Namun ada laki-laki yang ternyata tak jauh dari pintu masuk ruangan. Bukan Raihan, tapi Mas Bian.
-Selesai-
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mas Dosen
Random"Abian, ibu boleh minta sesuatu?" Diujung mata wanita yang terbaring lemah itu sudah siap untuk menjatuhkan air matanya. "Iya, Bu?" "Gita sudah kehilangan ayahnya sejak kecil. Dia juga baru saja kehilangan seorang kakak laki-laki yang selalu melind...